Siaran Pers
Komnas Perempuan
Tentang Peraturan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan
Perguruan Tinggi
“Wujudkan Lingkungan Perguruan Tinggi Aman, Sehat, dan Nyaman Tanpa
Kekerasan Seksual”
Komnas Perempuan memberikan apresiasi atas terbitnya
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 30 Tahun
2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan
Perguruan Tinggi (Permendikbud 30/2021). Peraturan ini merupakan langkah maju
untuk mewujudkan lingkungan Pendidikan yang aman, sehat dan nyaman tanpa
kekerasan seksual. Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk mengawal dan
memastikan Permendikbud dilaksanakan dan mencapai tujuannya untuk mencegah,
menangani dan memulihkan korban kekerasan seksual.
Permendikbud 30/2021 adalah upaya untuk mewujudkan kampus
yang aman, sehat, dan nyaman dari berbagai bentuk kekerasan berbasis gender
terutama kekerasan seksual untuk melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang
unggul, manusiawi dan berkarakter. Hal ini seturut dengan tujuan
pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Upaya mencapai tujuan pendidikan
nasional menjadi mandat bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi yang memerlukan kondisi kampus yang selain memiliki
fasilitas lengkap, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan rasio yang
memenuhi kebutuhan mahasiswa, juga perlu ada mekanisme pengelolaan yang baik
dan kondisi aman serta nyaman sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 4 UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Di sisi lain, sepanjang tahun 2015-2020 Komnas Perempuan menerima 27% aduan
kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan
yang terjadi di lembaga pendidikan. Data ini diperkuat dengan temuan survei
Mendikbud Ristek (2019) bahwa kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya
tindak kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum
(19%). Penelitian lain menyebutkan bahwa 40 persen dari 304 mahasiswi pernah mengalami kekerasan seksual (Ardi dan
Muis, 2014), 92% dari 162 Reponden mengalami kekerasan di dunia siber (BEM
FISIP Universitas Mulawarman, 2021), 77% dosen menyatakan “kekerasan seksual
pernah terjadi di kampus dan 63% tidak melaporkan kasus yang diketahuinya
kepada pihak kampus (Survei Ditjen Diktiristek, 2020). Kebanyakan korban
kekerasan seksual adalah perempuan.
Lemahnya
penanganan kasus di kampus karena pelakunya adalah orang terdekat di lingkungan
kampus seperti dosen, mahasiswa ataupun karyawan kampus sehingga turut menyebabkan
keengganan korban untuk melapor. Akibat lebih jauh dari situasi ini adalah
minimnya akses korban terhadap pemulihan terutama penanganan psikologis korban
agar dapat mengikuti kembali proses belajar yang menjadi hak pendidikannya.
Minimnya pengaduan
kekerasan seksual di perguruan tinggi, menunjukkan bahwa tidak semua perguruan
tinggi mempunyai aturan yang jelas, implementatif dan efektif terkait dengan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) termasuk pemulihan korban.
Penanganan kasus kekerasan seksual masih sering disamakan dengan pelanggaran
etik lainnya, padahal kekerasan seksual bersifat khas dan mengalami kerentanan
berlapis. Dalam konteks kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terjadi
karena relasi kuasa yang menimbulkan ketidakberdayaan korban. Umumnya pelaku
memanfaatkan kerentanan, ketergantungan dan kepercayaan korban kepadanya.
Selain itu belum semua pimpinan punya perspektif korban sehingga terjadi
pengabaian dan penyangkalan terjadinya kekerasan seksual dan mengkhawatirkan
reputasi nama baik kampus. Budaya misoginis, seksis dan tidak ramah terhadap
perempuan juga masih terjadi di lembaga pendidikan yang menyebabkan korban
tidak mendapatkan keadilan dan pemulihan yang menyebabkan berkurang atau
terlanggarnya hak asasinya sebagai perempuan maupun peserta didik.
Sebagai lembaga HAM Nasional dengan mandat khusus untuk menciptakan kondisi yang kondusif
bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan termasuk di dunia
pendidikan, Komnas Perempuan memberikan saran dan rekomendasi kepada Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
untuk menyusun peraturan sebagai panduan pihak kementerian dan pimpinan
perguruan tinggi dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
(PPKS) di perguruan tinggi. Upaya mendorong peraturan tersebut dituangkan dalam
Nota Kesepahaman Nomor 010/KNAKTP/MoU/VI/2021 Tanggal 28 Juni 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan di
Lingkungan Pendidikan dan Kebudayaan.
Lahirnya Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan
Tinggi haruslah dipandang sebagai upaya
untuk pemenuhan Hak Pendidikan setiap Warga Negara Indonesia atas Pendidikan
Tinggi yang aman, penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional
dan berkelanjutan serta memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan
tinggi untuk mengambil langkah tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang
terjadi di lingkungan kampus. Substansi Permen PPKS juga sebagai upaya
peningkatan pengetahuan tentang kekerasan seksual, jenis ataupun hak korban
yang harus menjadi perhatian semua civitas akademika
Berdasarkan
hal-hal di atas, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada:
1.
Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mensosialisasikan secara lebih luas
substansi Permen PPKS dan membenahi sistem dan petunjuk teknis implementasi
Permendikbud PPKS di perguruan tinggi
2.
Perguruan
Tinggi agar mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan Permen PPKS ini dengan
mengikuti langkah-langkah yang sudah diatur oleh Permendikbud PPKS.
3.
Pihak Media
agar ikut mensosialisasikan Permendikbud PPKS ini dengan baik yang
berperspektif pada perlindungan dan keadilan korban
4.
Masyarakat
agar mendukung pelaksanaan Permendikbud PPKS guna mewujudkan tempat belajar
yang aman, sehat dan nyaman
5.
Pemerintah
dan DPR RI untuk mengintegrasikan kebijakan Permendikbud PPKS dalam pencegahan
kekerasan seksual dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Narasumber:
Alimatul Qibtiyah
Siti Aminah Tardi
Theresia Iswarini
Andy Yentriyani
Mariana Amiruddin
Narahubung:
Chrismanto P
Purba (chris@komnasperempuan.go.id)