...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional 2022

Siaran Pers Komnas Perempuan

Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional 2022


Saatnya Pekerja Rumah Tangga Mendapatkan Jaminan Perlindungan Sosial sebagai Bagian dari Pemenuhan Hak Asasi Manusia

 

Jakarta, 16 Juni 2022


Komnas Perempuan berpandangan bahwa pengakuan dan perlindungan hukum bagi PRT melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT merupakan bagian dari pengakuan dan perlindungan kepada PRT yang didominasi oleh pekerja perempuan. Akibat dari ketiadaan payung hukum tentang PRT ini artinya tidak ada pengakuan dan perlindungan bagi PRT serta memposisikan PRT dalam kerentanan, berpotensi mendapatkan kekerasan dalam berbagai bentuk serta tidak mendapatkan hak-haknya sesuai yang dijamin oleh konstitusi di Indonesia.  

Pada 16 Juni 2022 Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation/ILO) – PBB menetapkan Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sekaligus ditetapkan sebagai Hari PRT Internasional. Penetapan Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 merupakan langkah penting untuk pengakuan akan kerja-kerja PRT dan memastikan hak-hak PRT yang selama berabad-abad diabaikan dapat diatur dalam perundang-undang nasional sebagaimana hak-hak pekerja lainnya. 


Di sisi lain, DPR RI telah mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga pada 2004 (RUU PPRT) dan hingga kini - 18 tahun kemudian - perjuangan untuk pengesahannya belum juga membuahkan hasil. Padahal, tujuan RUU PPRT selaras dengan prinsip utama Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yakni No One Left Behind (tidak seorang pun ditinggalkan) dan Tujuan SDGs No. 8 tentang Kerja Layak.  


Laporan ILO 2021 menyebutkan bahwa 61,5% PRT di wilayah Asia dan Pasifik dikecualikan dari cakupan perundang-undangan ketenagakerjaan nasional, dengan 84,3% berada di sektor pekerjaan informal termasuk Indonesia. Laporan yang sama juga mencatat bahwa Indonesia adalah negara terbesar kedua setelah Tiongkok yang menyumbang profesi penduduk sebagai PRT dengan mayoritas adalah perempuan. Data ini menunjukkan bahwa ketiadaan pelindungan PRFT mengarah pada feminisasi kemiskinan, tiadanya perlindungan hukum dan sosial bagi PRT yang sekaligus merupakan  bentuk ketidakadilan sosial.   


Salah satu mandat Konvensi ILO 189 adalah memastikan PRT mendapat jaminan perlindungan sosial terutama terkait dengan kesehatan. Hal ini juga selaras dengan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) khususnya pada pasal 11 ayat (1) huruf e mengatur adanya hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidak mampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti yang dibayar. Jaminan sosial menurut Pasal 18, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. 


Sayangnya, hingga kini jaminan perlindungan sosial bagi PRT masih jauh dari yang diharapkan. Survei yang dilakukan JALA PRT di 6 (enam) kota terhadap 4296 PRT (2019) mengungkapkan bahwa 89% PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan 99% tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan. Menurut data BPJS, pada 2021 tercatat hampir 150 ribu PRT sudah memiliki perlindungan Jamsostek yang didominasi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebanyak 147,5 ribu pekerja. Sisanya adalah pekerja yang terdaftar sebagai PRT pada kategori pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).


Permenaker No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sendiri tidak mengatur tentang pentingnya perlindungan sosial bagi PRT sementara Pasal 14 UU BPJS menyatakan bahwa peserta dari program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS adalah setiap orang pekerja di Indonesia bahkan orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan.  Beberapa kalangan menyebutkan bahwa jaminan sosial tersebut belum sepenuhnya dapat disalurkan kepada setiap pekerja rumah tangga, disebabkan kedudukan PRT belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk dikatakan sebagai tenaga kerja. Padahal, dengan jumlah PRT mencapai 4,2 juta (JALA PRT, 2015), kontribusi mereka dalam pembangunan nasional melalui kerja-kerja domestik terbilang signifikan dan keterlibatan PRT sebagai peserta jaminan perlindungan sosial merupakan indikasi hadirnya Negara bagi mereka. 


Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari PRT internasional 2022 ini, Komnas Perempuan mendorong:

  1. Presiden RI agar menyegarakan kerja dari Gugus Tugas Pemerintah untuk melakukan sinergi dan langkah-langkah strategis dalam mendorong pembahasan RUU Pelindungan PRT di DPR RI;
  2. DPR RI agar segera membahas dan mengesahkan RUU Pelindungan PRT atau melakukan ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT demi mengisi kekosongan hukum terkait pengakuan dan perlindungan PRT;
  3. Pemerintah agar membuka akses seluas-luasnya bagi PRT untuk mendapatkan perlindungan sosial terutama terkait dengan kesehatan; 
  4. Media untuk melakukan kampanye-kampanye yang memberikan pencerdasan bagi masyarakat dan melakukan pengawasan media terhadap pembahasan RUU ini di DPR RI;
  5. Pemberi Kerja agar tetap mengupayakan kerja bersama dan saling memperkuat dengan PRT mengingat bahwa kehadiran PRT akan menyumbang pada kualitas hidup Pemberi Kerja dan sebaliknya PRT mendapatkan hak-hak dasarnya;
  6. Jaringan komunitas, organisasi, lembaga masyarakat, serta masyarakat umum secara luas untuk melakukan kampanye-kampanye positif yang mendukung kerja-kerja Gugus Tugas RUU PPRT dan mendorong terwujudnya pengesahan RUU PPRT segera.



Narasumber: 

  1. Theresia Iswarini
  2. Rainy Hutabarat
  3. Satyawanti Mashudi


Narahubung: 0813-8937-1400



Pertanyaan / Komentar: