Tindak Kawin Tangkap adalah Pelanggaran HAM Perempuan
Komnas Perempuan menyesalkan keberulangan terjadinya tindak kawin tangkap di Sumba, 7 September 2023 lalu. Tindakan ini merampas hak perempuan untuk memasuki perkawinan secara sukarela, yang merupakan syarat sah perkawinan menurut UU perkawinan. Ini berarti, tindak kawin tangkap melanggar hak konstitusional warga untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Hal ini juga bertentangan dengan tujuan perkawinan yaitu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan.
Komnas Perempuan mengapresiasi langkah tanggap dan kerjasama dari pihak Kepolisian, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta kelompok masyarakat sipil untuk menghentikan tindak kawin tangkap. Apresiasi juga disampaikan atas langkah tegas dari pihak kepolisian untuk memproses secara hukum peristiwa tersebut, dengan menggunakan laporan model A dan telah menetapkan 4 tersangka.
Komnas Perempuan berpandangan bahwa langkah polisi untuk menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), khususnya Pasal 10, sebagai langkah maju penanganan kasus kawin tangkap. Dengan rujukan pada UU TPKS, bersama dengan Pasal 328 sub Pasal 333 KUHP Junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, korban diharapkan dapat memperoleh pelindungan yang lebih mumpuni. Merujuk kepada UU TPKS, korban juga dapat mengakses sejumlah layanan yang menjadi haknya, termasuk atas pelindungan, pendampingan dan pemulihan.
Layanan pemulihan penting mengingat dampak psikis yang dihadapi korban dari tindak perampasan kemerdekaan yang dapat menimbulkan rasa takut yang mendalam. Sementara itu, layanan pelindungan dan pendampingan menjadi semakin penting karena korban berada dalam kondisi yang sulit karena proses hukum juga menjerat ibundanya sebagai pihak yang berkonflik dengan hukum.
Menyikapi proses hukum pada ibu korban, Komnas Perempuan mendorong pihak Kepolisian untuk mengaplikasi kepekaan pada kerentanan khusus perempuan dalam pengusutan kasus perempuan berhadapan dengan hukum. Termasuk di dalamnya adalah pertimbangan pada beban dan kekhawatiran yang dihadapi oleh ibu sebagai orang tua tunggal, konstruksi dan kondisi sosial yang menempatkan seorang ibu menyimpulkan atau mengambil langkah tertentu yang menurutnya dapat menyelamatkan anak dan keluarganya. Dengan aplikasi ini, selain memutus impunitas proses hukum juga menjadi lebih humanis dan berkeadilan.
Komnas Perempuan juga mengajak semua pihak untuk berperan dalam pencegahan tindak pidana kekerasan seksual khususnya kawin tangkap sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual (pemaksaan perkawinan) melalui berbagai cara untuk memastikan peristiwa serupa tidak berulang.
Narasumber:
Andy Yentriyani
Alimatul Qibtiyah
Siti Aminah Tardi
4. Rainy M Hutabarat
5. Theresia Iswarini
Narahubung: 0813-8937-1400