Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Wujudkan Kesetaraan Akses Vaksinasi Covid-19 Bagi
Perempuan dan Kelompok Rentan Demi Tercapainya Pemenuhan Hak Atas Kesehatan
Bagi Semua
Jakarta,
2 Agustus 2021
Berdasarkan informasi
dari banyak warga di ruang-ruang publik tentang vaksin, Komnas Perempuan
mengamati proses distribusi vaksinasi Covid-19 yang masih timpang, terutama di
wilayah tertentu dan kelompok yang rentan. Informasi yang ditampilkan media
massa menggambarkan sejumlah tenaga kesehatan di Papua, Maluku, Sulawesi Tengah
dan Gorontalo belum mendapat vaksin sementara Jakarta, Bali, Kepulauan Riau
memiliki tingkat vaksinasi tertinggi bagi masyarakat umum. Tenaga Kesehatan di
Papua yang belum mendapat vaksin 20% sedangkan Maluku 15%, Gorontalo dan
Sulawesi Tengah 10% (Kompas 30/7/2021). Berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan RI hingga 26 Juli 2021, sebanyak 18.367.098 orang Indonesia telah
menerima dua dosis vaksin Covid-19 atau setara 40,80% dari total penerima
vaksin dosis pertama sejumlah 45.012.646 orang. Kelompok terbanyak penerima
vaksin adalah petugas publik yakni 24.987.216 orang atau 144.2% dari target
yang telah divaksin dosis pertama. Dari jumlah tersebut. 10.546.910 orang atau
60,87% dari target sudah menerima dosis kedua. Masyarakat rentan dan umum yang
telah mendapat dosis pertama sejumlah 12.905.752 orang atau 9,14% dari target.
Sebanyak 3.289.402 orang di antaranya atau 2.34% dari target, juga telah
mendapat dosis vaksin kedua. Kelompok lansia yang merupakan prioritas
pemerintah tercatat sejumlah 4.780.438 orang telah menerima dosis pertama dan
3.073.295 orang untuk dosis kedua. Jumlah ini masing-masing baru mencapai
22.18% dan 14.26% dari target. Kelompok
rentan dan umum serta lansia termasuk
paling rendah menerima vaksin dosis pertama dan dosis kedua. Penyandang
disabilitas lansia, minoritas seksual, masyarakat adat merupakan
kelompok-kelompok rentan terlebih perempuan dan selayaknya pemerintah
memprioritaskan mereka. Dalam Surat
Edaran Kementerian Kesehatan No. HK.02 01/MENKES/598/2021 dinyatakan bahwa
penyandang disabilitas masuk ke dalam kelompok prioritas yang menerima vaksin
bersama dengan petugas publik.
Pendataan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tentang target dan realisasi vaksinasi dosis pertama
dan kedua tersebut disebarkan di berbagai media termasuk media sosial. Data
tersebut terdiri SDM Kesehatan, Petugas Publik, Lansia, Masyarakat Umum dan
Rentan, serta Remaja, namun sayangnya bukan merupakan data terpilah.
Penggabungan data kelompok rentan dengan umum mengakibatkan tidak akuratnya
data karena tanpa pemilahan perempuan dan laki-laki serta sulit
mengidentifikasi kelompok rentan. Ketiadaan data terpilah ini telah
berkonsekuensi pada sulitnya mengetahui jumlah penyandang disabilitas yang telah
menerima vaksin dosis pertama dan kedua. Pada akhirnya, ketiadaan data terpilah
ini menyumbang pada minimnya transparansi informasi dan terhambatnya akses
publik untuk memonitor upaya penanganan Covid-19.
Menurut Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) vaksinasi Covid-19 tak menjangkau masyarakat
adat baik di wilayah urban yang terbuka, wilayah semi terbuka dengan kehidupan
masyarakat mengandalkan kegiatan bercocok tanam, maupun wilayah adat yang masih
terjaga. Dari sekitar 17 juta anggota masyarakat adat, kurang dari 1% yang
sudah divaksinasi. Kendala utama adalah tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk
atau kartu kependudukan lainnya, minimnya literasi teknologi yang mengakibatkan
hambatan dalam mengakses informasi serta konten informasi yang sulit dipahami.
Selain itu pendistribusian vaksin Covid-19
lebih diprioritaskan di kota-kota besar dan kebanyakan
jatah vaksin dialokasikan untuk pengurus desa masyarakat adat.
Komnas
Perempuan mencatat sejumlah kelompok yang juga tergolong rentan dan perlu
mendapat prioritas dari pemerintah. Mereka adalah perempuan urban bekerja di
sektor informal seperti pedagang kecil di pasar tradisional atau pasar dadakan,
pedagang keliling, pedagang kaki lima
dan buruh borongan. Sebagian
mereka tinggal di rumah kontrakan, sendiri atau patungan. Selain itu, minoritas seksual yang identitas gendernya
tidak diakui, perempuan penyandang disabilitas dan perempuan di daerah-daerah
terpencil. Mereka umumnya berpendidikan rendah, miskin dan tidak memiliki akses
atas teknologi atau minim literasi teknologi sehingga terhambat dalam mengisi
formulir yang beredar secara daring (online). Ketiadaan kartu tanda
penduduk menambah hambatan dalam mengakses vaksinasi Covid-19, demikian juga
hambatan yang muncul akibat kondisi disabilitas, sedangkan tidak tersedia
pendamping di lokasi vaksinasi. Menurut data BPS
(2020), berdasarkan perbandingan antar
jenis kelamin, akses telepon genggam penduduk perempuan lebih tertinggal
dibandingkan laki-laki. Hal ini secara konsisten terjadi antara tahun 2015-2020
meski dari tahun ke tahun semakin mengecil.
Kepemilikan telepon genggam berkelindan dengan
infrastruktur jaringan internet yang stabil, kapasitas masyarakat dan kemampuan
ekonomi.
Komnas
Perempuan mengapresiasi upaya-upaya pemerintah untuk menyebarluaskan
pendaftaran secara daring melalui
berbagai platform media sosial seperti whatsapp, messenger, facebook,
twitter dan instagram. Namun peredaran ini masih
bersifat eksklusif karena hanya dapat diakses oleh mereka yang
memiliki akun media sosial dengan kuota internet memadai serta mampu mengisi
formulir pendaftaran daring. Eksklusifitas ini akan menyumbang pada ketidaksetaraan akses
vaksinasi terutama untuk kelompok rentan di wilayah-wilayah yang jauh dari
pusat kota. Di sisi lain, perempuan
termasuk salah satu kelompok yang cenderung
menolak untuk divaksinasi Covid-19 (Survei Indikator Politik Indonesia).
Artinya, pemerintah perlu melakukan pendekatan
berbeda yang memampukan kelompok penolak
untuk dapat memahami urgensi vaksinasi Covid-19.
Ketidaksetaraan akses
vaksinasi di dalam negeri ini bertolak-belakang dengan perjuangan Pemerintah
Indonesia di ranah internasional untuk kesetaraan akses vaksin bagi semua
negara. Selain itu, ketidaksetaraan akses vaksin dapat memperpanjang masa
pandemi, meningkatkan risiko kematian bagi mereka yang terpapar Covid-19,
terutama kelompok rentan, serta berpotensi menambah jumlah orang miskin baru.
Lebih jauh, ketidaksetaraan akses vaksin ini juga merupakan bentuk pengabaian
terhadap hak atas kesehatan yang dijamin oleh Konstitusi RI dan secara khusus
dalam Konvensi CEDAW pasal 12, yang mengamanatkan pada setiap negara pihak
untuk bertanggungjawab memenuhi hak perempuan atas kesehatan. Dalam konteks
bencana pandemi, akses vaksin Covid-19 merupakan hak publik khususnya hak atas
pelayanan kesehatan. Pemerintah wajib menjamin akses setara bagi semua kelompok
dalam masyarakat khususnya kelompok-kelompok rentan.
Komnas
Perempuan mengingatkan, selain hak atas pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1),
pemberian vaksin Covid 19 terkait pula dengan hak konstitusional warga negara
di antaranya hak untuk hidup serta mempertahankan kehidupannya (Pasal 28A),
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 28C), hak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28F), hak untuk mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus (PAsal 28 H ayat (2) dan hak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif (Pasal 28H Ayat (2). Kerangka hak asasi
tersebut yang harus menjadi dasar bekerjanya pemerintah dan para pihak dalam
memenuhi kebutuhan vaksin bagi warga negara.
Oleh karena itu, Komnas
Perempuan merekomendasikan:
- Satgas Covid-19 untuk
memastikan adanya integrasi data yang terpilah dan dapat diakses publik
dengan cepat dan tidak mensyaratkan NIK atau KTP untuk mendapat vaksin.
- Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak RI (KPPPA) agar
memperkuat Posyandu dan PKK yang tersedia di setiap Rukun Warga untuk
mendorong percepatan dan memperluas cakupan vaksinasi Covid-19 kepada
kelompok-kelompok rentan di seluruh Tanah Air.
- Kementerian
Kesehatan RI agar menyusun data
terpilah penerima vaksinasi dosis pertama maupun kedua dan memperluas
distribusi dan cakupan daerah
vaksinasi Covid-19.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo) agar melakukan sosialisasi yang merespons
hambatan-hambatan kelompok rentan dalam mengakses dan memahami konten
informasi tentang vaksinasi Covid-19 melalui
berbagai kanal informasi yang tidak terbatas pada sistem daring
- Media massa
agar turut memantau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dan menginformasikan
hambatan-hambatan yang dialami kelompok-kelompok rentan yang belum
terjangkau vaksin covid 19
- Masyarakat sipil agar
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 terutama
kelompok-kelompok rentan dan di luar pulau Jawa
Narasumber:
Rainy Hutabarat
Theresia Iswarini
Siti Aminah Tardi
Retty Ratnawaty
Mariana
Amiruddin
Narahubung
Chrismanto
Purba (chris@komnasperempuan.go.id)