...
Siaran Pers
Siaran Pers Tim KuPP tentang Dengar Keterangan Umum Nasional 2023


 

“Hak untuk Bebas dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia

 

Jakarta, 20 November 2023

 

Dalam rangka evaluasi 25 Tahun Implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan atau Convention Against Torture (CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari enam lembaga independen, diantaranya Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI (ORI, dan Komnas Disabilitas (KND) menyelenggarakan Dengar Keterangan Umum (DKU) Nasional tentang hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia pada 20-24 November 2023 di Jakarta.

 

DKU merupakan salah satu metode inkuiri nasional yang digunakan KuPP sebagai upaya sistematis, transparan dan berskala nasional untuk menggali, memetakan dan mendalami kasus-kasus penyiksaan,  perlakuan tak manusiawi, pelanggaran HAM lainnya dan interseksinya dengan gender, anak, disabilitas dan identitas lainnya, yang dilakukan oleh aktor-aktor negara secara langsung maupun tak langsung. Berbagai kalangan, termasuk masyarakat umum, diundang untuk berpartisipasi. Informasi dan pengetahuan dari para pihak terkait dan ahli difokuskan pada pendalaman  untuk menemukan pola sistematis, bentuk-bentuk dan para aktor pelanggaran larangan penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi baik di tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan, ruang privat maupun ruang publik. 

 

Berbeda dengan fungsi konvensional dari sebuah investigasi yang bersifat kasuistik dan parsial, Inkuiri Nasional bertujuan menggali penyebab-penyebab dan akar-akar masalah terjadinya (kembali) tindak penyiksaan, ill treatment, pelanggaran HAM dan interseksinya dengan gender, anak, disabilitas, dan identitas lainnya baik dalam dimensi politik, hukum, ekonomi maupun sosial budaya serta keterkaitannya satu dengan yang lain. Inkuiri Nasional berupaya mengumpulkan bukti-bukti dari masyarakat/komunitas, dengan melibatkan para saksi/pemberi keterangan dan ahli untuk menemukan pola sistemik tindak penyiksaan dan pelanggaran HAM dan irisannya dengan kekerasan berbasis gender, disabilitas, anak dan identitas lainnya khususnya kasus-kasus kekerasan seksual sehingga bukan sekadar berurusan dengan pengaduan-pengaduan individual. Dengan demikian Inkuiri Nasional diharapkan dapat mengatasi permasalahan secara substansial, komprehensif dan berkelanjutan berkaitan dengan tindak penyiksaan, perlakuan tak manusiawi dan pelanggaran HAM lainnya yang pada dasarnya merupakan pelanggaran hak-hak konstitusional.

 

Dialog konstruktif dan partisipasi publik merupakan kunci pendekatan DKU dalam memperdengarkan keterangan-keterangan yang diperlukan dari semua pihak yang perlu didengar; penyintas, saksi pihak pelapor, pemberi keterangan atau penanggap, dan pihak lain yang terkait-paut atau relevan khususnya di tingkat nasional. DKU dijalankan dengan prinsip-prinsip etis yakni transparansi, terbuka, melibatkan publik sebagai pengamat, memastikan persetujuan, kerahasiaan dan keamanan korban, menghindari perkataan yang memantik secondary trauma (termasuk tidak memojokkan korban), serta no naming no shaming. Untuk membangun kesadaran publik tentang hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi serta mengembangkan potret nasional mengenai praktek-praktek penyiksaan, KuPP juga mengundang media massa dan masyarakat sebagai pengamat. 

 

DKU Nasional memfokuskan pada 12 kasus dugaan penyiksaan dan ill treatment dalam empat konteks berbeda. Yang pertama adalah kasus-kasus yang terjadi dalam proses penyelidikan, penangkapan, dan penyidikan di kepolisian, termasuk dalam Pelanggaran HAM Berat masa lalu. Kedua, konteks situasi di rutan, lapas, rudenim, atau instalasi tahanan militer. Ketiga, konteks serupa tahanan baik yang dikelola secara langsung maupun tidak langsung, atau dalam pengawasan pemerintah/instansi lainnya seperti praktik-praktik tradisi berbahaya/merendahkan martabat yang seharusnya dicegah (pemasungan, pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan/P2GP (FGM)). Keempat, adalah  konteks lain untuk mengeksplorasi berbagai perbuatan penyiksaan dalam perspektif CAT, seperti praktik hukuman badan (corporal punishment), konflik sumber daya alam, intoleransi pada kelompok minoritas, delayed in justice kasus-kasus kekerasan seksual dan KDRT. 

 

Pemilihan 12 kasus ini didasarkan pada analisis dan telaah KuPP bertolak dari kasus-kasus yang diperdengarkan dalam DKU sebelumnya di wilayah Barat, Timur dan Tengah serta  kasus-kasus yang diajukan mitra-mitra yang dipandang perlu mendapat perhatian lebih lanjut oleh negara. 

 

Komisioner dalam DKU Nasional

  1. Andy Yentriyani (Komnas Perempuan)
  2. Rainy Hutabarat (Komnas Perempuan)
  3. Putu Elvina (KHAM)
  4. Anis Hidayah (KHAM)
  5. Kikin Tarigan (KND)
  6. J Widiantoro (ORI) 
  7. Kikin Tarigan (KND) 
  8. Jonna Aman Damanik (KND) 
  9. Fatimah Asri Mutmainnah (KND) 
  10. Maneger Nasution (LPSK)
  11. Dian Sasmita (KPAI)

 

Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi: 

Siti Cotijah (Asisten Koordinator Divisi Parmas Komnas Perempuan) HP.  +62 813-8937-1400.


Pertanyaan / Komentar: