...
Kampanye
Panduan Kampanye Mendorong Pengesahan RUU PPRT

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah mereka yang bekerja dengan spesifikasi khusus mengurus rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya yang masuk dalam kategori kerja perawatan (care-work) yang juga merupakan salah satu jenis pekerjaan tertua. Keberadaan pekerja rumah tangga berakar dari sejarah global perbudakan dan perdagangan budak di abad 19, kolonialisme dan bentuk-bentuk kerja paksa lainnya. Peran PRT dalam keberlangsungan kehidupan sektor publik tidak dapat diabaikan. Para PRT adalah tenaga-tenaga tak terlihat (invisible powers) yang memungkinkan berjalannya kehidupan ekonomi, pemerintahan, jasa dan sektor publik yang lain. Merekalah penopang kerja publik melalui institusi domestik yaitu keluarga yang mengurus rumah tangga sementara pemilik rumah, baik laki-laki dan perempuan bekerja di sektor publik.

Jaringan Advokasi Nasional Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) pada tahun 2009 melakukan rapid assessment mengenai jumlah PRT di Indonesia. Hasilnya tercatat bahwa jumlah PRT di Indonesia diperkirakan mencapai 10.744.887, dimana 67% dari rumah tangga kelas menengah dan menengah atas mempekerjakan PRT. Dari angka tersebut, sekitar 30% diantaranya adalah pekerja rumah tangga anak (PRTA). Hasil rapid assessment JALA PRT ini mengkonfirmasi data ILO yang menyatakan bahwa mayoritas PRT adalah perempuan, yaitu sekitar 92%. JALA PRT bahkan telah melakukan riset dari data yang dikompilasi bahwa usia rata-rata PRT terdiri dari; 22 % usia < 18 tahun, 57% usia 18-50 tahun dan 21% > 50 tahun. Dari latar belakang pendidikan, mereka yang berpendidikan SD sebesar 27%; SMP 68%; dan SLTA 5% dan kebanyakan berasal dari perdesaan dan miskin perkotaan. Meskipun jumlah PRT di Indonesia dan PRT migran cukup besar dan menjadi salah satu alternatif pekerjaan bagi perempuan, hingga saat ini pekerjaan rumah tangga belum diakui dan dilindungi secara hukum. Bahkan mereka menjadi kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan penyiksaan. Berdasarkan data JALA PRT, pada 2018-2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan kepada pekerja rumah tangga. Mayoritas kasus berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi dalam situasi kerja. Sejumlah PRT mengalami upah tidak dibayar (2-11 bulan gaji), dipecat, atau dipotong upah oleh majikan ketika sakit dan tidak dapat bekerja[1]. Padahal sebenarnya, PRT telah memenuhi memenuhi unsur hubungan kerja, yaitu adanya perintah, pekerjaan dan upah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Tahun 2024 menjadi titik kritis bagi advokasi RUU PPRT, terlebih dalam beberapa bulan kedepan periode DPR RI 2024-2029 akan segera berakhir. Sedangkan RUU PPRT tak kunjung dibahas dan disepakati di pembahasan Tingkat I DPR RI. Dalam memaksimalkan waktu yang semakin terbatas, Komnas Perempuan bersama jaringan masyarakat sipil berkonsolidasi menyusun strategi dan aksi bersama untuk melanjutkan advokasi RUU PPRT terutama dalam merumuskan kampanye publik di tahun ini. Komnas Perempuan berharap panduan ini dapat dijadikan rujukan publik dalam menyusun kampanye mendorong pengesahan RUU PPRT hingga disahkan DPR RI.


Pertanyaan / Komentar: