...
Berita & Pengumuman
Audiensi Komnas Perempuan dengan Wakil Bupati Pidie untuk Advokasi Dukungan Pemerintah Kabupaten Pidie terhadap Memorialisasi Rumoh Geudong

Audiensi Komnas Perempuan dengan Wakil Bupati Pidie untuk Advokasi Dukungan Pemerintah Kabupaten Pidie terhadap Memorialisasi Rumoh Geudong

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), melalui Subkomisi Pemulihan diterima Wakil Bupati Pidie di rumah dinasnya (Rabu, 3 Oktober 2018). Indriyati Suparno (Komisioner Komnas Perempuan) turut ditemani dengan mitra Komnas Perempuan yaitu, PASKA Aceh, bertemu dengan Fadlulah (Wakil Bupati Pidie). Pada pertemuan tersebut, Indriyati Suparno menyampaikan mandat yang dimiliki oleh Komnas Perempuan. Komnas Perempuan sesuai mandat yang dimiliki, melakukan berbagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang terjadi dalam berbagai situasi, termasuk situasi konflik seperti di Aceh. Sebagai mekanisme HAM Nasional, dengan mandat tersebut, Komnas Perempuan berupaya melakukan upaya-upaya strategis mendorong tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak perempuan korban, termasuk hak atas pemulihan korban pelanggaran HAM di wilayah konflik.

Memorialisasi Rumoh Geudong sebagai Pemenuhan Hak Korban

Sedangkan untuk merespon situasi kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM Perempuan di wilayah post konflik seperti di Aceh, Komnas Perempuan bekerjasama dengan organisasi masyarakat sipil untuk melakukan beragam upaya mendorong perhatian negara. Salah satunya dengan proses merawat ingatan publik dan pemenuhan hak pemulihan korban melalui memorialisasi pelanggaran HAM yang terjadi saat konflik di Aceh. 13 tahun sudah perdamaian berlangsung di Aceh, setelah Perjanjian Damai tahun 2005. Komnas Perempuan pun sudah melakukan tinjau ulang terhadap rekomendasi hasil pemantauannya, utamanya yang menyangkut hak perempuan korban. Audiensi dengan Wakil Bupati Pidie ini sebagai tindak lanjut dari konsultasi yang telah dilakukan sebelumnya dengan Bupati Pidie pada April 2018, tentang usulan komunitas korban dan keluarganya untuk membangun memorialisasi di rumoh geudong. Rumoh geudong merupakan salah satu lokasi dimana terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM pada masa konflik. Untuk itu, Komnas Perempuan hadir menindaklanjuti komitmen positif bupati terkait memorialisasi rumoh geudong sebagai bagian dari pemenuhan hak korban.

Wakil Bupati pun merespon baik usulan Komnas Perempuan, karena berdasarkan dari data mendengar suara dari para korban. Menurutnya, usulan ini dapat dikaitkan dengan kerjasama (MoU) Pemerintah Kabupaten Pidie dengan Komnas HAM terkait pemberdayaan HAM di Pidie. Hanya saja, menurut Pak Fadlulah (Wakil Bupati Pidie), masih dibutuhkan kajian mendalam agar respon Pemerintah Kabupaten tidak keliru dan sejalan dengan kepentingan banyak pihak dan disesuaikan dengan konteks lokal Aceh. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Bupati, bahwa di Aceh berlaku syariah, jadi perspektif syariah tentunya harus ada, dan tidak seharusnya mengabaikan prinsip-prinsip lokal, karena perspektif nilai-nilai syariah dan nilai-nilai kemanusian, memang harus sejalan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Komnas Perempuan menyampaikan bahwa upaya merawat ingatan bersama sesungguhnya dilakukan untuk mencegah keberulangan di masa depan, bukan dimaksudkan untuk mengungkit luka lama. Dukungan dari pemerintah akan membantu memulihkan luka akibat dari konflik yang telah dialami oleh para korban. Komnas Perempuan juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Pidie dapat melihat upaya memorialisasi korban Tragedi Mei 98 yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nantinya, dengan adanya memorialisasi rumoh geudong, maka selain pengakuan terhadap korban, juga sebagai salah satu destinasi pariwisata sejarah dan budaya di Kabupaten Pidie, yang kerangka kebijakannya termuat dalam Qanun No. 5 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie 2014-2034.

Pada pertemuan ini, Fadlulah (Wakil Bupati Pidie) menyampaikan, Kami perlu mengkaji secara lebih mendalam apakah untuk kondisi masyarakat saat ini, hal tersebut menjadi penting, dan memang harus dikaji. Penempatannya dimana, dan kami pun bukan yang anti historis. Kami akan pertimbangkan lebih lanjut, dan mengajak teman-teman untuk membahas ini lebih serius. Kami sepakat bahwa memori pelanggaran HAM tidak boleh dihapus, karena untuk masa depan, bukan masa lalu. Komnas Perempuan mengapresiasi tanggapan Wakil Bupati tersebut yang disampaikan dalam konsultasi yang dilakukan bersama LSM PASKA Aceh, di Pidie kali ini. Setidaknya Kabupaten Pidie akan berupaya mengkaji dan memikirkan bagaimana mewujudkan gagasan atau usulan komunitas korban terhadap memoralisasi rumoh geudong. Selain juga akan membangun koordinasi dengan pihak Provinsi, mengingat keberadaan tanah dimana lokasi rumoh geudong dulunya berdiri (saat ini bangunan telah terbakar), adalah lahan milik individu dan bukan merupakan aset negara.

Rekomendasi

Setelah Komnas Perempuan melakukan audiensi dan konsultasi dengan Wakil Bupati Pidie, maka disepakati beberapa rekomendasi, yaitu:

  1. Pemerintah Kabupaten Pidie akan mengkaji secara mendalam usulan komunitas korban melalui Komnas Perempuan terhadap upaya merawat ingatan melalui memorialisasi rumoh geudong, termasuk mengkaji ketersediaan sumber daya dan dukungan masyarakat;
  2. Pemerintah Kabupaten Pidie juga akan berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi Aceh tentang usulan tersebut di atas;
  3. Pemerintah Kabupaten Pidie meminta kepada Komas Perempuan untuk juga turut membantu melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Nasional terkait upaya memorialisasi ini, agar semua pihak turut memikirkan seperti apa usulan ini dapat diwujudkan.

Komnas Perempuan menyadari bahwa tidak mudah mengambil keputusan untuk segera menindaklanjuti usulan ini, tetapi setidaknya konsultasi ini dapat membantu Pemerintah untuk melihat kebutuhan lain terkait pemulihan hak korban, diluar wacana tentang bantuan dalam bentuk material/uang. Audiensi ini ditutup dengan memberikan Buku Kajian 20 Tahun Kebijakan Penyikapan Konflik di Indonesia *)

 


Pertanyaan / Komentar: