Konsolidasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual bersama Ormas Agama
Sejak tahun 2014, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama dengan Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) mengadvokasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan seksual. RUU P-KS telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di tahun 2016 akhir, namun mengalami pembahasan yang alot di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kemudian dikeluarkan dari Prioritas Prolegnas 2020. DPR seharusnya tidak berhenti memperjuangkan upaya hukum hingga korban kekerasan seksual mendapatkan keadilannya.
Penanganan kasus kekerasan seksual menjadi sulit, karena belum ada payung hukum yang secara komprehensif mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual hingga upaya pemulihan bagi korban. Selain itu budaya patriarkhi dan penafsiran teks agama yang misoginis, yang melihat masalah seksualitas hanya dari perspektif laki-laki dan merugikan hak seksual perempuan makin memperburuk situasi penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Selain itu, ketua Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menegaskan bahwa bagi masyarakat Indonesia pengaruh tokoh agama sangat penting untuk membebaskan perempuan dari segala bentuk kekerasan.
Bertolak dari situasi ini Komnas Perempuan melaksanakan konsolidasi RUU P-KS bersama ormas agama pada tanggal 17-18 November 2020 di Jakarta. Konsolidasi ini bertujuan untuk membangun strategi guna menyuarakan pentingnya RUU P-KS sebagai payung hukum yang baru. Dukungan dari ormas-ormas keagamaan diperlukan agar kekosongan hukum yang ada dalam menangani kasus kekerasan seksual dapat terlengkapi.
Konsolidasi ini dihadiri oleh 13 organisasi agama lintas iman dan kepercayaan. Acara konsolidasi dibuka oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani yang menyampaikan apresiasi atas keterlibatan ormas agama dalam upaya perlindungan korban kekerasan seksual. Selanjutnya pada hari pertama, diinformasikan substansi draft baru RUU P-KS yang telah dibuat oleh Komnas Perempuan dan JMS dan telah diserahkan kepada anggota legislatif. Selain itu juga perwakilan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) berbagi cerita tentang upaya yang telah dilakukan untuk menangkal berita yang tidak benar tentang RUU P-KS dari perspektif Islam yang berkeadilan.
Hari kedua diisi dengan penyampaian informasi tentang pemetaan tantangan advokasi RUU P-KS dari kelompok konservatif dan praktik baik dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) yang telah mengirimkan surat dukungan kepada Badan Legislasi DPR agar memasukkan RUU P-KS dalam prolegnas 2021.
Kegiatan dua hari tersebut ditutup oleh refleksi dan rencana tindak lanjut yang akan dibawa peserta untuk dikomunikasikan di lembaganya masing-masing. Satu hal yang menarik dari proses refleksi bersama adalah testimoni peserta yang sebelumnya berpikiran bahwa advokasi RUU P-KS berjalan baik-baik saja di DPR, namun pada kenyataannya perjuangan untuk penghapusan kekerasan seksual di Indonesia masih harus menempuh proses panjang dan membutuhkan komitmen bersama, utamanya dari organisasi-organisasi masyarakat berbasis agama*)
Foto: Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, didampingi oleh Ketua Subkomisi Pendidikan, Alimatul Qibtiyah membuka Konsolidasi RUU P-KS dengan Ormas Agama pada Selasa, 17 November 2020