...
Keputusan Sidang Paripurna
Keputusan Sidang Komisi Paripurna II Nomor 12/RT.02/II/2025 Tentang Penggunaan Istilah Masyarakat Adat dan Masyarakat Hukum Adat

Sidang Komisi Paripurna II memutuskan:

  1. Memaknai penggunaan istilah masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional di dalam Konstitusi sebagai upaya untuk memastikan pelindungan pada hak-hak  kolektif yang dimiliki oleh masyarakat adat nusantara. 
  2. Mengenali adanya keragaman penggunaan istilah dan definisi operasional atas masyarakat adat, masyarakat hukum adat, dan masyarakat tradisional di dalam peraturan perundang-undangan.
  3. Mengenali adanya kesulitan yang dihadapi oleh sejumlah kelompok masyarakat adat dalam memenuhi syarat administratif maupun politis dalam pengakuan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Kesulitan ini dapat menghambat kelompok tersebut mengakses pelindungan pada hak-hak masyarakat adat, serta memberikan dampak khusus terhadap perempuan adat, yang terkait dengan konstruksi gender sebagai individu, anggota komunitas dan warga.
  4. Menggunakan istilah ”masyarakat hukum adat” untuk merujuk pada sekelompok orang yang memiliki identitas budaya yang sama, hidup secara turun – temurun di wilayah geografis tertentu berdasarkan ikatan asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, memiliki harta kekayaan dan/atau benda adat milik bersama serta sistem nilai yang menentukan pranata adat dan norma hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan nilai – nilai hak asasi manusia.
  5. Mendorong perubahan ketentuan persyaratan pengakuan masyarakat hukum adat agar lebih sesuai dengan karakteristik masyarakat adat nusantara, mengurangi potensi diskriminasi dan pengucilan kesatuan masyarakat adat tertentu, dengan memastikan kerentanan khusus perempuan adat.
  6. Mengenali bahwa selain memiliki hak kolektif sebagai anggota kelompok masyarakat adat, setiap orang juga memiliki hak sebagai individu untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi. Karenanya upaya pelindungan bagi masyarakat adat perlu memastikan juga pelindungan bagi perempuan adat bebas dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk yang dilakukan atas nama nilai, budaya, tradisi atau adatnya.
  7. Menyampaikan butir 1-6 di dalam advokasi hukum/kebijakan dan pendidikan publik guna mendorong percepatan pengembangan ekosistem pelindungan dan dukungan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dan perempuan adat.
  8. Menggunakan istilah “masyarakat hukum adat” dalam advokasi peraturan perundang-undangan selama tidak mengeksklusi kelompok masyarakat adat yang belum memperoleh pengakuan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat akibat alasan administratif dan politis.


Pertanyaan / Komentar: