RANGKUMAN
KEPUTUSAN DAN KESEPAKATAN
SIDANG
KOMISI PARIPURNA III
KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
9 – 10 MARET
2021
No.: 003/SKP/III/2021
KEPUTUSAN I:
PENYIKAPAN KOMNAS PEREMPUAN MENGENAI SKB YANG ADA (KONTEKS IRISAN KEARIFAN
LOKAL INDONESIA, PEMAHAMAN AGAMA DAN HAK KONSTITUSI)
Sidang Komisi Paripurna menegaskan bahwa posisi negara untuk tidak
mewajibkan, menghimbau ataupun melarang penggunaan simbol – simbol agama dalam busana, di
dalam ruang – ruang publik kewargaan adalah berkesesuaian dengan mandat konstitusional
negara untuk memenuhi hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta hak
beragama. Posisi negara secara langsung berkontribusi pada memutus diskriminasi
dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, mengingat posisi perempuan
sebagai simbol komunitasnya menempatkan perempuan sebagai target kebijakan
tentang busana. Posisi tersebut juga dalam rangka memelihara kebhinekaan di
dalam masyarakat, baik di dalam komunitas keagamaan tertentu maupun secara
luas. Posisi negara tersebut tampak pada SKB 3 Menteri tentang “Penggunaan
Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan
Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah”.
KEPUTUSAN II:
PENYIKAPAN KOMNAS PEREMPUAN TENTANG REVISI UU NO.11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa revisi UU ITE merupakan kebutuhan
genting dalam memastikan upaya penghapusan kekerasan seksual terhadap
perempuan. Data menunjukkan bahwa UU ITE tidak memiliki kemampuan untuk
melindungi perempuan dari kekerasan seksual, terutama melalui penyebaran materi
bermuatan seksual. Sebaliknya justru membuat perempuan korban kekerasan seksual
rentan mengalami reviktimisasi, dan
bahkan kriminalisasi. Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual diharapkan dapat mengoreksi persoalan hukum ini. Namun, hingga saat ini RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual belum kunjung
dibahas oleh DPR RI. Tidak dimasukannya revisi UU
ITE dalam prolegnas 2021 dikuatirkan akan menyebabkan jumlah perempuan yang
menjadi korban kekerasan seksual dengan menggunakan media online, serta
reviktimisasi dan kriminalisasi perempuan korban kekerasan seksual akan terus
bertambah.