Indonesia merupakan negara dengan risiko bencana tinggi, di mana kondisi geologis dan geografis yang dinamis kerap memicu situasi darurat yang berdampak luas bagi masyarakat. Dalam kondisi tersebut, perempuan menghadapi kerentanan berlapis, termasuk meningkatnya risiko kekerasan berbasis gender akibat konstruksi sosial patriarki, kondisi pengungsian yang tidak memadai, serta keterbatasan layanan dukungan dan mekanisme pelaporan. Temuan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dalam situasi bencana terus berulang, sementara pencatatan, penanganan, dan pemulihan masih menghadapi hambatan struktural dan keterbatasan koordinasi lintas sektor.
Sebagai respons atas situasi tersebut, Komnas Perempuan menyusun rekomendasi kebijakan terkait alokasi penganggaran untuk penyikapan kekerasan berbasis gender dalam konteks bencana. Penyikapan mencakup upaya pencegahan (melalui penataan ruang, penyediaan infrastruktur pokok, dan keterlibatan petugas/relawan yang responsif gender), serta penanganan dan pemulihan pada masa pra-bencana, saat tanggap darurat, dan pasca-bencana. Proses penyusunan rekomendasi dilakukan secara partisipatoris melalui analisis kebijakan, wawancara mendalam, diskusi kelompok terpumpun (FGD) bersama penyintas di lokasi pengungsian maupun hunian sementara/tetap, serta konsultasi dengan organisasi mitra dan dinas terkait. Rekomendasi ini diharapkan menjadi landasan strategis untuk memperkuat upaya perlindungan perempuan dalam situasi bencana, sekaligus mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2022 dan RPJMN 2019-2024.
