Laporan pendokumentasian yang berjudul,
“Potret Perempuan dalam Konflik Papua: Belum Berkesudahan (Pengungsian, Rasisme
dan Perempuan Pembela HAM)” yang memotret beragam pantauan Komnas Perempuan
tentang kondisi Papua pasca dua laporan besar sebelumnya yaitu “Stop Sudah” dan
“Anyam Noken”. Pada laporan pertama, merupakan
potret kondisi perempuan dalam pusaran konflik di Papua selama 1963-2009 dan
proses penggarapannya dikerjakan sejak 2007 hingga 2009. Laporan kedua adalah
hasil pendokumentasian pemenuhan hak-hak EKOSOB terhadap perempuan di Papua dan
memotret kondisi perempuan Papua sepanjang tahun 2012-2014. Laporan terakhir
ini, adalah kerja-kerja yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
oleh Komnas Perempuan dalam merespon konflik di Papua, khususnya terhadap
perempuan, yang menginformasikan tentang berbagai persoalan (carut-marut)
diantaranya tentang pengungsian Nduga, rasisme dan stigma terhadap orang asli
Papua, serta peristiwa penangkapan para aktivis pembela HAM.
Laporan ini
memotret betapa konflik-konflik di Papua seperti tidak berkesudahan. Komnas
Perempuan melihat bahwa Pertama, penanganan konflik yang hanya bertumpu pada
pendekatan keamanan-pertahanan. Perbedaan persepsi yang berhadap-hadapan,
antara potensi ancaman disintegrasi dan gangguan keamanan-ketertiban dan
persepsi perjuangan aspirasi sejumlah masyarakat lokal yang beragam, turut
membuat runyam persoalan. Terlebih bila perjuangan itu dilakukan dengan cara
bersenjata. Kedua, pendekatan politik yang hingga kini terbukti belum efektif
dalam penanganan konflik di Papua yang belum menyentuh akar konflik . Ketiga,
hingga kini belum ditemui pendekatan holistik dalam menemukan dan menangani
akar konflik di Papua. Termasuk menempatkan pendekatan dialogis dari dimensi
HAM, kemanusiaan hingga kebudayaan sebagai bagian tak terpisahkan dalam
penanganan akar konflik di Papua.