Laporan penelitian ini disusun oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dengan LBH APIK Jawa Barat, dengan tujuan menganalisis fenomena “keadilan yang tertunda” (delayed in justice) dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) untuk mengkaji keterkaitan antara perlakuan buruk (ill treatment) oleh aparat penegak hukum (APH) dan penundaan keadilan yang dialami korban sebagai bagian dari momentum peringatan 25 tahun ratifikasi CAT oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Meskipun telah memiliki landasan konstitusional (Pasal 28G ayat (2) dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945) dan komitmen internasional yang kuat, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam pencegahan dan penanganan praktik penyiksaan serta perlakuan tidak manusiawi. Praktik-praktik ini ditemukan tidak hanya dalam konteks penghukuman formal, tetapi juga meresap dalam sistem peradilan pidana, termasuk dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
Fenomena “delayed in justice” atau keadilan yang tertunda, yang mengacu pada pepatah hukum “justice delayed is justice denied”, menjadi fokus kajian ini. Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan, penundaan proses hukum bukan sekadar inefisiensi administratif, melainkan bentuk ketidakadilan struktural yang memperpanjang penderitaan korban, mengikis rasa aman, dan menggoyahkan kepercayaan terhadap negara serta institusi penegak hukum. Data dari Komnas Perempuan (2018-2023) dan Ombudsman Republik Indonesia (2019-2023) menunjukkan bahwa penundaan berlarut merupakan maladministrasi yang banyak terjadi, terutama di tingkat kepolisian.
Penelitian ini melakukan terobosan konseptual dengan mengaplikasikan kerangka Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) untuk menganalisis kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Pendekatan ini memungkinkan untuk memaknai penundaan keadilan dan perlakuan buruk (ill treatment) oleh aparat penegak hukum sebagai bentuk penderitaan tambahan yang dapat dikategorikan sebagai perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan martabat, bahkan penyiksaan (torture), sebagaimana dimungkinkan dalam Pasal 16 CAT. Tujuan utama laporan ini adalah untuk menyediakan bukti empiris tentang praktik ill treatment yang menyebabkan delayed in justice, menganalisis dampaknya yang mendalam terhadap korban, serta merumuskan rekomendasi kebijakan dan praktik untuk memperkuat sistem peradilan yang berpihak pada korban, berperspektif gender, dan selaras dengan kewajiban negara di bawah hukum hak asasi manusia internasional.
