Training of Trainer danUji Coba Modul Kesehatan Reproduksi dan Anti Kekerasan Bagi PerempuanPenyandang Disabilitas
oleh Komnas Perempuan danPusat Rehabilitasi Yakkum
Komisi Nasional Anti Kekerasan TerhadapPerempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dengan Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRYAKKUM) melaksanakan Training of Trainer(ToT) sekaligus uji coba Modul KesehatanReproduksi dan Anti Kekerasan Bagi Perempuan Disabilitas pada 16-18 Maretdi Wates, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta. ToT ini merupakan rangkaian uji coba 3modul disabilitas dan lansia (ModulKesehatan Reproduksi dan Anti Kekerasan Bagi Perempuan Disabilitas, Modul Anggaran Desa yang Responsif terhadapDisabilitas dan Lansia, dan ModulPerlindungan Perempuan Disabilitas dan Lansia di Masa Pandemi) yang telahdiluncurkan Komnas Perempuan pada 22 Desember 2021 lalu.
Terdapat 15 orang peserta ToT dari sekitarKabupaten Kulon Progo dengan beragam latar belakang, mulai dari kader posyandu,kader puskesmas, pengajar SLB, tenaga kesejahteraan sosial, pemerintahan desa,ormas keagamaan, komunitas waria, hingga pendamping disabilitas. ToT diampuoleh fasilitator Rita Triharyani dari PR YAKKUM bersama Alimatul Qibtiyah dan RainyMaryke Hutabarat selaku komisioner Komnas Perempuan. Para peserta jugamendapatkan pengayaan materi dari narasumber, seperti materi Gender danDisabilitas yang disampaikan Dewi Utari dari CD Bethesda, materiPrinsip-prinsip Berkomunikasi dengan Disabilitas oleh Wahyu Apriliana dari PRYAKKUM, materi Kesehatan Reproduksi dan Siklus Reproduksi oleh IslamiyaturRokhmah dari Unisa Yogyakarta, dan materi Kontrasepsi dan Infeksi MenularSeksual oleh dr. Th. Avilla Ririel, Sp.OG.
Pada ToT ini, peserta juga turut memperkayapengetahuan seluruh peserta kegiatan dengan berbagi pengalaman yang menjadipemantik diskusi. Topik ToT juga mendorong para peserta membongkar tabu dalammembahas kesehatan reproduksi, kekerasan, serta menghapuskan stigma terhadapkorban kekerasan maupun penyandang disabilitas. Peserta juga mendapatkankesempatan menguji pengetahuan tentang kespro dan kekerasan yang telahdidapatkan dalam aktivitas praktik fasilitasi. Bertemunya pemangku kebijakandengan penyandang disabilitas, kader, dan pendamping penyandang disabilitasdalam satu forum yang sama turut memperkaya diskusi yang berlangsung.
Sebelum memulai kegiatan, terlihat dari hasil pre-test bahwa hampir 50% masih meyakini bahwa laki-laki sebagai pemimpin perempuan adalah hal yang kodrati dan menjadi hak laki-laki. Namun, di akhir kegiatan, persentase peserta yang meyakini ini berkurang hingga menjadi 11%. Salah seorang peserta menyampaikan refleksi perubahan yang dialaminya, “saya pikir di sekitar saya sudah tidak ada diskriminasi dan semua kelihatan baik-baik saja, ternyata setelah pelatihan ini saya sadar ada banyak hal-hal dan pemahaman yang perlu saya ubah dan dibagikan ke orang lain untuk menghapus diskriminasi di sekitar kita”. Para peserta berkomitmen untuk meneruskan dan mensosialisasikan pengetahuan yang didapatkan kepada komunitasnya serta untuk lebih giat mengadvokasikan hak-hak perempuan penyandang disabilitas untuk bebas dari kekerasan. (Amira Ruzar – Asisten Koordinator Divisi Pendidikan)