...
Kabar Perempuan
PELUNCURAN CATAHU KOMNAS PEREMPUAN 2022

Peningkatan Jumlah Kasus KBG di Tahun 2021 Menjadi Alarm Untuk RUU TPKS Segera Disahkan


Komnas Perempuan meluncurkan CATAHU (Catatan Tahunan) 2022 yang merupakan rangkaian catatan pelaporan kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2021.

Mengangkat tema "Bayang-bayang stagnasi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan" acara peluncuran CATAHU 2022 dilaksanakan di Hotel Harris Tebet, Jakarta, pada tanggal 7 Maret 2022. Acara ini juga disiarkan dalam jaringan (daring) melalui Zoom dan Youtube.

Menurut data CATAHU Komnas Perempuan 2022, selama kurun waktu 10 tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021), tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi, yakni meningkat 50% dibanding tahun 2020, sebanyak 338.496 kasus. Angka ini bahkan lebih tinggi dari angka KBG sebelum masa pandemi di tahun 2019.

Ada beberapa jenis KBG terhadap perempuan yang menjadi perhatian di tahun 2021, antara lain Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) terhadap perempuan, KBGS terhadap perempuan dengan disabilitas, kekerasan dengan pelaku anggota TNI dan POLRI, serta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyebutkan, “Data CATAHU 2022 Komnas Perempuan memperlihatkan kenaikan 83% kasus KBGS dari tahun 2020 sebanyak 940 kasus menjadi sebanyak 1.721 kasus pada 2021. Penerima laporan KBGS terbanyak adalah di LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan WCC (Women Crisis Center) yakni sebanyak 170 kasus, diikuti DP3A (Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak) dan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) sebanyak 22 kasus, serta Pengadilan Negeri sebanyak 13 kasus.”

Kategori KBGS pada pengaduan Komnas Perempuan dan data lembaga layanan didominasi kasus intimidasi secara online (cyber harassment), ancaman penyebaran foto/video pribadi (malicious distribution) dan pemerasan seksual online (sextortion).

Di samping itu, data tahun 2021 juga menunjukkan bahwa perempuan dengan disabilitas intelektual masih menjadi kelompok dengan jumlah tertinggi yang mengalami kekerasan, yakni sebanyak 22 kasus dan diikuti perempuan dengan disabilitas ganda sebanyak 13 kasus. Data tersebut tidak berbeda dengan tahun 2020, yakni kelompok tertinggi yang dilaporkan mengalami kekerasan adalah golongan perempuan dengan disabilitas intelektual.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, "Perempuan dengan disabilitas mengalami diskriminasi yang berlapis sebagai perempuan dan sekaligus sebagai disabilitas, kondisi ini membuat perempuan dengan disabilitas tidak mendapatkan akses informasi dan layanan kesehatan yang baik, bahkan banyak dari mereka yang disenyembunyikan oleh keluarganya."

Menurutnya, kekerasan yang kerap dialami oleh perempuan dengan disabilitas dipengaruhi oleh nilai patriarki, bahwa perempuan ideal adalah perempuan yang cantik, tinggi, bisa masak, bisa malayani suami dan merawat anak dengan baik. Steriotip ini tidak berlaku bagi perempuan disabilitas.

Di sisi lain, Komnas Perempuan juga mencatat adanya 57 aduan Kekerasan Berbasis Gender yang dilakukan oleh anggota TNI, dan ada sebanyak 72 aduan Kekerasan Berbasis Gender yang dilakukan oleh anggota POLRI.

Selama lima tahun terakhir data CATAHU mencatat bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan tidak jauh berbeda, yaitu 36% untuk kekerasan psikis dan 33% untuk kekerasan seksual, disusul kekerasan fisik sebanyak 18% dan terakhir adalah kekerasan ekonomi sebesar 13%.

Sementara itu, selama tahun 2015-2021 data pelaporan kekerasan di dunia pendidikan mengalami fluktuatif. Pada tahun 2021 terjadi penurunan (9 kasus) sementara pada tahun 2020 (17 kasus). Dari laporan tersebut, KBG di Perguruan Tinggi (PT) menempati urutan pertama yaitu 35% disusul di pesantren atau pendidikan berbasis Agama Islam menempati urutan kedua atau 16%, selanjutnya di sekolah SMA/SMK terdapat 15%.

Komnas perempuan mengharapkan RUU TPKS segera dapat disahkan untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan memastikan keadilan bagi korban kekerasan. Komnas Perempuan juga berharap adanya perbaikan infrastruktur dan tata kelola pelayanan pencegahan, penanganan, dan pemulihan perempuan korban kekerasan, khususnya korban kekerasan seksual. [el]



Pertanyaan / Komentar: