Napak tilas, selain upaya merawat ingatan kolektif sebagai langkah yang sistematis, juga memungkinkan publik untuk memahami peristiwa di
masa lalu, serta menggerakan mereka menjadi agen aktif dalam mengupayakan
pemenuhan hak-hak korban dan tentunya memastikan peristiwa serupa tidak
berulang. Selasa, 24 Mei 2022, Komnas Perempuan bersama dengan jaringan masyarakat
sipil, beberapa aktivis ’98, mahasiswa dan media melakukan napak tilas dengan mengunjungi
5 titik terjadinya kerusuhan hingga kekerasan seksual saat Mei 1998 di kota Medan,
Sumatera Utara. Napak tilas ini diinisiasi oleh Komnas Perempuan dan dipandu Komisioner
Komnas Perempuan Veryanto Sitohang. Napak tilas dimulai pada titik terdekat,
yakni menyusuri Jalan Sutomo di depan
kampus Universitas HKBP Nomensen dan outlet Kentucky Fried Chicken (KFC) yang mengalami kerusakan
akibat aksi unjuk rasa pada waktu itu.
Tragedi Mei ’98 meledak pertama kali di kota medan, disusul
kota lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Solo dan lain-lain. Peristiwa diawali pada
tanggal 30 April dan puncaknya di bulan Mei 1998 dengan unjuk rasa mahasiswa
yang menuntut Pemerintah agar segera melakukan reformasi politik, ekonomi, dan hukum. Unjuk
rasa mahasiswa tersebut rencananya akan digelar di depan kantor DPRD Provinsi
Sumatera Utara. Namun karena terhalang oleh aparat yang melakukan pengamanan di
jalan-jalan dan beberapa kampus, mahasiswa kesulitan untuk mencapai kantor
DPRD. Salah satunya adalah aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas HKBP Nomensen yang
mendapatkan perlawanan aparat dan mengakibatkan kekerasan terhadap mahasiswa
serta warga sipil sekitar. Dalam harian Waspada edisi 2 Mei 2022, tercatat sebelas
mahasiswa UHN, dua laki-laki dan sembilan perempuan, ditangkap dan dibawa ke
Poltabes Medan.
Titik
selanjutnya yang dikunjungi Komnas Perempuan adalah lokasi bekas Plaza Buana
Aksara yaitu pusat perbelanjaan yang dibangun tahun 1989 yang berada di Jalan
Aksara Medan. Aksara Plaza dan toko-toko di sekitarnya tidak luput dari
perusakan dan penjarahan oleh massa. Pada waktu itu, aparat keamanan
menembakkan senjata api ke udara untuk menghalau massa yang menyebabkan massa
berlarian ke berbagai penjuru. Di sepanjang jalan, massa melempari rumah-rumah
penduduk dan perkantoran. Akibatnya, Plaza Aksara terbakar, rumah-rumah
penduduk dan perkantoran serta mobil-mobil yang terparkir di pinggir jalan rusak.
Setelah dari Plaza Buana
Aksara, napak tilas bergerak ke arah kampus IKIP Medan, atau yang saat
ini disebut UNIMED di Jalan Pancing. Kampus
IKIP adalah lokasi dimana kekerasan seksual terjadi terhadap mahasiswi saat peristiwa
Mei ’98. Pada tanggal 3 Mei, mahasiswa IKIP berencana melakukan
aksi unjuk rasa ke gedung DPRD Provinsi Sumatera Utara. Melihat pergerakan
mahasiswa IKIP, aparat berupaya menghentikannya dengan memblokade setiap
gerbang kampus. Mahasiswa kemudian melakukan aksi dari dalam kampus dan melempari
aparat dengan batu, memanah dengan ketapel, dan melempar bom molotov. Ketika malam, mahasiswa yang memutuskan keluar
dari kampus dihadang oleh aparat, dan terjadi kekerasan verbal dan kekerasan seksual
terhadap mahasiswi. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat diantaranya
adalah perkataan cabul yang dilontarkan terhadap mahasiswa dan mahasiswi,
menyentuh payudara mahasiswi, melepas paksa kerudungnya serta menunjukkan alat
kelamin untuk menakut-nakuti mahasiswi.
Masyarakat sekitar yang
menyaksikan kejadian tersebut menjadi geram dan bergabung dengan mahasiswa
untuk mendatangi pos polisi di sekitar Jalan Pancing, Mereka menuntut aparat
yang melakukan kekerasan seksual untuk bertanggung jawab. Sementara, akibat dari
kekerasan seksual yang terjadi korban menjadi trauma, depresi bahkan hingga
tidak melanjutkan kuliahnya. Dari refklesi kunjungan ke kampus IKIP, Komnas
Perempuan kemudian menyarankan untuk dibentuk prasasti di IKIP atau Universitas
Negeri Medan sebagai pengingat tentang Tragedi Mei ’98 serta upaya bersama melawan
kekerasan seksual.
Titik terakhir berada
di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Pada 16 Mei 1998, dimotori oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) dan diikuti oleh
beberapa dosen dengan melakukan aksi damai di depan kantor DRPD Sumatera Utara
di jalan Imam Bonjol. Sepanjang aksi, selain menyerukan pengibaran bendera
setengah tiang sebagai tanda duka cita atas meninggalnya mahasiswa Universitas
Trisakti dalam memperjuangkan reformasi di Jakarta, mahasiswa mendesak Sidang
Istimewa penghapusan lima paket UU Politik dan mencabut UU Subversif serta
mengusut tuntas kejadian di Universitas Trisakti Jakarta dan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi IKIP Medan. (SC)
Sumber informasi tambahan: https://indoprogress.com/2018/05/cerita-reformasi-di-medan/