...
Kabar Perempuan
Ketua Komnas Perempuan Soroti Hak Perempuan dalam Investasi Kesehatan untuk Indonesia Emas 2045


Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menegaskan bahwa pemenuhan hak perempuan dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi elemen krusial dalam mencapai Indonesia Emas 2045. Hal ini ia sampaikan dalam diskusi panel bertajuk "Investasi dalam Kesehatan Perempuan: Kunci untuk Meraih Indonesia Emas 2045", yang merupakan bagian dari Konferensi Nasional Perempuan dalam rangka peringatan International Women’s Day dengan tema besar “For ALL Women and Girls: Rights. Equality. Empowerment” di Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Dalam paparannya, Andy mengangkat berbagai realitas yang dihadapi perempuan saat ini, khususnya terkait dampak kekerasan terhadap kesehatan. Ia memulai dengan berbagi kisah nyata yang menggambarkan bagaimana kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berdampak pada korban, tetapi juga pada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Salah satu cerita yang disampaikan adalah tentang seorang bapak yang jatuh miskin setelah istrinya mengalami sakit berkepanjangan akibat trauma kehilangan anak mereka yang tak pernah kembali sejak tahun 1997. Ketidakpastian itu membuat sang ibu mengalami tekanan mental yang berdampak serius pada kesehatannya.

Andy menegaskan bahwa tanpa mengatasi kekerasan terhadap perempuan, Indonesia akan menghadapi hambatan besar dalam mencapai kesetaraan gender. Ia menyoroti bagaimana kekerasan terhadap perempuan memiliki keterkaitan erat dengan kesehatan, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Dampak psikologis akibat kekerasan tidak hanya dirasakan oleh korban langsung, tetapi juga oleh anggota keluarganya. Bahkan, dalam beberapa kasus, korban kehilangan nyawa akibat luka fisik atau tekanan mental yang tak tertahankan.

Ia mengutip data Komnas Perempuan dari Catatan Tahunan 2024, yang mencatat sebanyak 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun lalu. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun tetap dianggap sebagai puncak gunung es, karena lebih banyak kasus yang tidak terlaporkan. Dari data tersebut, Andy mengungkapkan bahwa setiap jam, setidaknya 51 perempuan melaporkan kekerasan yang mereka alami. Untuk kasus kekerasan seksual saja, setiap lima jam, setidaknya ada dua perempuan yang menjadi korban.

Selain itu, Andy juga menyoroti kekerasan terhadap perempuan di fasilitas kesehatan, baik yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap pasien maupun antar individu dalam lingkungan layanan kesehatan.

Dalam kesempatan tersebut, Andy juga mengangkat situasi perempuan dengan kondisi kesehatan tertentu yang lebih rentan mengalami kekerasan. Perempuan yang terinfeksi HIV, misalnya, tidak hanya menghadapi stigma sosial tetapi juga menjadi lebih rentan mengalami kekerasan dalam lingkungan mereka. Data menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan memiliki risiko 1,5 kali lebih besar tertular HIV, sementara perempuan yang sudah positif HIV justru lebih rentan mengalami kekerasan seksual hingga 4,5 kali lipat dibandingkan perempuan lainnya.

Kondisi lingkungan juga menjadi faktor yang memperbesar risiko kekerasan terhadap perempuan. Andy mencontohkan pekerja perempuan di sektor informal yang kerap tidak mendapatkan perlindungan hukum maupun jaminan kesehatan. Di salah satu pabrik pengolahan makanan laut, misalnya, pekerja perempuan mengalami mati jaringan pada tangan mereka akibat kondisi kerja yang buruk dan tidak adanya perlindungan keselamatan kerja.

Sebagai solusi, Andy menegaskan pentingnya investasi dalam kesehatan perempuan sebagai langkah strategis untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Ia mendorong peningkatan akses terhadap layanan kesehatan yang berpihak pada korban kekerasan, termasuk layanan aborsi aman bagi korban kekerasan seksual. Selain itu, ia menyoroti minimnya tenaga konselor bagi perempuan korban kekerasan. Di Sumba, misalnya, hanya terdapat satu konselor untuk melayani empat kabupaten, padahal dukungan psikologis sangat diperlukan bagi para penyintas.

Di akhir paparannya, Andy mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menciptakan kebijakan yang lebih berpihak pada perempuan. Menurutnya, investasi dalam kesehatan perempuan bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga tentang keberpihakan terhadap hak asasi manusia. Jika kesehatan perempuan tidak menjadi prioritas, maka kesetaraan dan keadilan gender sulit dicapai.

"Jika kita ingin mencapai Indonesia Emas 2045, maka memastikan kesehatan dan kesejahteraan perempuan harus menjadi prioritas," pungkasnya.


Pertanyaan / Komentar: