(Fase Mengungkap Kebenaran)
Komnas Perempuan mengembangkan mekanisme dalam penegakan HAM perempuan melalui Pelapor Khusus yang mengadopsi PBB. Pelapor khusus yang dibentuk diantaranya; Pelapor Khusus Aceh dan pelapor Khusus Poso yang merupakan daerah konflik pada masa tersebut. Mandat yang diberikan kepada Pelapor Khusus adalah mendokumentasikan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama – pasca konflik berlangsung serta kebutuhan pemulihan bagi korban dan keluarganya. Pelapor Khusus juga berjejaring dengan mitra lokal di daerah. Laporan dari Pelapor Khusus nantinya akan digunakan untuk advokasi keadilan bagi korban dan keluarganya serta sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan selanjutnya.
Sejumlah kajian juga dikembangkan dalam rangka upaya meningkatkan pemahaman tentang isu-isu terkini dalam penegakan dan pemajuan HAM di Indonesia. Kajian kebijakan lokal dan nasional dilakukan oleh Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan dan dampak kekerasan terhadap kesehatan perempuan dilakukan oleh Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan. Sebagian lain kajian dan dokumentasi dilakukan oleh Gugus Kerja Aceh dan Gugus Kerja Poso
Tekait penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan mulai mengimplementasikan upaya dalam proses pengembangan kinerja yang mencakup: (1). Pengembangan mekanisme penghapusan kekerasan terhadap perempuan; (2) Pengembangan Sistem Pemulihan; (3) Perlindungan Kelompok Rentan Diskriminasi; (4). Reformasi Hukum dan Kebijakan; (5) Pendidikan dan Kampanye Publik; (6) Pembentukan Gugus Kerja; (7). Penguatan Kelembagaan.
Mekanisme pemberian surat dukungan dibentuk Komnas Perempuan karena tidak memiliki mandat untuk pendamping kasus per kasus. Pemberian surat ini ditujukan bagi kasus kekerasan terhadap yang mengalami hambatan dalam proses pencarian keadilan dalam sistem peradilan, maupun lembaga terkait lainnya.
Komnas Perempuan berkerjasama dengan perusahaan swasta The Body Shop yang sedang membuat kampanye tentang domestic violencedi tingkat Asia. Anita Roddick, sebagai pemilik perusahaan tersebut, datang ke Jakarta untuk berpartisipasi dalam kegiatan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan salah satu hasilnya guna penggalangan dana bagi organisasi/lembaga pengada layanan dan pendamping korban.
Komnas Perempuan mengambil peran dalam advokasi pengesahan UU PKDRT dengan menggalang dukungan di komunitas internasional dalam isu UU PKDRT ini. Salah satu dukungan didapatkan dari Pelapor Khusus PBB untuk kekerasan terhadap perempuan, Yakin Ertruk saat menghadiri Regional Consultation di Jakarta. Pada saat konferensi pers, Yakin Ertruk mengangkat urgent issue mengenai pengesahan UU PKDRT. Pada saat itulah, penyataan Yakin dalam kapasitasnya sebagai Pelapor Khusus PBB sekaligus merupakan representasi komunitas internasional, menjadi penguat lahirnya UU PKDRT.
CATAHU
Komnas Perempuan berhasil mengkompilasi data kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani dari 179 lembaga (negara dan masyarakat) di seluruh Indonesia, dengan total kasus mencapai hampir 14.000 kasus. Program CATAHU kemudian menjadi agenda laporan tahunan dari Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan mengembangkan konsep pemulihan Dalam Makna Luasmelalui konsultasi nasional yang diikuti oleh 19 aktivis perempuan dari 19 organisasi di NTT, Papua, Poso, Bengkulu, Solo, dan Jakarta yang bekerja dalam isu hak masyarakat adat, miskin kota, situasi konflik bersenjata, konflik sumber daya alam dan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan.Pada akhirnya, konsep PDML dimaknai tidak terbatas pada penyembuhan fisik dan psikologis, akan tetapi juga terkait dengan pemulihan sosial, akses ekonomi, dukungan keluarga maupun dalam hal keadilan.
Komnas Perempuan memberikan masukan spesifik untuk menjamin akses perempuan Aceh pada keadilan, khususnya yang terkait sistim peradilan yang tengah dibangun dalam konteks penerapan Syariat Islam.
Komnas Perempuan berperan menyusun konsep Undang-Undang tentang perlindungan saksi dan korban dalam kerangka pemenuhan hak saksi dan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan
Komnas Perempuan menginisiasi mandat negara sebagai sebuah pusat data pengetahuan mengenai isu Hak Asasi Perempuan (pada umumnya) dan kekerasan terhadap perempuan (pada khususnya).
(KP dan Lintas Gerakan Perempuan) 1998 - 2001
(Fase Proses Pembentukan) 2002 - 2003
(Fase Membangun Identitas Kelembagaan KP) 2003 - 2006
(Fase Mengungkap Kebenaran) 2007 - 2009
(Fase Transisi dan Konsolidasi) 2010 - 2014
(Fase Konsolidasi Pengetahuan, Kelembagaan Dan Komitmen Berbagai Pihak) 2015 - 2019
(Fase Penguatan Unit, Konsep dan Fungsi (2015-2017); Fase Refleksi, Konsloidasi dan Redefinisi, (2018-2019))