Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dengan Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram menggelar Pelatihan Peliputan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Nusa Tenggara Barat NTB). Kegiatan ini berlangsung di Aula Abdurrahim Unizar, Mataram, Selasa, (9/12/2025).
Pelatihan tersebut mengusung tema “Kita Punya Andil Mendorong Akses Keadilan bagi Perempuan Korban Kekerasan”. Kegiatan ini ditujukan untuk memperkuat peran jurnalis, pers mahasiswa, dan kalangan akademisi dalam menyebarkan pesan keadilan gender serta mendorong praktik jurnalistik yang kritis, berempati, dan berperspektif korban.
Rektor Unizar, Muh. Ansyar, mengatakan peliputan kasus kekerasan terhadap perempuan memerlukan kehati-hatian tinggi agar tidak menimbulkan dampak lanjutan bagi korban maupun pelapor. Ia menilai masih banyak kasus kekerasan yang tidak terungkap karena keterbatasan akses dan kurangnya sensitivitas dalam pemberitaan.
“Kegiatan ini diharapkan menjadi ruang pembelajaran agar informasi yang disampaikan benar-benar memberi manfaat dan perlindungan bagi korban,” kata Ansyar dalam sambutannya.
Dalam pengantar materi, Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar menjelaskan bahwa Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) telah berlangsung sejak 2001 dan menjadi agenda nasional untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap kekerasan berbasis gender. Tahun ini, kampanye mengangkat tema “Gerak Bersama, Kita Punya Andil Kembalikan Ruang Aman”.
Menurut Daden, tema tersebut disusun melalui kerja bersama berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil. Ia menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya kasus kekerasan di ruang-ruang yang seharusnya aman, seperti rumah, lingkungan pendidikan, dan fasilitas kesehatan.
“Kami terhenyak oleh kasus-kasus kekerasan yang sebenarnya sudah lama terjadi, tetapi baru terungkap belakangan. Ruang aman, baik di ruang privat maupun publik, kian tergerus,” ujarnya.
Daden menekankan pentingnya peran media dalam situasi tersebut. Ia meminta jurnalis menghadirkan pemberitaan yang akurat, berperspektif korban, dan tidak memperburuk kondisi psikologis maupun sosial penyintas.
Sementara itu, perwakilan AJI Mataram, Susi Gustiana, menyampaikan materi mengenai kekerasan berbasis gender sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Ia menegaskan jurnalis memiliki peran sebagai pembela HAM, termasuk dalam proses peliputan, wawancara, pengambilan gambar, penulisan, penyuntingan, hingga penayangan berita dengan perspektif HAM dan gender.
Dari pelatihan tersebut, peserta merefleksikan masih maraknya pelanggaran kode etik jurnalistik di Nusa Tenggara Barat (NTB), terutama pengungkapan identitas korban yang berpotensi memicu doxing. Selain itu, ditemukan pula kecenderungan pemberitaan yang memuat detail sadistis kronologi kekerasan serta pendekatan sensasional yang mengabaikan tujuan utama peliputan, yakni perlindungan korban.
Komnas Perempuan, Unizar, dan AJI Mataram berharap pelatihan ini dapat mendorong praktik jurnalistik yang lebih etis dan berpihak pada korban, sekaligus menjadi bagian dari gerak nasional untuk mengembalikan ruang aman bagi perempuan, khususnya di NTB.
