Jakarta, 14 november 2025
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang pembentukan Komisi Percepatan Reformasi POLRI yang disahkan pada Jumat, 7 November 2025 melalui Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025, merupakan langkah penting dalam upaya penguatan reformasi institusi kepolisian, khususnya terkait akuntabilitas, profesionalitas, penghormatan HAM dan kepercayaan publik terhadap Kepolisian. Langkah ini juga menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat, terutama dalam perlindungan serta memperkuat akses terhadap keadilan hukum bagi perempuan dan kelompok rentan.
Namun, Komnas Perempuan menyayangkan formasi tim yang belum menghadirkan keterwakilan perempuan. Reformasi kepolisian bukan hanya mandat teknokratis, tetapi memperkuat supremasi hukum untuk menghadirkan negara yang melindungi dan menjamin akses keadilan bagi seluruh warganya secara adil dan martabat.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa reformasi Polri termasuk di dalamnya penguatan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (TPPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Polri, dengan penambahan jumlah dan kepemimpinan Polwan, serta penerapan gender-responsive policing sebagai langkah strategis untuk menghadirkan layanan kepolisian yang aman, setara, dan berperspektif korban. Peningkatan kapasitas unit PPA, penyidik khusus, dan hadirnya lebih banyak Polwan akan memperkuat respons Polri dalam menangani kekerasan terhadap perempuan, meningkatkan kepercayaan korban, serta memastikan proses penyelidikan dan penyidikan berjalan manusiawi dan tidak diskriminatif.
Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2024 mencatat 330.097 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, meningkat 40.986 (14,17%) dari tahun sebelumnya. Dari data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, pelaporan awal korban paling banyak dilakukan ke Kepolisian sebelum melaporkan ke Komnas Perempuan, yakni sebanyak 407 kasus, baik di ranah personal, publik, maupun negara. Namun, mayoritas korban mengalami kesulitan mengakses keadilan, termasuk reviktimisasi dalam proses pelaporan, ketiadaan ruang aman, kurangnya kerahasiaan, serta lambatnya koordinasi lintas layanan. Unit PPA di sejumlah daerah belum memadai, baik dari sisi jumlah penyidik perempuan, kapasitas penyidik dalam menggunakan perspektif korban, maupun fasilitas pendukung penyelidikan yang aman dan ramah perempuan.
Sebagai kontribusi dalam proses pembenahan institusi, Komnas Perempuan menyampaikan beberapa catatan dan rekomendasi berikut:
Narasumber:
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)
