“Solidaritas, Keadilan, dan Kemanusiaan untuk Palestina: Mengakhiri Genosida dan Melindungi Pembela HAM”
Jakarta, 13 Desember 2025
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperingati Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina sebagai salah satu momen penting bagi komunitas internasional untuk menegaskan kembali komitmen pada keadilan, kemanusiaan, dan perlindungan terhadap rakyat Palestina, khususnya perempuan. Peringatan ini dimulai pada 29 November 1947 melalui Resolusi 181 PBB yang mengusulkan solusi pembagian Palestina menjadi 2 (dua) negara yaitu “negara yahudi” dan “negara arab”. Peringatan ini adalah upaya komunitas internasional pada konflik bersenjata yang tak kunjung berakhir dan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri (self determination) yang berdaulat.
Bagi Komnas Perempuan, situasi kekerasan yang dialami perempuan Palestina bukanlah fenomena baru atau sesuatu yang muncul tiba-tiba sejak 2023. Penderitaan perempuan Palestina telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade. Perempuan Palestina hidup dalam situasi pengungsian berulang, pendudukan militer, blokade yang membatasi akses pada layanan dasar, serta kekerasan struktural yang menciptakan kondisi hidup yang sangat rentan. Eskalasi kekerasan sejak 2023 hingga 2025 membuat situasi perempuan Palestina semakin kritis. Berbagai badan PBB mencatat bahwa sekitar 70% korban jiwa dalam konflik bersenjata tersebut adalah perempuan dan anak-anak, menjadikan mereka kelompok yang paling terdampak dari pemutusan akses pangan, air, listrik, dan layanan kesehatan.
Pada 2025, mekanisme penyelidikan PBB mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa tindakan militer Israel di Gaza memenuhi unsur-unsur genosida berdasarkan Konvensi Genosida. Temuan ini memiliki konsekuensi besar bagi komunitas internasional, karena menegaskan bahwa perempuan Palestina sedang hidup dalam kondisi darurat hak asasi manusia karena berbagai pelanggaran prinsip-prinsip paling fundamental dari hukum humaniter internasional yang dihadapi.
“Perempuan dan anak perempuan Palestina yang selamat dan masih hidup tidak hanya menghadapi kekerasan fisik akibat serangan bersenjata, tetapi juga kekerasan struktural yang menghilangkan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan,” tegas Komisioner Sondang Frishka. “Mereka menghadapi trauma berlapis yang belum pernah berhenti sejak 1948.”
Komnas Perempuan juga menyoroti tindakan pembungkaman terhadap mekanisme hak asasi manusia internasional, khususnya sanksi yang dijatuhkan pemerintah Amerika Serikat terhadap Francesca Albanese, Special Rapporteur PBB untuk situasi HAM di wilayah pendudukan Palestina.
“Serangan terhadap Francesca Albanese adalah serangan terhadap upaya mencari kebenaran dan keadilan bagi rakyat Palestina, termasuk perempuan dan anak perempuan yang paling rentan,” ujar Komisioner Yuni Asriyanti. “Perempuan Pembela HAM wajib dilindungi, bukan diintimidasi.”
Sebagai negara pihak CEDAW, Indonesia memiliki kewajiban moral dan hukum untuk mendukung perlindungan perempuan Palestina dari diskriminasi dan kekerasan dalam situasi perang. Kerangka ini sejalan dengan mandat Komnas Perempuan untuk mencegah, menangani, dan mengadvokasi penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender. Oleh karenanya Komnas Perempuan mendesak pemerintah Indonesia dan komunitas internasional untuk mengambil langkah diplomatik yang lebih tegas memperjuangkan penghentian genosida, serta mendorong perlindungan bagi pembela HAM, termasuk Francesca Albanese.
“Solidaritas terhadap rakyat Palestina bukan sekadar sikap politik, tetapi kewajiban kemanusiaan,” tegas Komisioner Rr. Sri Agustini. “Perempuan Palestina telah melalui lebih dari 75 tahun penderitaan akibat kekerasan struktural dan konflik bersenjata berkepanjangan. Mengabaikan suara mereka berarti membiarkan siklus kekerasan terus berulang.” Menjelang satu tahun gencatan senjata pada 15 Januari 2025, situasi mencekam dan kerentanan menghadapi konflik, serangan sampai saat ini masih terus berlangsung.
Komnas Perempuan akan terus memantau perkembangan situasi, memperkuat advokasi di tingkat nasional dan internasional, serta bekerja bersama jaringan masyarakat sipil untuk memastikan perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan Palestina. Bagi Komnas Perempuan, membela hak perempuan Palestina adalah bagian dari komitmen universal untuk menghentikan kekerasan, memperjuangkan keadilan, dan menjaga martabat kemanusiaan.
Narahubung:
Elsa Faturahmah (081389371400)
