Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Tata Ruang Nasional 2025

today7 jam yang lalu
08
Okt-2025
65
0

”Tata Ruang yang Adil Gender untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Pemulihan Lingkungan”

Jakarta, 8 Oktober 2025

Pada Peringatan Hari Tata Ruang Nasional yang jatuh setiap 8 Oktober, Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan bahwa tata ruang bukan sekadar soal pembangunan infrastruktur atau zonasi wilayah, melainkan juga ruang kehidupan dan keselamatan bagi perempuan. Cara negara di tingkat nasional dan daerah menata ruang menentukan sejauh mana hak perempuan atas rasa aman, kesehatan, lingkungan hidup, dan keadilan sosial dapat terpenuhi.

Ketidakadilan dalam tata ruang baik karena perencanaan yang abai, ketimpangan penguasaan lahan, maupun kebijakan yang berpihak pada kepentingan pemilik modal telah melahirkan bentuk-bentuk kekerasan baru terhadap perempuan. Penataan ruang yang tumpang tindih dan tidak transparan memperbesar potensi konflik sosial, termasuk akibat kebijakan negara yang eksploitatif. Masyarakat adat dan perempuan menjadi kelompok paling terdampak oleh pembangunan yang tidak berkeadilan, terutama di wilayah proyek ekstraktif dan strategis nasional (PSN), yang menyebabkan kerusakan lingkungan, hilangnya sumber penghidupan, serta memperburuk ketimpangan gender dan penurunan kualitas hidup.

Pada 2023, Komnas Perempuan mencatat sembilan kasus konflik agraria dan tata ruang, termasuk satu kasus kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM (PPHAM) di Bali oleh pihak perusahaan. Sementara itu, pada 2024 tercatat delapan kasus serupa yang dilaporkan oleh kelompok perempuan adat, tiga di antaranya terjadi di wilayah proyek strategis nasional (PSN) seperti Kepulauan Riau, dan sisanya di wilayah non-PSN seperti Bali dan Lampung. Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan ulang pendekatan pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria dan tata ruang yang selama ini masih menempatkan masyarakat, khususnya perempuan adat, dalam posisi rentan dan termarginalkan. Kasus kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM di Bali juga menyoroti urgensi kebijakan perlindungan anti-SLAPP (Strategic Lawsuits Against Public Participation) sebagaimana diamanatkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, agar perempuan pembela HAM lingkungan terlindungi dari upaya pembungkaman melalui jalur hukum.

Komisioner Sundari Waris menyampaikan, dari pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa perempuan adat terus menjadi kelompok yang paling rentan dalam konflik agraria dan tata ruang. Mereka menghadapi perampasan wilayah adat yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan, spiritualitas, dan identitas budaya mereka. Ketika ruang hidup dirampas, perempuan adat menanggung beban berlapis: kehilangan sumber penghidupan, bertanggung jawab atas kebutuhan ekonomi dan pangan keluarga, serta harus menghadapi kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat eksploitasi sumber daya alam oleh pemegang konsesi. Situasi ini diperparah dengan kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM dan masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah, lingkungan hidup, dan identitas budaya mereka.

Pola kekerasan terhadap perempuan adat terus berulang setiap tahun sebagaimana tercatat dalam laporan Komnas Perempuan, menunjukkan lemahnya upaya pencegahan dan penanganan yang sistematis. Kondisi ini mencerminkan ketimpangan kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya alam, di mana negara masih memandang ruang sebagai komoditas ekonomi, bukan ruang hidup masyarakat. Tumpang tindih regulasi seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU Agraria, dan UU Kehutanan memperburuk kerentanan masyarakat adat melalui izin yang tidak sinkron dan ketidakpastian hukum. Termasuk perempuan adat yang kehilangan bukan hanya tanah, tetapi juga kedaulatan atas budaya, tubuh, identitas, dan martabatnya.

Komisioner Yunia Asriyanti mengingatkan pentingnya implementasi Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM sebagai pedoman bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pelaku usaha dalam memastikan seluruh kegiatan ekonomi menghormati hak asasi manusia, tidak menimbulkan kekerasan, diskriminasi, atau pelanggaran terhadap perempuan, serta mendorong penguatan pengawasan publik dan advokasi menuju tata ruang yang berkeadilan gender dan ekologis.

Untuk itu  Komnas Perempuan merekomendasikan:

  1. Kepada Kementerian ATR/BPN dan KLHK: Memastikan kebijakan penataan ruang dan pengelolaan sumber daya alam mengintegrasikan perspektif gender dan HAM, serta menerapkan mekanisme anti-SLAPP untuk melindungi perempuan pembela HAM lingkungan.
  2. Kepada Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah: Menjamin partisipasi bermakna perempuan, masyarakat adat, dan kelompok rentan dalam penyusunan RTRW serta kebijakan tata ruang daerah yang transparan, adil, dan responsif gender.
  3. Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkum Kemenham: Mengarusutamakan keadilan gender, HAM, dan keberlanjutan dalam perencanaan pembangunan nasional serta memastikan kepastian hukum bagi perempuan dalam konflik agraria dan tata ruang.
  4. Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian: Melakukan sinkronisasi kebijakan lintas sektor agar tidak terjadi tumpang tindih izin dan perampasan ruang hidup masyarakat adat dan perempuan.
  5. DPR RI, dan DPD RI: Mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, serta melakukan pengawasan terhadap kebijakan tata ruang dan lingkungan hidup agar selaras dengan prinsip keadilan gender dan HAM.
  6. APH/Polri, Kejaksaan, Pengadilan: Menjamin perlindungan hukum bagi perempuan pembela HAM lingkungan dan masyarakat adat yang menghadapi ancaman atau kriminalisasi dalam konflik tata ruang.
  7. Sektor Swasta: Memastikan kegiatan usaha tidak menimbulkan kekerasan atau diskriminasi terhadap perempuan, serta memperkuat pengawasan publik dan advokasi untuk tata ruang yang berkeadilan gender dan ekologis.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa tata ruang yang tidak adil adalah bentuk kekerasan struktural. Negara harus hadir tidak hanya sebagai pengatur ruang, tetapi juga sebagai pelindung hak warga atas ruang hidup yang aman dan berkeadilan. Momentum Hari Tata Ruang Nasional ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati adalah pembangunan yang menghadirkan ruang aman, kesejahteraan bagi seluruh warga, bukan yang mengorbankan masyarakat dan perempuan demi kepentingan investasi.

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan