Siaran Pers Komnas Perempuan
Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional
Pengesahan
RUU Perlindungan PRT: Kebijakan Afirmatif untuk Menyejahterakan PRT
Jakarta, 15 Februari 2021
Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional diperingati pada setiap 15
Februari. Momentum ini lahir sejak tahun 2007 sebagai hasil refleksi atas peristiwa penyiksaan dan kekerasan terhadap PRT Anak (PRTA) berusia 14
tahun bernama Sunarsih. Sunarsih adalah korban perdagangan orang yang dipaksa
bekerja di Surabaya, Jawa Timur. Semasa bekerja, Sunarsih mengalami penyiksaan,
perlakuan tidak manusiawi dari majikannya dan tidak menikmati hak-haknya
sebagai pekerja dan anak. Hak-hak tersebut antara lain tidak diberi upah, jam kerja yang lebih dari 18 jam, diberi
makan yang tidak layak, tidak mendapat akses untuk keluar rumah karena dikunci,
tidak bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dan tidur di lantai jemuran. Akibat seluruh perlakuan tersebut, Sunarsih akhirnya meninggal dunia pada 12 Februari 2001.
Kasus-kasus pelanggaran hak, kekerasan dan penyiksaan terhadap PRT dan
PRTA di dalam negeri sebagaimana dialami oleh Sunarsih masih terus terjadi.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2020) melaporkan adanya 17 kasus PRT
sepanjang tahun 2019 yang pengaduannya diterima oleh Komnas Perempuan secara
langsung. Sedangkan kasus PRT yang dilaporkan ditangani oleh Women Crisis Centre & Lembaga
Swadaya Masyarakat (WCC & LSM) sebanyak 17 kasus, dan 2 kasus PRT
dilaporkan ditangani oleh pengadilan negeri. Sementara itu, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah
Tangga (JALA PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT
dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan
ekonomi. Tak jarang, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung pada kematian.
Kerentanan yang dialami PRT ini semakin memburuk saat pandemi COVID-19.
Temuan dalam Kajian Komnas Perempuan
tentang Dampak Kebijakan Penanganan
COVID-19 (2020) menunjukkan bahwa PRT yang bekerja dan tinggal di rumah majikan rentan terpapar
virus lantaran tugas mereka melayani keluarga pemberi kerja khususnya yang
dalam kondisi sakit. Selain itu, sebagian besar mereka tidak memiliki jaminan
kesehatan dan terabaikan dari skema bantuan sosial.
Sebagai salah satu alternatif
pekerjaan yang banyak diampu oleh perempuan, kontribusi PRT cukup signifikan
dalam ekonomi keluarga, baik keluarga pemberi kerja dan PRT sendiri, juga pada
ekonomi nasional. Namun, akibat belum adanya pengakuan dan perlindungan
terhadap PRT, pada situasi pandemi seperti saat ini banyak PRT kehilangan pekerjaan yang potensial
meningkatkan kemiskinan berwajah perempuan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan angka pengangguran yang
ditengarai terjadi akibat dari pandemi COVID-19. Pada periode Agustus 2020 jumlah pengangguran mencapai
9,77 juta orang. Dalam periode yang sama jumlah angkatan kerja naik
2,36 juta orang menjadi 138,22 juta orang, namun orang yang bekerja justru
turun 310.000 orang menjadi 128,45 juta orang. Diperkirakan hal ini akan terus
bertambah pada 2021. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
memprediksi pada 2021 angka pengangguran potensial menyentuh 12,7 juta orang.
Di tengah kerentanan PRT berhadapan dengan kekerasan, diskriminasi, dan pemiskinan, pengakuan dan perlindungan
hukum terhadap PRT melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU
PPRT) mendesak untuk segera dibahas dan disahkan. Komnas Perempuan
berpandangan, pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT akan menguntungkan banyak pihak yaitu PRT sendiri, Pemberi Kerja dan ekonomi Negara pada umumnya. Tidak ada ruginya sama sekali bagi DPR-RI dan Pemerintah untuk segera
mengakui dan melindungi PRT melalui Undang-Undang. Sebaliknya, kepastian hukum,
perlindungan terhadap kedua belah pihak (Pemberi Kerja dan PRT), serta afirmasi terhadap kerja rumah tangga sebagai pekerjaan dan sumber ekonomi rumah tangga melalui Undang-Undang
Perlindungan PRT, akan membawa manfaat dan keuntungan bagi semua. Sudah terlalu
lama RUU Perlindungan PRT antri di DPR RI, berulang kali terdaftar sebagai
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI sejak periode 2004-2009 hingga
kemudian masuk RUU Prioritas Prolegnas 2020. Saatnya DPR RI menunjukkan
keberpihakannya kepada kelompok miskin, marginal dan rentan terutama dalam
memastikan tidak ada lagi Sunarsih-Sunarsih lain di negeri ini.
Pada peringatan Hari PRT Nasional 2021 ini, Komnas Perempuan kembali
mengingatkan bahwa kehadiran Undang-Undang Perlindungan PRT merupakan bagian
dari wujud tanggung jawab negara. Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28I (4) menyatakan bahwa
“perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah”. Hal tersebut juga selaras dengan
amanat Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(CEDAW) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 7 tahun 1984, tepatnya
pada pasal 2 (b) “Negara Pihak penting membuat peraturan perundang-undangan
yang tepat dan upaya lainnya, dan di mana perlu termasuk sanksi-sanksi, yang
melarang semua diskriminasi terhadap perempuan”.
Pada Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, Komnas Perempuan
merekomendasikan:
1. Mendorong DPR RI untuk menetapkan RUU Perlindungan PRT sebagai Prioritas
Prolegnas 2021 dan RUU Inisiatif DPR, membahas dan mengesahkan RUU ini.
Pengakuan dan Perlindungan PRT melalui undang-undang akan memberikan kepastian hukum, perlindungan
dan pemenuhan hak konstitusi kaum perempuan khususnya PRT dan Pemberi Kerja. Pada masa pandemi,
perlindungan PRT sangat mendesak untuk segera diwujudkan guna mengurangi
kerentanan dan segala bentuk kekerasan, penyiksaan dan perdagangan manusia;
2. Mendorong setiap Fraksi di Badan Legislasi DPR RI untuk terus
berkomitmen, berpihak dan berupaya dalam melindungi warga negara khususnya
perempuan PRT. RUU ini menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan serta mengedepankan
nilai-nilai kekeluargaan dan semangat gotong royong yang menjadi nilai bangsa Indonesia;
3. Mendorong Pemerintah RI untuk
segera meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja
Layak bagi PRT. Konvensi ini merupakan bentuk pengakuan dan perlindungan
terhadap PRT yang selama ini terpinggirkan dari skema perlindungan pekerja pada
umumnya. Dengan meratifikasi Konvensi ILO 189, maka dalam hubungan
internasional Pemerintah Indonesia mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam
upaya peningkatan perlindungan PRT di luar negeri;
4. Meminta masyarakat yang lebih luas dan media untuk mendukung pengesahan
RUU Pelindungan PRT dan mengawasi pembahasannya di DPR RI serta mendukung
ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT. Sebagai sesama warga
negara dan dengan semangat solidaritas yang tinggi, masyarakat sipil diharapkan
dapat terus menyuarakan pentingnya perwujudan perlindungan PRT demi kehidupan
yang adil, sejahtera dan setara.
Kontak
Narasumber:
Mariana Amiruddin
Theresia Iswarini
Satyawanti Mashudi
Tiasri Wiandani
Andy Yentriyani
Narahubung
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)