Siaran Pers Sikap Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia terhadap Aksi Demonstrasi di Berbagai Daerah di Indonesia dan Penanganannya

today19 jam yang lalu
03
Sep-2025
539
0

 

Jakarta, 3 September 2025

 

Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) menaruh atensi yang serius terhadap aksi unjuk rasa maupun peristiwa terkait yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Tiap-tiap lembaga secara aktif melakukan pendalaman sesuai kewenangan masing-masing.

Komnas HAM sejak 25 Agustus 2025 hingga hari ini telah melakukan pengamatan situasi di 3 (tiga) wilayah yaitu Jakarta, Bandung, dan Solo serta terus melakukan pengamatan media dan media sosial setidaknya di 17 wilayah di Indonesia. Hingga saat ini, Komnas HAM mencatat terdapat 10 korban meninggal dunia dalam gelombang aksi unjuk rasa di seluruh Indonesia.

Di Jakarta, pantauan Komnas HAM di lapangan menemukan bahwa sejak 25-31 Agustus 2025 sebanyak 1.683 peserta aksi ditahan di Polda Metro Jaya dan sebagian besar sudah dibebaskan. Ditemukan pula terdapat 250 korban dibawa ke rumah sakit, sebanyak 9 (sembilan) orang dirawat inap dan 241 orang rawat jalan yang tersebar di berbagai rumah sakit di Jakarta. Selain itu ditemukan juga 2 (dua) korban meninggal dunia, atas nama Affan Kurniawan dan Andika Lutfi Falah.

Di Bandung, Komnas HAM berkoordinasi dengan dinas terkait dan menemukan bahwa sejak 28 Agustus 2025 hingga 1 September 2025, 429 peserta aksi menerima penanganan medis. 46 diantaranya sempat dirujuk ke rumah sakit dan 2 (dua) orang masih dirawat. Tim Komnas HAM saat ini masih terus melanjutkan tinjauan lapangan dan dalam proses konfirmasi jumlah peserta aksi yang diamankan oleh pihak kepolisian di wilayah Bandung dan sekitarnya.

Di Solo Komnas HAM menemukan sebanyak 89 orang ditangkap sejak 29-31 Agustus 2025 namun sudah dibebaskan semua untuk dibina karena usia yang masih remaja. Pada Senin 1 September 2025, sebanyak 14 (empat belas) orang anak diamankan karena diduga membawa bom molotov dan hingga saat ini masih dalam proses pemeriksaan. Selain itu, ditemukan sejumlah korban luka baik dari peserta aksi maupun dari pihak kepolisian yang mengamankan. Komnas HAM berencana untuk melakukan pemantauan situasi dan tinjauan lapangan di beberapa wilayah lain di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.

Sedangkan berdasarkan pemantauan media yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, selama periode aksi 25-31 Agustus 2025, terdapat 36.117 pemberitaan dari 2.473 media online menyoroti demonstrasi yang meluas di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Papua dan Riau. Sementara dari laporan organisasi masyarakat sipil serta lembaga layanan Komnas Perempuan mendapati perluasan wilayah aksi hingga ke 22 wilayah lainnya, yakni Aceh, Medan, Padang, Bekasi, Cirebon, Brebes, Yogyakarta, Pekalongan, Semarang, Sumenep, Kediri, Pontianak, Palangkaraya, Palopo, Banjarmasin, Samarinda, Palu, Manado, Kendari, Bali, NTB, NTT.

Temuan di lapangan juga menunjukkan perempuan dan anak perempuan menjadi sasaran khusus represi, mulai dari penahanan tanpa prosedur, pelecehan seksual di ruang aksi maupun melalui pesan digital, hingga ujaran kebencian bernuansa SARA dan seksis serta berita-berita hoax yang digunakan untuk membungkam suara kritis dan menciptakan ketakutan.

Sementara itu kelompok rentan seperti disabilitas dan lansia menghadapi hambatan mobilitas dan kesulitan untuk menyelamatkan diri ketika terjadi bentrokan selama aksi hingga risiko tinggi akibat sweeping dan patroli oleh aparat. Pola ini mengulang pengalam kelam Mei 1998, dimana berita-berita hoax digunakan untuk membungkam suara kritis dan menciptakan ketakutan. Setidaknya, Komnas perempuan menemukan empat informasi hoax tentang isu perkosaan dan kekerasan seksual yang beredar di sosial media, dengan potensi jumlah ini bisa bertambah. 

Komnas Perempuan juga menyoroti pembatasan koneksi internet di lokasi-lokasi tempat unjuk rasa di beberapa daerah, serta praktik penyitaan telepon seluler dari warga yang ditangkap. Pemutusan jaringan dan penyitaan perangkat komunikasi menghalangi korban mencari bantuan, menghambat dokumentasi kekerasan, serta semakin mengisolasi, khususnya perempuan yang hendak melaporkan ancaman kekerasan.

Selain itu Ombudsman Republik Indonesia juga menemukan fakta bahwa masih terdapat korban pasca demo yang dirawat di rumah sakit namun belum ada pihak yang menanggung biaya pengobatannya. Selanjutnya terkait dengan kerugian negara yang diakibatkan dari tindakan anarkisme merusak fasilitas umum juga perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah baik di pusat maupun daerah.

Komisi Nasional Disabilitas juga menyoroti bahwa dalam kondisi kerusuhan atau kekerasan massa, penyandang disabilitas berisiko lebih tinggi menjadi korban karena keterbatasan akses terhadap perlindungan, evakuasi, dan informasi. Lebih dari itu, kekerasan yang terjadi juga dapat menimbulkan disabilitas baru, baik fisik maupun mental, pada individu yang sebelumnya tidak menyandang disabilitas. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu yang terdampak langsung, tetapi juga oleh keluarga mereka, yang harus menghadapi beban psikososial dan ekonomi yang meningkat. Oleh karena itu, pendekatan damai dan perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, harus menjadi prioritas.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai secara umum dampak dari penanganan unjuk rasa lewat adanya penangkapan berdampak pada kemauan dan kapabilitas korban untuk memohonkan perlindungan. LPSK menemukan terdapat kebutuhan hak akses pendampingan proses hukum dan informasi proses hukum menjadi kebutuhan para pendamping dan keluarga korban. Hal tersebut juga berkaitan dengan syarat formil pengajuan permohonan perlindungan. Sejumlah peserta aksi juga masih mengalami trauma dan keluarga korban masih belum berkenan menandatangani surat kuasa karena ada kekhawatiran 

Berdasarkan kunjungan LPSK ke sejumlah rumah sakit, terdapat korban luka dari peserta unjuk rasa, aparat kepolisian dan masyarakat. Sejumlah RS mendapat rujukan korban unjuk rasa dan dilakukan pengobatan secara gratis dengan biaya pemerintah daerah dan lembaga terkait. Namun terkait korban luka berat yang masih membutuhkan perawatan jangka panjang dan kebutuhan rehabilitasi psikologis diperlukan asesmen lebih lanjut.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menemukan di lapangan banyaknya aparat yang belum memahami tata cara perlakukan anak yang berhadapan dengan hukum dengan baik dan benar sebagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di beberapa Polres, KPAI turut mendampingi keluarga dan menemukan dugaan perlakuan tidak manusiawi serta pembatasan akses komunikasi dengan keluarga maupun akses bantuan hukum.

Terlepas dari berbagai temuan selama rangkaian aksi demonstrasi, LNHAM memberikan apresiasi terhadap berbagai aksi damai dan inisiatif saling jaga yang dilakukan masyarakat dari berbagai golongan dan kelompok, baik secara luring maupun daring. Hal tersebut adalah penegasan penolakan masyarakat terhadap provokasi, tindakan anarkisme maupun penggunaan isu SARA.

Pimpinan Daerah dan Pejabat Negara lain di beberapa wilayah yang sudah membuka pintu untuk mendengarkan aspirasi dari para peserta aksi adalah contoh baik yang perlu ditiru dan dilanjutkan di seluruh Indonesia. Keterbukaan informasi dan dialog tersebut terbukti dapat meredam konflik dan tindakan-tindakan kekerasan.

Selanjutnya, berdasarkan temuan masing-masing lembaga dan merespon situasi saat ini yang terus berkembang, LNHAM merekomendasikan para pihak hal-hal sebagai berikut:

  1. Kepolisian Republik Indonesia untuk
    1. membebaskan peserta aksi yang ditangkap dan ditahan baik di Polda, Polres maupun Polsek
    2. tidak melakukan tindakan represif dalam pengamanan aksi unjuk rasa, penggunaan kekuatan berlebih, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip hak asasi manusia serta melakukan evaluasi secara komprehensif atas tata kelola pengamanan aksi unjuk rasa;
    3. memberikan akses atas bantuan hukum kepada para korban yang saat ini masih ditahan baik di Polda, Polres hingga Polsek;
    4. memperlakuan anak yang berhadapan dengan hukum secara manusiawi dan menjalankan proses penegakan hukum sebagaimana UU Perlindungan anak serta Peradilan Pidana Anak
    5. bekerja secara efektif, profesional dan mengedepankan keselamatan warga sipil serta mengkoordinasikan situasi dengan jajaran pemerintahan terkait
  2. Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia untuk bekerja secara efektif, profesional dan mengedepankan keselamatan warga sipil serta mengkoordinasikan situasi dengan jajaran pemerintahan terkait;
  3. Pemerintah Republik Indonesia dan DPR untuk
    1. menghormati, melindungi dan memenuhi hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagai hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta menjamin kebebasan pers jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya;
    2. membuka ruang partisipasi, kritik, dialog dan aspirasi dari masyarakat serta menghindari pernyataan, sikap dan tindakan yang berpotensi menimbulkan keresahan publik;
  4. Meminta Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
    1. menyediakan sarana evakuasi, layanan medis, dan bantuan bagi korban dan masyarakat terdampak.
    2. segera melakukan revitalisasi fasilitas publik yang mengalami kerusakan akibat dari aksi yang terjadi.
  5. Menghimbau masyarakat untuk terus melakukan aksi unjuk rasa secara damai, menjaga situasi yang kondusif, serta menghindari segala bentuk provokasi dan tidak terpancing dengan tindakan-tindakan anarkis yang akan merugikan masyarakat.

 

KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA RI 

KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN RI 

OMBUDSMAN RI 

KOMISI NASIONAL DISABILITAS RI 

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RI 

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan