...
Kabar Perempuan
Dengar Masukan Multipihak, Komnas Perempuan Uji Penggunaan Instrumen Pemetaan Situasi Kepemimpinan dan Kesehatan Reproduksi Perempuan di Lombok Timur


Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar uji coba “Instrumen Pemetaan Situasi Kepemimpinan dan Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Konteks Krisis Iklim di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat” pada 15-16 Agustus 2025 lalu. Pada hari pertama, Komnas Perempuan menggelar diskusi terpumpun dengan perwakilan organisasi perangkat daerah dan organisasi masyarakat sipil. Selanjutnya, diskusi dilaksanakan dengan perwakilan perempuan pesisir di hari berikutnya. 

Ketua Resource Center Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, mengatakan bahwa rangkaian pertemuan dan diskusi ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan perbaikan dari berbagai pihak atas instrumen pemetaan yang tengah dikembangkan Komnas Perempuan. “Uji coba penggunaan instrumen ini untuk mendapatkan gambaran apakah saat digunakan para informan dapat memahami dengan baik pertanyaannya. Dengan demikian, substansi pemetaan yang diharapkan ke depan dapat diraih. Tentu saja masukan-masukan yang di dapat dalam pertemuan ini akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan instrumen yang disusun saat ini,” terangnya. 

Lebih lanjut Chatarina menyampaikan bahwa penyusunan Instrumen Pemetaan Situasi Kepemimpinan dan Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Konteks Krisis Iklim ini merupakan tindak lanjut dari pengembangan pengetahuan dalam konteks serupa yang dilakukan 2024 lalu. Setelah menerbitkan laporan bertajuk Lenting dalam Kegentingan, Komnas Perempuan memandang penting untuk mendalami persoalan ini dengan lebih terfokus. “Aspek kepemimpinan dan kesehatan reproduksi dipilih karena menjadi tumpuan dalam ketahanan dan keberlanjutan perempuan dalam mitigasi iklim,” tambahnya. 

Penanggung Jawab Subid Kesehatan dan Sosial Bidang P2M Bappeda Lombok Timur, Satar, menyambut baik usaha Komnas Perempuan tersebut. Ia menyampaikan bahwa Kabupaten Lombok Timur memiliki beberapa tantangan dalam dua aspek yang disebutkan. Pernikahan dini, kehamilan tidak diinginkan, dan kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi disebutkan sebagai tantangan yang menonjol. “Rata-rata usia kawin pertama perempuan Kabupaten Lombok Timur tahun 2024 adalah 20,7 tahun. Tapi ini lebih baik dari tahun sebelumnya, dalam data kami pada tahun 2023, dengan rata-rata 19,7 tahun,” ungkap Satar (15/08). 

Hal senada disampaikan Endang, salah satu perempuan nelayan di Lombok Timur. Dalam diskusi pada 16 Agustus 2025, ia menyampaikan pernikahan dini menjadi faktor yang turut memberatkan kehidupan perempuan. “Nikah dini ini rata-rata terjadi pada anak yang putus sekolah, hingga tsanawiyah. Jika bercerai, hidup ibu tambah sulit, karena tidak berpendidikan,” jelas Endang. 

Menyadari hal tersebut, instrumen pemetaan ini diharapkan dapat menjadi alat untuk melihat akar hingga dampak kerentanan perempuan dalam konteks lingkungan yang terus berubah, termasuk di lingkungan pesisir.  Beberapa indikator pun digunakan dalam instrumen ini, seperti partisipasi, resiliensi, hingga akuntabilitas pemenuhan hak. “Indikator-indikator ini akan menjadi tumpuan pemetaan agar pengalaman perempuan dapat terdokumentasikan dengan utuh,” pungkas Chatarina.  


Pertanyaan / Komentar: