Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) di Provinsi Jawa Barat pada 4-7 Desember 2025. Kegiatan ini didukung oleh United Nations Population Fund (UNFPA) dan Pemerintah Kanada melalui Program Berani II, serta melibatkan kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas akar rumput.
Komnas Perempuan telah memimpin pelaksanaan kampanye 16 HAKTP secara nasional sejak 2001, bekerja sama dengan jaringan masyarakat sipil, pemerintah, akademisi, media, dan komunitas akar rumput. Pada 2025, Jawa Barat dipilih sebagai salah satu wilayah prioritas mengingat tingginya angka kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2024, Jawa Barat mencatat 55.660 kasus, tertinggi secara nasional.
Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar menegaskan bahwa situasi tersebut memerlukan respons serius dan kolaboratif.
“Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Jawa Barat menunjukkan bahwa ruang aman belum sepenuhnya terwujud. Kampanye 16 HAKTP ini kami dorong sebagai ruang konsolidasi lintas sektor agar negara dan masyarakat hadir lebih kuat dalam pencegahan dan penanganan kekerasan,” ujar Daden.
Rangkaian Kegiatan Strategis
Pelaksanaan kampanye berlangsung selama empat hari dengan agenda dialog kebijakan, edukasi komunitas, seminar akademik, forum multipihak, hingga kampanye publik di ruang terbuka. Rangkaian kegiatan dirancang untuk menjangkau pemerintah daerah, pesantren, mahasiswa, akademisi, tenaga kesehatan, pendamping korban, media, dan masyarakat umum.
Pada 4 Desember 2025, Komnas Perempuan mengawali rangkaian kegiatan dengan pertemuan bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang diwakili Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Dalam pertemuan tersebut, Komnas Perempuan memaparkan situasi kekerasan berbasis gender dan menyampaikan rekomendasi penguatan ruang aman, layanan terpadu, serta mekanisme monitoring.
Di hari yang sama, dialog dilanjutkan dengan Pemerintah Kota Bandung yang dihadiri Wakil Wali Kota, DP3A, serta sejumlah OPD terkait. Pemerintah Kota Bandung menyampaikan perkembangan penting berupa lahirnya Perda Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemberdayaan Perempuan, yang menjamin hak-hak dasar perempuan serta kewajiban pemerintah daerah dalam perlindungan dan pemberdayaan perempuan secara terpadu. Kota Bandung juga telah menyediakan layanan terpadu bagi korban, termasuk visum gratis, rumah aman, dan program pemberdayaan ekonomi penyintas.
Masih pada 4 Desember 2025, Komnas Perempuan menggelar kampanye dan edukasi di Pesantren Nurul Iman Cibaduyut, Bandung, yang diikuti 200 peserta. Diskusi interaktif membahas konsep ruang aman, batas tubuh, dan kekerasan digital. Para santri menunjukkan antusiasme tinggi melalui pertanyaan yang relevan dengan pengalaman sehari-hari.
Selanjut, kampanye berlanjut dengan forum multipihak yang digelar pada Jumat (6/12/2025) dan dihadiri 60 peserta dari unsur pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, mahasiswa, media, serta Komnas Perempuan. Diskusi kelompok menghasilkan rekomendasi penguatan edukasi publik, koordinasi layanan, perbaikan alur rujukan, dan peningkatan kapasitas tenaga layanan. Forum juga membahas secara kritis Raperda “Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual” agar tidak bertentangan dengan prinsip HAM dan tidak diskriminatif.
Rangkaian kampanye juga diperkuat melalui diskusi publik di Universitas Padjadjaran (Unpad), yang bekerja sama dengan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) dan Fakultas Kedokteran Unpad, dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, bekerjasama dengan Satgas PPKS UIN Bandung. Di Unpad, lebih dari 200 peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan tenaga kesehatan mengikuti diskusi tentang ruang aman di fasilitas kesehatan. Komisioner Komnas Perempuan Devi Rahayu menekankan pentingnya perspektif korban dalam layanan kesehatan.
“Fasilitas kesehatan sering menjadi pintu pertama korban mencari pertolongan. Tanpa perspektif korban dan SOP yang sensitif gender, layanan justru berisiko melahirkan viktimisasi sekunder,” jelas Devi.
Hasil post-test menunjukkan peningkatan pada pemahaman peserta terkait layanan berperspektif gender, prinsip informed consent, serta pentingnya layanan holistik medis–psikologis–mediko-legal.
Sementara itu, diskusi di UIN Bandung menyoroti implementasi UU TPKS dan kebijakan pencegahan kekerasan seksual di kampus. Survei peserta menunjukkan peningkatan literasi mahasiswa mengenai kekerasan berbasis gender, mekanisme pelaporan, dan peran satgas kampus.
Kampanye 16 HAKTP di Jawa Barat ditutup dengan kegiatan edukatif di Car Free Day (CFD) Dago, Taman Cikapayang, pada 7 Desember 2025. Melalui pos edukasi keamanan digital, body mapping untuk anak dan remaja, serta konsultasi hukum dan psikologi gratis, kegiatan ini menjangkau lebih dari 100 pengunjung, dengan 83 orang bersedia mengisi data audiens (55 perempuan dan 28 laki-laki).
Dorong Komitmen Berkelanjutan
Komnas Perempuan menegaskan bahwa kampanye 16 HAKTP bukan sekadar agenda tahunan, melainkan upaya berkelanjutan untuk mendorong perubahan struktural dan kultural.
“Ruang aman hanya bisa terwujud jika ada komitmen bersama yang berkelanjutan—dari kebijakan, layanan, hingga perubahan cara pandang masyarakat,” tutup Daden Sukendar.
Melalui rangkaian kegiatan ini, Komnas Perempuan berharap Jawa Barat dapat menjadi contoh penguatan kolaborasi multipihak dalam membangun ruang aman dan memastikan hak-hak perempuan terlindungi secara nyata.
