Jakarta, 11 Agustus 2025 – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melakukan dialog dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) di kantor KP2MI untuk memberikan masukan terhadap Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Dialog ini bertujuan memastikan revisi UU PPMI menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan substantif berbasis gender dan hak asasi manusia bagi pekerja migran, khususnya perempuan.
Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor membuka pertemuan dengan memaparkan Kertas Kebijakan Untuk Masukan terhadap Revisi UU PPMI. Ia menggarisbawahi bahwa revisi UU PPMI harus berangkat dari pendekatan berbasis hak asasi manusia dan analisis gender. Dalam pemaparannya, ia menyoroti berbagai aspek yang perlu diatur, mulai dari pengakuan dan perlindungan khusus bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Migran, penguatan perlindungan bagi keluarga PMI, hingga jaminan sosial lintas negara. Ia juga menekankan pentingnya transparansi biaya penempatan, mekanisme restitusi bagi korban kekerasan atau kerugian, partisipasi bermakna dari organisasi masyarakat sipil serta serikat pekerja migran, dan berbagai isu krusial lainnya.
Masukan itu disambut oleh Komisioner Devi Rahayu yang menambahkan perspektif penting terkait PRT migran. Menurutnya, meski RUU PPRT belum disahkan, RUU PPMI tetap harus mengakomodasi perlindungan bagi pekerja rumah tangga yang bekerja di luar negeri. Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan moratorium penempatan PMI sering kali menjadi pedang bermata dua: dimaksudkan untuk melindungi, tetapi justru membuka celah bagi keberangkatan non-prosedural. Devi juga menguraikan pentingnya perjanjian bilateral bagi negara yang belum memiliki kebijakan perlindungan, serta perlunya fasilitas shelter dan layanan psikologis, khususnya bagi korban perdagangan orang yang kerap terjebak menjadi PMI non-prosedural akibat tarik ulur kewenangan antar K/L.
Sementara itu, Komisioner Irwan Setiawan menekankan potensi besar pemerintah daerah dalam memperkuat layanan bagi korban kekerasan melalui UPTD dan peran koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk memastikan proses pemulangan PMI berjalan lancar.
Menanggapi rangkaian masukan tersebut, Wakil Menteri KP2MI Christina Aryani menyampaikan apresiasinya. Ia mengakui bahwa aspirasi yang disampaikan Komnas Perempuan sangat penting, namun dalam merumuskan kebijakan, pemerintah juga perlu bersikap realistis agar implementasinya tidak terkendala di lapangan. Christina memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi, mulai dari tumpang tindih kewenangan antar kementerian, minimnya anggaran daerah yang sebagian besar bergantung pada dana pusat, hingga praktik perekrutan langsung oleh asing. Ia juga mengungkap modus penempatan melalui skema magang yang tidak sesuai keahlian, moratorium karena negara penempatan tidak memenuhi standar perlindungan minimal, serta keterbatasan perlindungan bagi PMI perseorangan yang asuransinya kerap tidak memadai.
Menurut Christina, salah satu strategi yang perlu diperkuat adalah integrasi data antara KP2MI dan Kementerian Luar Negeri. Ia juga menilai aturan biaya penempatan harus disusun fleksibel sesuai realitas lapangan, dan pemerintah daerah perlu didorong untuk melihat kontribusi ekonomi PMI agar lebih berkomitmen pada perlindungan.
Direktur Reintegrasi dan Penguatan Keluarga KP2MI, Hadi Wahyuningrum, menambahkan bahwa pihaknya memiliki program pemberdayaan pasca kepulangan, termasuk kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan pengembangan Desa Migran Emas. Menurutnya, revisi UU PPMI harus berpijak pada prinsip realistis namun tetap menjaga substansi perlindungan.
Di akhir pertemuan, sebagai wujud masukan konkret terhadap RUU PPMI dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tengah disusun pemerintah, Komnas Perempuan menyerahkan DIM versi Komnas Perempuan kepada KP2MI.
Dialog ini dihadiri oleh Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, Komisioner Irwan Setiawan dan Devi Rahayu, Badan Pekerja Fatma Susanti dan Aulia Haris, serta Intern Selvi Julianti. Dari KP2MI hadir Wakil Menteri Christina Aryani, Kepala Biro Manajemen Kinerja dan Kerja Sama Triyono, Direktur Reintegrasi dan Penguatan Keluarga Hadi Wahyuningrum, perwakilan Biro Hukum Nurlita dan Widyaningsih, perwakilan Direktorat Kepulangan dan Rehabilitasi Fadzar Alimin, serta perwakilan Sekretaris Direktorat Jenderal Pelindungan Munarni Aswindo.