Dalamrangka hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang jatuh pada tanggal 15Februari, Komnas Perempuan menggelar webinar bertajuk "Masa Kritis NasibRUU PPRT: 20 Tahun Berjuang Mewujudkan Perlindungan PRT" pada Selasa(13/2/2024). Webinar ini mengangkat isu krusial terkait Rancangan Undang-UndangPerlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang masih terkatung-katung di DPRselama dua dekade.
Diskusidaring ini menghadirkan narasumber-narasumber penting, termasuk Ajeng Astutidari Organisasi PRT Sapu Lidi. Ajeng menggambarkan kegelisahan dan kepedihanpara PRT yang terus mengalami eksploitasi dan kekerasan akibat minimnyaperlindungan hukum. Ia menekankan pentingnya RUU PPRT sebagai langkah nyatadalam memberikan pelindungan yang layak bagi para PRT. Suaranya menjadirepresentasi bagi jutaan PRT lainnya yang selama ini berjuang menanti keadilandan kesejahteraan melalui disahkannya RUU PPRT menjadi UU PPRT
"Padahalkami ini juga manusia yang punya hak untuk dilindungi,” ungakpnya.
KomnasPerempuan, sebagai lembaga independen yang fokus pada isu perempuan, telahberupaya untuk mendorong dialog dengan Dewan Perwakilan Rakyat RepublikIndonesia (DPR RI) terkait RUU PPRT. Namun, hingga saat ini belum ada responyang signifikan dari pihak terkait."Kami sudah mencoba berbagai cara,termasuk membuat Q&A tentang PRT untuk mengedukasi publik, dan juga membuatsusunan proses perjalanan RUU PPRT selama 20 tahun," ungkap TiasriWulandari, Komisioner Komnas Perempuan.
Selainedukasi kepada publik, Tiasri mengungkapkan bahwa Komnas Perempuan sudahmengirimkan Data Inventaris Masalah (DIM) RUU PPRT. Namun, tampaknya DPR masihbelum memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan RUU ini.
Tiasrimenegaskan bahwa publik perlu terus menggaungkan dan menyuarakan RUU PPRT agarmenjadi konsen perhatian DPR.
"Kitatidak boleh diam dan terus menunda-nunda pengesahan RUU ini," tegasnya.
Senadadengan Tiasri, Titi Anggraini, aktivis dan pemerhati isu pemilu dan demokrasi,mengungkapkan bahwa RUU PPRT masih terganjal kepentingan politik.
"Tingkatkepentingannya belum mencukupi eksistensi partai politik dan soalelektoral," terangnya. Lebih lanjut, Titi menyoroti kondisi sebagian besarPRT yang bahkan tidak bisa berpartisipasi dalam pemilu karena minimnya harilibur. Hal ini semakin memperparah situasi dan mempersulit perjuangan merekauntuk mendapatkan hak-haknya.
Webinarini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perjuangan untuk melindungi PRTmasih panjang. Diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, baik pemerintah,DPR, masyarakat sipil, maupun media, untuk memastikan RUU PPRT segera disahkanmenjadi UU PPRT.
Penulis: Dandi Alfino