Inklusi Disabilitas Jadi Sorotan di Pra-Acara 16 HAKTP 2025

today8 jam yang lalu
29
Sep-2025
74
0

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan Webinar Pra-Acara dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) 2025 dengan tema “Kembalikan Ruang Aman: Inklusi Nyata bagi Perempuan Disabilitas” pada Senin (29/9/2025). Kegiatan ini menjadi ruang diskusi bersama untuk menegaskan pentingnya inklusi disabilitas dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam sambutannya, Daden Sukendar, Ketua Divisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan yang mewakili Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, menekankan urgensi isu ini.

“Melalui diskusi siang ini, kita akan membicarakan mengapa inklusi disabilitas menjadi hal yang mendesak dan penting dalam gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kita juga akan mendengar langsung pengalaman perempuan disabilitas, khususnya perempuan Tuli, tentang bagaimana mereka menghadapi kekerasan berbasis gender dan tantangan besar ketika berusaha mengakses perlindungan. Dari pengalaman ini kita belajar bahwa ruang aman tidak akan terwujud bila tidak tersedia akomodasi yang layak. Oleh karena itu, diskusi juga akan menyoroti bagaimana kebijakan dan langkah konkret dapat memastikan akomodasi yang layak sebagai fondasi ruang aman bagi perempuan disabilitas,” ujar Daden.

Webinar menghadirkan narasumber, antara lain Chatarina Pancer Istiyani (Komisioner Komnas Perempuan), Dante Rigmalia (Ketua Komisi Nasional Disabilitas), dan Nissi Taruli Felicia (Co-Founder & Direktur Eksekutif FeminisThemis).

Dalam paparannya, Chatarina Pancer Istiyani menjelaskan alasan diangkatnya tema besar “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman” pada kampanye 16 HAKTP 2025. Ia menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi di berbagai ruang, fisik, digital, komunitas, maupun institusi.

“Komnas Perempuan melalui Catatan Tahunan (Catahu) 2024 mencatat 330.097 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Angka ini naik 14,17% dari tahun sebelumnya. Ironisnya, 98,5% kasus terjadi di ranah personal atau domestik. Rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru menjadi lokasi utama kekerasan. Karena itu, tema tahun ini menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif semua pihak untuk mengembalikan ruang aman bagi perempuan,” jelas Chatarina.

Sementara itu, Dante Rigmalia menyoroti lapisan kerentanan yang dialami perempuan disabilitas.

“Dalam siklus hidupnya, perempuan disabilitas mengalami berbagai lapisan kerentanan dan diskriminasi. Perempuan disabilitas di seluruh dunia sering kali mengalami pelanggaran serius terhadap otonomi tubuh mereka: mereka mengalami sterilisasi, kontrasepsi, dan aborsi yang dipaksakan atau dipaksakan dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa disabilitas,” ungkap Dante.

Dante juga menambahkan sejumlah tantangan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan disabilitas.

“Stigma dan diskriminasi, kurangnya dukungan dari keluarga, komunitas, maupun pemerintah membuat perempuan disabilitas merasa tidak percaya diri untuk bersuara dan berpartisipasi. Karena itu, kampanye 16 HAKTP bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi mengenai perempuan disabilitas dan hak-haknya,” tegasnya.

Diskusi ini juga menyoroti temuan Catahu Komnas Perempuan 2024, yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan disabilitas masih terjadi dalam jumlah yang mengkhawatirkan. Selama tahun 2024, Komnas Perempuan menerima 54 pengaduan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan disabilitas, sementara lembaga masyarakat mencatat setidaknya 109 kasus.

Lebih jauh, Catahu mencatat bahwa perempuan dengan disabilitas mengalami berbagai bentuk kekerasan, dengan total 392 bentuk kekerasan yang terlaporkan, yang tertinggi kekerasan psikis sebanyak 148 kasus (37,76%), seksual sebanyak 122 kasus (31,12%), fisik sebanyak 90 kasus (22,96%), dan ekonomi sebanyak 32 kasus (8,16%). 

Jumlah bentuk kekerasan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kasus, menunjukkan bahwa 1 korban dapat mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan.

Dalam paparannya, Nissi Taruli Felicia menekankan pentingnya data yang lebih spesifik terkait kekerasan terhadap perempuan disabilitas agar kebijakan lebih tepat sasaran. Ia juga menyampaikan sejumlah rekomendasi, antara lain: penyediaan juru bahasa isyarat yang berkompeten dan memiliki perspektif gender, pelatihan inklusif bagi aparat dan tenaga layanan, pembuatan prosedur khusus yang ramah disabilitas, khususnya bagi perempuan Tuli, serta memperluas kolaborasi dengan organisasi Tuli sejak tahap perencanaan hingga evaluasi kebijakan, guna memastikan layanan benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Webinar ini juga mendapat apresiasi dari peserta. Ahmad Syarifin dari Pusat Gender dan Anak Universitas Islam Negeri Fatmawati Bengkulu menyampaikan antusiasmenya.

“Saya sangat senang mengikuti forum ini. Dari kemarin sangat saya nanti-nantikan. Dari 58 kampus PTKIN, baru sekitar 11 atau 12 kampus yang memiliki unit layanan disabilitas. Sementara itu, hanya ada 3 atau 4 kampus yang memiliki pusat studi gender, anak, dan disabilitas. Jumlah ini belum sampai setengah, sehingga berdampak pada akses teman-teman disabilitas untuk menjangkau perguruan tinggi. Itu sangat terbatas,” ungkap Ahmad.

Pernyataan ini menunjukkan pentingnya memperluas dukungan dan layanan disabilitas di institusi pendidikan tinggi agar inklusi dapat benar-benar terwujud.

Di akhir kegiatan, Komnas Perempuan menegaskan bahwa keterlibatan bermakna dari semua pihak menjadi kunci untuk mengembalikan ruang aman bagi perempuan. Partisipasi masyarakat luas, pemerintah, lembaga layanan, hingga komunitas lokal sangat penting untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan mengajak seluruh masyarakat untuk turut menyerukan isu ruang aman ini dalam Kampanye 16 HAKTP 2025, dengan tema besar: “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman.” Tema ini mengingatkan bahwa penghapusan kekerasan terhadap perempuan, termasuk perempuan disabilitas, adalah tanggung jawab kolektif, dan hanya bisa terwujud jika semua pihak mengambil peran nyata.

Sebagai informasi, Komnas Perempuan akan mengumumkan panduan kampanye melalui sosial media dan website yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

 

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan