17 Juni 2025, Jambi — Komnas Perempuan melakukan dialog dengan Pemerintah Provinsi Jambi sebagai rangkaian kegiatan penyampaian rekomendasi dan tindak lanjut pengembangan pengetahuan tentang situasi perempuan dalam konteks krisis iklim.
Dalam pertemuan tersebut, Komnas Perempuan diwakili oleh Ratna Batara Munti sebagai wakil ketua, didampingi oleh tim dari Divisi Resource Center (RC) dan Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinekaan (GKPK). Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jambi disambut langsung oleh gubernur, yang didampingi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2), Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Kesbangpol, dan Kepala Biro Hukum.
Dialog ini berfokus pada penyampaian rekomendasi atas pengembangan pengetahuan yang dilakukan pada tahun 2024 lalu. Menurut Komnas Perempuan, komitmen pemerintah provinsi Jambi sangat penting untuk mendukung pemenuhan hak perempuan secara umum, terutama dalam mengatasi dampak kerusakan lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan akses air bersih dan kehilangan sumber penghasilan. Kerusakan lingkungan juga berpotensi meningkatkan kekerasan terhadap perempuan.
Pihak Komnas Perempuan menekankan peran penting pemerintah provinsi dalam menangani isu masyarakat adat, yang turut terdampak langsung oleh krisis iklim. Menurut Komnas Perempuan, hubungan antara masyarakat adat dan alam tidak dapat dipisahkan. Dalam dialog tersebut juga tersampaikan temuan terkait kebijakan diskriminatif di Jambi, yang berpotensi mengkriminalisasi perempuan akibat penafsiran yang bersifat multitafsir dan berujung pada penegakan hukum sewenang-wenang.
Gubernur Jambi menyambut baik kunjungan Komnas Perempuan dan menyatakan kepeduliannya terhadap eksploitasi perempuan yang terjadi dalam upaya mencegah penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Ia mengungkapkan bahwa kondisi kemiskinan turut meningkatkan angka perceraian dan memaksa perempuan menjadi pekerja migran ilegal. Pemprov Jambi berkomitmen untuk bekerja sama dengan Kanwil HAM dalam pemenuhan hak asasi manusia, termasuk hak perempuan.
Selain ditemukannya kebijakan diskriminatif, Jambi memiliki sejumlah peraturan pendukung perlindungan perempuan, antara lain Peraturan tentang Perlindungan Anak dan Perempuan (No. 7 Tahun 2019) dan Peraturan tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Saat ini, disusun pula Peraturan Daerah tentang Pengarusutamaan Gender. Pemprov Jambi juga berkomitmen untuk berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota guna menyusun peraturan daerah mengenai penertiban umum yang berpotensi mengkriminalisasi perempuan.
Dalam hal penanganan kasus kekerasan, Jambi telah membentuk UPTD di sembilan dari sebelas kabupaten. Untuk dua kabupaten lainnya, pembentukan sedang dalam proses. Kendala yang dihadapi antara lain keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya tersedianya satu tenaga psikolog. Komitmen pembangunan gender di Jambi telah dituangkan dalam indeks kinerja utama gubernur, dengan provinsi ini menduduki peringkat ke-7 dalam indeks pembangunan gender nasional.
Pertemuan diakhiri dengan komitmen Pemprov Jambi untuk melakukan intervensi dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan di komunitas masyarakat adat melalui pendekatan lembaga adat yang ada.
[Ria]