Jakarta, 23 Juli 2025 – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong penguatan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), khususnya Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, untuk memastikan bahwa penegakan Peraturan Daerah (Perda) oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak merugikan perempuan dan kelompok rentan.
Hal ini disampaikan dalam kunjungan Komnas Perempuan ke Ditjen Bina Adwil Kemendagri yang berlangsung baru-baru ini. Rombongan Komnas Perempuan dipimpin oleh Wakil Ketua sekaligus Ketua Gugus Kerja Perempuan dan Kebinekaan (GKPK), Dahlia Madanih, serta didampingi Komisioner Chatarina Pancer Istiyani, Komisioner Daden Sukendar, dan tim Badan Pekerja GKPK. Mereka diterima oleh Sekretaris Ditjen Bina Adwil, Sri Purwaningsih, dan Direktur Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat, Bernhard E. Rondonuwu, beserta jajaran.
Dalam dialog tersebut, Komnas Perempuan menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi kriminalisasi perempuan dan kelompok rentan akibat Perda yang multitafsir, serta praktik penegakan yang kerap tidak mengikuti standar prosedur. Komnas Perempuan juga menerima laporan adanya razia atau penangkapan sewenang-wenang, bahkan pemerasan, dalam proses penegakan Perda.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, menekankan pentingnya membuka ruang kerja sama untuk pengawasan dan pembinaan terhadap Satpol PP, agar penegakan Perda dilakukan dengan pendekatan yang adil dan manusiawi. Ia juga menyoroti urgensi dukungan Kemendagri dalam mengawasi implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2026.
Komisioner Chatarina Pancer Istiyani menambahkan bahwa penting bagi Kemendagri menyertakan perspektif HAM dan gender dalam penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman kerja Satpol PP. Sementara itu, Komisioner Daden Sukendar mengapresiasi kerja Kemendagri dalam meninjau produk hukum daerah agar tidak bertentangan dengan konstitusi. Ia menegaskan bahwa semangat otonomi daerah tidak boleh mengesampingkan prinsip-prinsip kebangsaan dan konstitusionalitas. Komnas Perempuan, lanjutnya, siap menjadi mitra dialog dan diskusi terkait kebijakan daerah yang diskriminatif.
Sekretaris Ditjen Bina Adwil menyambut baik masukan dari Komnas Perempuan. Ia menjelaskan bahwa Kemendagri memang memiliki mandat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Ia juga menyampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri telah menerima surat dari Sekretariat Kabinet yang meminta pelibatan Seskab dalam perumusan kebijakan daerah atau nasional yang berdampak luas pada masyarakat.
Sementara itu, Direktur Pol PP dan Linmas memaparkan bahwa Satpol PP saat ini berjumlah sekitar 122.000 personel, dengan 75% di antaranya adalah non-ASN. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam menyamakan persepsi dan standar kerja. Kemendagri telah memiliki NSPK untuk memastikan Pol PP bekerja secara humanis. Selain itu, berbagai penguatan dilakukan melalui webinar rutin, dan telah dibentuk sistem pelaporan serta unit internal yang bertugas menindak pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.
Bernhard juga menyampaikan bahwa Pol PP bukan satu-satunya penegak Perda. Bila OPD terkait sudah berfungsi optimal, maka pendekatan koersif oleh Pol PP tidak diperlukan. Ia menambahkan bahwa sistem informasi yang mereka kembangkan juga telah memuat kelompok rentan seperti ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas sebagai bagian dari perlindungan masyarakat.
Pertemuan ditutup dengan komitmen Ditjen Pol PP dan Linmas untuk menindaklanjuti temuan terkait Perda diskriminatif tahun 2024. Komnas Perempuan juga menyambut baik tawaran kerja sama dalam memberikan penguatan pemahaman tentang HAM dan gender bagi personel Satpol PP di seluruh Indonesia.