Surabaya, 8-11 Oktober 2025 – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Divisi Pendidikan melaksanakan rangkaian kunjungan lapangan di Provinsi Jawa Timur untuk melakukan pemetaan implementasi Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di perguruan tinggi.
Kegiatan ini bertujuan untuk meninjau pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan tinggi, serta memperkuat sinergi antara perguruan tinggi, lembaga layanan masyarakat sipil, dan Komnas Perempuan dalam membangun Kawasan Bebas Kekerasan.
Selama empat hari, tim Komnas Perempuan melakukan kunjungan ke Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPN Veteran Jatim), Universitas Airlangga (UNAIR) di Surabaya, dan Universitas Trunojoyo Madura (UTM) serta dua lembaga layanan perempuan, yaitu Women Crisis Center (WCC) Savy Amira di Surabaya dan WCC Dian Mutiara di Malang.
Pada kunjungan ke UPN Veteran Jawa Timur, Komnas Perempuan memberikan materi dalam kegiatan Sosialisasi Prinsip dan Budaya Anti Kekerasan dalam Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Kegiatan ini diikuti oleh unsur pimpinan, dosen, dan mahasiswa yang menyoroti bagaimana seharusnya kampus menjadi ruang aman bagi sivitas akademika.
Kegiatan berlanjut di Universitas Airlangga, tim Komnas Perempuan melakukan pendalaman terhadap praktik pelaksanaan Permendikbudristek No. 55/2024 melalui pertemuan dengan Satgas PPKPT di Jawa Timur. Dalam pertemuan tersebut, UNAIR memaparkan berbagai praktik baik, seperti mekanisme pelaporan yang ramah korban, sistem rujukan yang terintegrasi, serta program edukasi bagi sivitas akademika. Diskusi berlanjut dengan masukan dan pertanyaan dari para Satgas PPKPT di seluruh kampus di Jawa Timur terkait implementasi yang dilakukan di kampus masing-masing. Komnas Perempuan mencatat bahwa dukungan pimpinan universitas dan koordinasi lintas unit menjadi faktor penting dalam memastikan efektivitas pelaksanaan kebijakan, selain itu Komnas Perempuan juga menjelaskan risiko yang dapat diterima oleh Satgas PPKPT sehingga bekerjasama dengan lembaga lain menjadi penting untuk imlementasi kebijakan ini semakin baik.
Selain berkoordinasi dengan perguruan tinggi, Komnas Perempuan juga melakukan dialog bersama lembaga layanan masyarakat sipil untuk memahami pola pendampingan korban serta bentuk kerja sama dengan Universitas atau Satgas PPKPT kampus.
Kunjungan ke WCC Savy Amira di Surabaya memberikan gambaran tentang peran strategis organisasi masyarakat sipil dalam mendampingi korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dalam diskusi, teridentifikasi perlunya penguatan sistem rujukan dan kolaborasi antara lembaga layanan dan kampus agar korban memperoleh perlindungan komprehensif, mulai dari konseling hingga advokasi hukum. “Setiap kali pihak kampus mengatakan semoga di kampus kita tidak ada kekerasan, justru hal itu menjadi discourage bagi korban untuk mengungkapkan kekerasan yang terjadi kepadanya,” ujar Siti Mazdafiyah, Direktur Savy Amira. Secara normatif, isu terkait potensi kriminalisasi terhadap Satgas maupun korban – terutama ketika korban memutuskan untuk tidak melaporkan kasusnya secara pidana, hingga kini masih belum memiliki kejelasan penyelesaian hukum. Kondisi ini menunjukkan pentingnya dukungan hukum yang tegas dan perlindungan institusional bagi pihak-pihak yang berupaya menegakkan prinsip kampus aman dari kekerasan.
Sementara itu, dalam kunjungan ke WCC Dian Mutiara di Malang, Komnas Perempuan mendalami pengalaman lembaga dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender di wilayah Malang dan Jawa Timur. Pertemuan ini menyoroti pentingnya koordinasi yang erat antara perguruan tinggi dan lembaga layanan untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan yang cepat, aman, dan berperspektif korban. Penting juga bagi Irjen Kemendiktisaintek untuk mampu melindungi Satgas PPKPT yang dinilai mempunyai peran besar dalam penanganan kasus. Menurut Sri Wahyuningsih, Direktur WCC Dian Mutiara, jika bukan pemerintah lalu kepada siapa Satgas meminta perlindungan saat mereka mendapat ancaman dan teror dari terlapor.
“Implementasi Permendikbudristek 55/2024 tidak hanya berbicara tentang keberadaan Satgas PPKPT, tetapi juga tentang bagaimana seluruh ekosistem kampus berkomitmen menciptakan ruang aman. Kolaborasi antara perguruan tinggi dan lembaga layanan masyarakat sipil adalah kunci dalam memastikan perlindungan dan pemulihan korban berjalan efektif,” ujar Devi Rahayu Komisoner Komnas Perempuan.
Melalui rangkaian kegiatan ini, Komnas Perempuan mempertegas komitmennya untuk terus mengawal pelaksanaan Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 secara berkeadilan, berperspektif gender, dan berpihak pada korban. Pemetaan di Jawa Timur merupakan bagian dari langkah nasional Komnas Perempuan dalam memantau efektivitas kebijakan PPKPT di berbagai wilayah Indonesia. Hasil pemetaan ini akan menjadi dasar bagi penyusunan rekomendasi kebijakan guna memperkuat tata kelola pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi.
Komnas Perempuan memandang bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan di dunia pendidikan merupakan tanggung jawab bersama seluruh ekosistem kampus, meliputi pimpinan, dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, serta mitra lembaga layanan. Sinergi multipihak menjadi kunci dalam membangun kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan berbasis gender.