Setelah menyambangi dua lokasi untuk mendapatkan data langsung tentang situasi dan kondisi pengungsi di tahun 2024 ini, Komnas Perempuan kembali melakukan pemantauan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak dasar pengungsi luar negeri di Makassar.
Pemantauan ini diawali dengan pertemuan Komnas Perempuan dengan International Organization for Migration (IOM) Makassar di tanggal 29 Agustus 2024. IOM menjelaskan jika saat ini terdapat sekitar 921 pengungsi yang berada dalam naungan IOM dan sekitar 78 pengungsi yang menetap secara mandiri di Makassar. Pengungsi yang ditemui di Makassar umumnya berasal dari negara-negara yang tengah berkonflik khususnya Afganistan, Pakistan, Myanmar, Somalia, dan juga Srilanka.
Komnas Perempuan melalui koordinasi dengan IOM Makassar berkesempatan mengunjungi 2 (dua) Community Housing atau akomodasi yang disediakan oleh IOM bagi para pengungsi. Diketahui bahwa rata-rata pengungsi telah berada di Indonesia selama 7-11 tahun. Beberapa di antaranya bahkan telah tinggal di Indonesia dengan lokasi pengungsian yang berpindah-pindah, termasuk di Aceh, Bogor, Medan, dan Jakarta.
Pada 30 Agustus 2024, Komnas Perempuan memiliki
kesempatan untuk berdialog dengan multi pihak yang menangani isu pengungsi di
Makassar. Pertemuan dilakukan di Kantor Walikota Makassar dan dihadiri oleh
Staf Ahli Sekda, Kepala Dinas P3A Kota Makassar, perwakilan dari Kesbangpol,
Dinas Sosial, UPTD PPA, LBH Makassar, LBH APIK Sulawesi Selatan, dan Shelter
Warga.
Kerja sama multi pihak terkait isu pengungsi di Makassar cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan terbukanya akses bagi pengungsi yang mengalami kekerasan. Pengungsi dapat secara mandiri melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya ke UPTD PPA atau jika ada kendala bahasa bisa membuat laporan dahulu ke IOM. Saat ini, UPTD PPA Kota Makassar sudah memiliki interpreter berbahasa inggris yang bisa memudahkan para pengungsi yang menjadi korban kekerasan untuk melapor langsung.
Selain itu, untuk memperkuat proses kerja sama antar
multi pihak, telah dibuat workshop di
mana IOM berkolaborasi dengan UPTD PPA Kota Makassar untuk membangun mekanisme
penanganan pengungsi luar negeri. Kerja sama ini menjadi salah satu best practices penanganan pengungsi di
seluruh Indonesia.
Saat melakukan pemantauan, Komnas Perempuan menemui bahwa perempuan pengungsi menghadapi tantangan khusus dalam menjalani kesehariannya selama masa transit di Indonesia. Beberapa perempuan pengungsi yang tinggal sendiri atau menjadi orang tua tunggal kerap mengalami pelecehan seksual secara verbal baik dari sesama pengungsi maupun dari masyarakat lokal.
Tantangan lain yang umumnya dihadapi oleh keseluruhan pengungsi adalah terkait isu kesehatan mental, banyak pengungsi yang merasa depresi karena lamanya menunggu izin dari negara tujuan. Meskipun mereka memiliki pendidikan dan keahlian khusus, izin untuk bekerja tidak tersedia. Ruang gerak pengungsi menjadi sangat terbatas selama bertahun-tahun yang pada akhirnya menyebabkan para pengungsi merasa seperti terpenjara.
Pemantauan pengungsi dilakukan oleh Tim Advokasi
Internasional yang terdiri dari komisioner Rainy Hutabarat, Satyawanti Mashudi,
serta Badan Pekerja Sondang Frishka, Ridha Zahra, dan Verena Vanya.