...
Kabar Perempuan
Perumusan Kertas Kebijakan Hak-Hak Disabilitas melalui Forum Konsultasi Nasional


Dalam upaya penyusunan kertas kebijakan sebagai bahan advokasi kepada pemerintah pusat, terkait isu perempuan penyandang disabilitas, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan kegiatan Konsultasi Nasional dengan tajuk Implementasi Kebijakan Pemerintah yang Inklusif pada 13-14 Agustus 2024 di Kota Depok, Jawa Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 30 peserta dari berbagai unsur pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, juga Jaringan Masyarakat Sipil pemerhati dalam advokasi hak-hak disabilitas.

Kegiatan dibuka langsung oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadijah Salampessy. Dalam sambutannya, Olivia menegaskan bahwa upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas merupakan bagian dari proses pembangunan negara dengan mengedepankan prinsip no one left behind yang merupakan prinsip utama dalam tujuan SDG’s atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

“Acara ini adalah rangkaian kegiatan sejak 3 tahun terakhir, dimana ada 3 modul yang sudah disosialisasikan, dengan menggandeng beberapa organisasi mitra di daerah dan dua hari ini kita akan menyusun sebuah kertas kebijakan terkait isu disabilitas yang nanti akan disampaikan kepada pihak yang relevan,” ujar Alimatul Qibtiyah, Ketua Subkom Pendidikan.

Konsultasi Nasional menghadirkan narasumber dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Sosial yang menyampaikan paparan terkait strategi perencanaan inklusif dalam pembangunan melalui Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) dan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RADPD).

“Agenda disabilitas ini masuk dalam transformasi menuju Indonesia emas 2045, yaitu dalam transformasi sosial. Dalam agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, kita cukup progresif dalam mendorong agenda penyandang disabilitas dan berusaha menjadikan ini sebagai concern yang dipegang oleh seluruh lini pemerintahan,” ujar Dinar Dana Kharisma selaku Perencana Ahli  Madya Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas. Di tempat yang sama, Tina Camelia Zonneveld, Pekerja Sosial Ahli Muda pada Direktorat. Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial RI menyampaikan bahwa saat ini bukan hanya Kemensos yang menjadi leading sector untuk program inklusi disabilitas, namun semua kementerian dan lembaga telah memiliki program inklusi disabilitas. Hal ini menurutnya dapat mempercepat terwujudnya tujuan pembangunan inklusi disabilitas di Indonesia.

Dua narasumber lainnya adalah Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND), dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) yang memaparkan terkait pemenuhan hak-hak perempuan disabilitas dan penyampaian catatan terhadap implementasi program RAN PD.

Rina Prasarani, Ketua II HWDI memberikan beberapa rekomendasi. Salah satunya terkait penekanan pendataan bahwa, pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus menyusun sistem pendataan yang terintegrasi didukung dengan penilaian kebutuhan penyandang disabilitas secara terpilah berdasarkan ragam disabilitas.

“Bappenas perlu melakukan edukasi berkala dan berkelanjutan terkait RAN PD sehubungan dengan adanya pergantian individu (petugas) di lapangan. Serta perlu penyelenggaraan diskusi terpumpun berkala dan berkelanjutan berbasis daerah terkait edukasi dan capaian RAN PD dengan pelibatan OPDis yang beragam (keterwakilan ragam disabilitas),” ujar Dante Rigmalia, ketua KND.

Marlyn, salah satu peserta daerah dari HWDI Sumatera Utara, menyampaikan bahwa kebijakan daerah sumatera Utara memang sama dengan kebijakan nasional  namun hanya berhenti pada UU no 8 tahun 2016 saja. Ternyata di Bappenas banyak sekali target pencapaian tentang disabilitas yang disampaikan, di Kementerian Kesehatan juga sudah ada upaya untuk membantu pencapaian aksesibilitas layanan, di Kementrian Ketenagakerjaan banyak menyediakan program ekonomi yang baik untuk disabilitas, demikian juga di Kementrian Kesehatan.

Rainy Hutabarat sebagai pengampu Tim Disabilitas mengingatkan kerentanan berlapis  perempuan disabilitas terhadap kekerasan seksual sehingga perlu komitmen penuh untuk pemenuhan perlindungan lebih dari keluarga, komunitas dan pemerintah daerah sebagaimana amanat UU Penyandang Disabilitas.

Dalam penutupan, Bahrul Fuad, sebagai pengampu Tim Disablitas Komnas Perempuan, menyampaikan pentingnya pelibatan disabilitas dalam penyusunan kebijakan pemerintah.

“Apapun yang anda dengar tentang disabilitas itu hanya opini, apapun yang anda lihat tentang disabilitas bukan fakta, kecuali anda mengalami sendiri. Jadi yang bukan disabilitas tidak bisa menyusun kertas kebijakan sendirian meskipun sudah baca 1000 buku, seribu jurnal, tanpa ada pelibatan disabilitas. Partisipasi kelompok rentan dalam kebijakan itu sangat penting,” tegasnya.

 

Berita oleh Iis Eka Wulandari - Asisten Koordinator Divisi Pendidikan


Pertanyaan / Komentar: