...
Pernyataan Sikap
Merespon Outcome/Keputusan Akhir Pemerintah Indonesia Atas Rekomendasi Sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB Circle III 2017 Jakarta, 02 Oktober 2017

Merespon Outcome/Keputusan Akhir Pemerintah Indonesia Atas Rekomendasi Sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB Circle III 2017

Jakarta, 02 Oktober 2017

 

Pada hari Kamis tanggal 21 September 2017 Pemerintah Indonesia telah menyampaikan hasil akhir/ outcome adopsi UPR (Universal Periodic Review) di PBB atas 75 sisa rekomendasi dari 225 total rekomendasi UPR pada Indonesia, dimana 150 sudah langsung diadopsi saat sidang UPR bulan Mei 2017.  Dari  75 PR rekomendasi  yang dibawa pulang pemerintah RI tersebut, hanya 17  yang diadopsi. Artinya  terdapat 58 rekomendasi dalam status noted (dicatat) atau bahasa tegasnya tidak diterima.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah mengadopsi 167 rekomendasi dari 225 rekomendasi yang diterima di dalam sidang UPR. Komnas Perempuan hadir langsung dalam sidang UPR  circle III di Geneva pada bulan Mei 2007, mencatat bahwa dari 150 rekomendasi yang diadopsi langsung oleh pemerintah Indonesia, isu perempuan adalah rekomendasi  yang paling banyak diadopsi, setidaknya dalam catatan Komnas Perempuan terdapat  64 isu-isu HAM Perempuan yang diadopsi  dan menjadi komitmen Indonesia, yaitu  Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak PRT; penghapusan kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual dengan legislasi;  penghapusan kekerasan di tempat kerja;  menghapus praktik menyakitkan/ membahayakan seperti perkawinan anak, FGM/C (Female Genital Mutilation/ Circumcision); perlindungan migran dengan legislasi; penghapusan trafficking dan efektifitas Satgas; penghapusan kebijakan diskriminatif, dan lain-lain.

Catatan positif Komnas  Perempuan atas tambahan 17 rekomendasi yang diadopsi  yang berhubungan dengan isu HAM  Perempuan :

  1. Pemerintah berkomitmen untuk meng-counter diskriminasi dan intoleransi berbasis agama, karena dalam catatan Komnas Perempuan, mengundang dan berdampak kekerasan terhadap Perempuan;
  2. Mempertimbangkan ratifikasi terhadap sejumlah instrumen HAM internasional yaitu Statuta Roma untuk Pengadilan HAM internasional, optional protocol untuk konvensi anti penyiksaan, konvensi hak-hak SIPOL dan konvensi hak ekonomi, social dan budaya. Semoga komitmen mempertimbangkan ini diiringi langkah serius untuk merealisasikan;
  3. Pemerintah berkomitmen untuk melindungi pembela HAM dan memastikan hak konstitusional pada kelompok rentan diskriminasi dan kekerasan termasuk berbasis orientasi seksual
  4. Komitmen menghapuskan impunitas dan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua

Meskipun demikian Komnas Perempuan menyesalkan komitmen Pemerintah Indonesia atas sejumlah hal  yang tidak tegas dan meletakkan rekomendasi dalam status noted atau ditolak, pada sejumlah rekomendasi berikut:

  1. Tidak mengadopsi sejumlah rekomendasi yang bahkan sudah direkomendasikan oleh treaty body lainnya seperti Komite CEDAW terutama untuk meratifikasi Optional Protocol CEDAW yang bahkan pernah masuk dalam RAN HAM tahun 2010 – 2014;
  2. Ragu-ragu untuk melakukan tindakan tegas termasuk tidak mengadopsi rekomendasi untuk mengkriminalisasi praktek FGM/C, menaikkan usia pernikahan menjadi 18, memberikan full akses layanan kespro bagi setiap perempuan tanpa memandang status pernikahan;
  3. Tidak berani berkomitmen untuk mengadopsi rekomendasi yang tegas mencabut berbagai peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan, walaupun rekomendasi yang secara garis besar berkomitmen untuk menghapuskan diskriminasi dalam bentuk apapun. Hal ini merupakan langkah tak tegas, mengingat di tingkat nasional sudah banyak upaya yang telah dilakukan untuk penghapusan kebijakan diskriminatif;
  4. Masih membuka ruang hukuman mati walau membuka opsi moratorium untuk memastikan fair trial sesuai dengan pasal 14 Kovenan Hak Sipil dan Politik untuk terpidana mati. Temuan Komnas Perempuan dari hasil pantauan dampak hukuman mati bagi terpidana mati dan keluarganya, bahwa hukuman mati dan masa penantian melalui penundaan hukuman mati adalah merupakan bentuk penyiksaan paling sempurna bagi para terpidana mati dan keluarganya, karena keluarganya mengalami  pencerabutan daya hidup dan daya bertahan selama penantian. Seharusnya Pemerintah Indonesia mengambil langkah tertinggi melalui komitmen UPR untuk reformasi penghukuman yang lebih manusiawi dan sebagai komitmen moral untuk dapat membebaskan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri;

 

Oleh karena itu Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi:

  1. Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkrit dan terukur untuk menindaklanjuti 167 rekomendasi yang sudah diadopsi dan mempersiapkan safe guard atas 58 rekomendasi yang belum diadopsi di dalam RAN HAM (Rencana Aksi Nasional HAM);
  2. Pemerintah Indonesia memastikan sosialisasi hasil-hasil UPR kepada seluruh multi stakeholder terkait, sehingga pengetahuan tentang hasil UPR dan mandatnya tidak hanya berhenti di Eksekutif atau Kementerian tertentu saja tetapi juga mencakup Legislatif dan Yudikatif;
  3. Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkrit untuk me-review pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dan menyusun rencana untuk penghapusannya;
  4. Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan langkah konkrit untuk melanjutkan proses ratifikasi optional protocol CEDAW sebagai upaya membuka akses keadilan bagi perempuan yang mengalami jalan buntu penyelesaian di negaranya;
  5. Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi optional protocol dari Konvensi Anti Penyiksaan, karena mekanisme NPM (National Prevention Mechanism) untuk memantau rumah tahanan saat ini juga sudah terbentuk, sehingga keberadaanya memperkuat upaya mencegah penyiksaan dan membangun sistem penghukuman yang sesuai prinsip HAM;
  6. Pemerintah Indonesia mengambil langkah konkrit untuk mencabut  kebijakan diskriminatif yang menghambat pemajuan HAM Perempuan dan kelompok-kelompok minoritas, termasuk minoritas agama;
  7. Pemerintah Indonesia harus mencari cara untuk pencegahan maupun penanganan dengan cara yang lebih sistemik atas isu-isu yang belum diadopsi dan secara tegas membuat aturan untuk melarang praktek FGM/C, dan persoalan diskriminasi terhadap minoritas seksual;
  8. Pemerintah Indonesia melakukan review secara regular terkait implementasi rekomendasi-rekomendasi yang diterima.

 

Komnas Perempuan menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membangun peradaban berbasis HAM, khususnya HAM Perempuan dalam rangka menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.


Narasumber Komnas Perempuan:

Adriana Venny Aryani, Komisioner (08561090619)

Khariroh Ali, Komisioner (08128465957)

Yuniyanti Chuzaifah, Komisioner (081311130330)


Pertanyaan / Komentar: