...
Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Pelarangan Hak Berkumpul dan Berekspresi

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Pelarangan Hak Berkumpul dan Berekspresi

“Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mengutuk Tindakan Mobilisasi Massa, Penyerangan dan Perusakan terhadap Gedung LBH Jakarta/YLBHI, 17-18 September 2017”

Jakarta, 18 September 2017

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk tindakan mobilisasi massa, penyerangan dan perusakan terhadap Gedung LBH Jakarta/YLBHI usai kegiatan pentas seni pada tanggal 17 September 2017, sekitar pukul 21.00 sampai dengan tanggal 18 September dini hari.

Dari hasil pantauan Komnas Perempuan yang berada di lokasi (di luar gedung LBH Jakarta/YLBHI) tadi malam, massa yang semula berjumlah sekitar 50 orang bertambah sangat cepat menjadi ratusan orang, dan rata-rata mereka menjawab datang ke lokasi, karena di dalam (gedung LBH Jakarta/YLBHI) ada Seminar PKI. Massa terus bertambah dan kata-kata Allahuakbar terus diteriakkan. Dari koordinasi dengan peserta dan panitia pentas seni yang ada di dalam gedung, diketahui ada sejumlah perempuan dan lansia yang tertahan tidak bisa keluar.

Komnas Perempuan juga menyaksikan bagaimana gerombolan massa tidak mau membubarkan diri meski pihak kepolisian (Kapolda dan Kapolres) sudah menjelaskan tidak ada seminar PKI. Bahkan jumlah massa yang datang bertambah banyak dan mulai melempari gedung, sementara peserta dan panitia pentas seni masih tertahan di dalam. Gedung YLBHI/LBH Jakarta adalah pintu pertama yang didatangi masyarakat miskin pencari keadilan. Penyerangan terhadap Gedung YLBHI/LBH Jakarta dapat dilihat sebagai bentuk penyerangan terhadap masyarakat miskin pencari keadilan. Komnas Perempuan mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil aparat kepolisian dalam menangani aksi massa yang menyerang Gedung YLBHI/LBH Jakarta pada 17 s.d 18 September 2017, termasuk upaya mengevakuasi para penyintas dan panitia pentas seni, pada dini hari tadi.

Komnas Perempuan menyayangkan semakin memburuknya perlindungan dan pemenuhan hak untuk berkumpul dan berpendapat. Reformasi yang diperjuangkan dengan tidak mudah, kini semakin terancam. Provokasi massa dengan menggunakan isu kebangkitan PKI terus berulang dan dibiarkan. Para Lansia Penyintas Tragedi Kemanusiaan pada tahun 1965/1966 tidak dibenarkan mendapatkan ruang untuk saling bertemu, berbagi cerita dan saling memulihkan, meski di sisa usia mereka. Pelarangan diskusi para Lansia Penyintas Peristiwa 1965/1966 dengan para akademisi yang terjadi pada Sabtu 16 September 2017 dan penyerangan terhadap Gedung YLBHI/LBH Jakarta pada 17 hingga 18 September 2017 usai pentas seni, yang juga dihadiri oleh beberapa Penyintas, menunjukkan semakin tertutupnya akses mereka terhadap pemulihan. Komnas Perempuan pada tahun 2006 telah mendokumentasikan 122 kesaksian perempuan penyintas Tragedi 1965/1966, yang kini seluruhnya telah lansia, bahkan sebagian dari mereka sudah tiada.

Komnas Perempuan memandang komitmen negara untuk penuntasan pelanggaran HAM masa lalu selalu digaungkan, namun pembiaran mobilisasi massa, atau represi yang dilakukan atas nama keamanan, telah mengkhianati hak asasi, demokrasi dan komitmen negara untuk menuntaskannya. Komnas Perempuan melihat ada penyebaran kebencian, stigmatisasi pada korban Tragedi ‘65 dan upaya penyangkalan yang semakin serius di publik. Sikap-sikap represif dan pembiaran organ-organ anarkis yang mengancam hak berkumpul, akan melumpuhkan demokrasi dan menumpuk jejak sejarah berdarah bangsa Indonesia, yang seharusnya diselesaikan.

Sejauh yang Komnas Perempuan ketahui, pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh korban dan pendampingnya, adalah upaya untuk membantu negara dalam menyelesaikan hutang sejarah pada tragedi kemanusiaan, khususnya pada tahun 1965/1966. Sejarah-sejarah para korban tersebut, minim terdengar karena tidak pernah diberikan ruang untuk bisa didengar secara lebih terbuka.

 

Untuk itu Komnas Perempuan menyerukan:

  1. Pentingnya mendorong kritisisme publik atas berita maupun informasi yang menyulut kebencian melalui isu-isu kebangkitan PKI, mendorong semua pihak untuk melihat sejarah dengan kritis dan mendengar suara korban. Para Lansia Penyintas Peristiwa 1965/1966 telah menjadi korban dari Tragedi Kemanusiaan pada tahun 1965/1966, mereka harus dipenuhi haknya atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan;
  1. Aparat Penegak Hukum agar segera mengusut tuntas kasus penyerangan Gedung YLBHI/LBH Jakarta, meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat melalui proses hukum, untuk menjamin tindakan yang sama tidak lagi berulang. Tindak tegas aktor-aktor yang memobilisasi massa untuk melakukan tindakan destrukrif, mengadu domba masyarakat dan melakukan politisasi yang memicu kekerasan;
  1. Pemerintah dalam hal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar segera melakukan perbaikan pada Gedung YLBHI/LBH Jakarta yang telah dihancurkan di beberapa bagian, agar peran YLBHI/LBH Jakarta dalam membuka akses keadilan bagi masyarakat miskin, dapat terus berjalan.

 

Narasumber:

Azriana, Komisioner dan Ketua Komnas Perempuan (0811672441)

Budi Wahyuni, Komisioner dan Wakil Ketua Komnas Perempuan (0811293712)

Mariana Amiruddin, Komisioner dan Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat (081210331189)

Magdalena Sitorus, Komisioner (0818727038)

Imam Nahei, Komisioner (082335346591)

 

Unduh Dokumen :

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Pelarangan Hak Berkumpul dan Berekspresi Respon Atas Penyerangan Gedung YLBHI LBH Jakarta (Jakarta, 18 September 2017)


Pertanyaan / Komentar: