...
Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap Tentang Penundaan DPR RI pada Pembahasan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2020 (1 Juli 2020)

 

 

 Pernyataan Sikap

 Tentang

 Penundaan DPR RI pada Pembahasan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2020

 Jakarta, 1 Juli 2020

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memahami kepentingan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) untuk mengurangi target legislasi dalam pelaksanaan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 akibat wabah Covid-19. Namun, Komnas Perempuan menyesalkan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU–PKS) turut ditunda. Penundaan berulang ini dapat menimbulkan dugaan bahwa sebagian besar anggota DPR RI belum memahami dan merasakan situasi genting persoalan kekerasan seksual. Karenanya, Komnas Perempuan mendorong agar DPR RI melaksanakan komitmennya untuk dengan sungguh-sungguh membahas RUU –PKS ini di tahun 2021 bagi kepentingan terbaik korban kekerasan seksual, khususnya perempuan.

 

Penundaan pembahasan RUU PKS menjadi kesepakatan dalam rapat koordinasi Badan Legislasi dengan Pimpinan Komisi I s.d. Komisi XI, tertanggal 30 Juni 2020. Kali ini alasannya adalah “keterbatasan legislasi akibat wabah Covid-19”.  Padahal, RUU PKS merupakan program prioritas legislasi nasional sejak tahun 2014. Saat itu, RUU ini bahkan menjadi janji yang digadang-gadang semua calon presiden, partai pengusung, maupun sejumlah calon anggota parlemen di tingkat nasional maupun daerah.

 

Situasi pandemi memang menghadirkan berbagai kendala yang tidak diantisipasi sebelumnya. Namun, Komnas Perempuan perlu mengingatkan bahwa pelaporan kekerasan seksual terus bertambah setiap tahunnya dan semakin kompleks, tidak terkecuali di masa pandemi COVID19.   Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 menunjukkan pelaporan kasus kekerasan seksual di tahun 2019 mencapai 4.898 kasus kekerasan seksual. Pada Bulan Januari hingga Mei 2020, terdapat  542 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Relasi Personal di mana 24% (170 kasus) adalah kasus kekerasan seksual. Sementara pada ranah komunitas jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 226 kasus dan 89% dari total kasus atau 203 kasus adalah kasus kekerasan seksual. Di kedua ranah tersebut kekerasan seksual yang paling banyak diadukan adalah kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) baik yang dilakukan oleh mantan pacar, pacar, bahkan orang yang tidak dikenal dengan berbagai macam bentuk kekerasan, diantaranya ancaman penyebaran foto dan video bernuansa seksual, mengirimkan atau mempertontonkan video bernuansa seksual,eksibisionis, hingga eksploitasi seksual.

 

Persoalan di tingkat substansi dari hukum pidana, struktur dan kultur hukum ditengarai telah menghalangi korban kekerasan seksual, terutama perempuan, untuk memperoleh keadilan dan mendapatkan dukungan penuh untuk pemulihan.  Salah satu indikasinya rendahnya jumlah kasus yang kemudian dapat diproses hukum. Dalam tinjauan Komnas Perempuan, dari 13.611 kasus  perkosaan yang dilaporkan dalam kurun 2016-2019, jumlah laporan kasus perkosaan di kepolisian hanya sekitar 29% dari yang diterima oleh lembaga layanan di tingkat pertama. Sekitar 70% dari kasus yang dilaporkan kepolisian diputus oleh pengadilan, atau sekitar 22% dari jumlah total kasus yang diterimalembagalayanan. Konteks-konteks khusus dari latar belakang korban, seperti disabilitas, lokasi geografis, maupun ragam kekerasan yang tidak memiliki payung hukum menyebabkan halangan-halangan tersebut semakin nyata.

 

Komnas Perempuan mencatat bahwa penundaan pembahasan RUU PKS pada periode pertama pembahasannya dipengaruhi oleh desakan untuk melakukan kriminalisasi pada tindakan-tindakan yang dianggap bertentangan dengan susila. Desakan ini menyebabkan distraksi perhatian para perumus kebijakan yang belum memahami secara utuh persoalan kekerasan seksual, yang sesungguh bukan merupakan persoalan kesusilaan, sebagaimana dikonstruksikan dalam KUHP selama ini.

 

Untuk itu, Komnas Perempuan merekomendasikan agar:

  1. DPR RI memastikan bahwa pembahasan RUU PKS akan dilaksanakan di tahun 2021 tanpa penundaan lagi;
  2. Pemerintah melakukan langkah-langkah proaktif untuk mendukung pembahasan RUU PKS di DPR RI ;
  3. Masyarakat sipil mengawal dan memastikan pengagendaan dan pembahasan RUU-PKS pada prolegnas 2021 sebagai wujud partisipasi aktif warga dalam pemerintahan.

 

 

Narasumber:

  1. Alimatul Qibtiyah (Komisioner)
  2. Bahrul Fuad (Komisioner)
  3. Maria Ulfa Anshor (Komisioner)
  4. Mariana Amiruddin (Komisioner)
  5. Siti Aminah Tardi (Komisioner)

 

Narahubung: 

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)

 

 

 


Pertanyaan / Komentar: