Siaran Pers Komnas Perempuan
Laporan Tahunan
Kedua Periode 2020-2024
“Teguh Berkarya
Di Tengah Keterbatasan dan Semakin Kompleksnya Tantangan Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan”
11 April 2022
Pada
11 April 2022, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) telah menyampaikan Laporan Kerja Tahun 2021 sebagai wujud implementasi
akuntabilitas dan transparansi publik melalui mekanisme Konsultasi Publik atas pelaksanaan mandat-mandat dan tugas-tugas pokok. Mekanisme konsultasi
publik untuk Laporan Tahunan ini seyogyanya dilakukan secara berkala setiap
tahun. Peserta konsultasi publik meliputi kementerian/lembaga negara, organisasi
masyarakat sipil, organisasi penyedia layanan dan mitra-mitra kerja lainnya,
akademisi, jurnalis, penyintas kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM berat, organisasi perwakilan
korban, pendamping dan publik luas. Konsultasi Publik merupakan
mekanisme yang dikembangkan terutama untuk mendapatkan tanggapan kritis,
masukan/usulan terkait program-program maupun pemutakhiran informasi terkait
kasus-kasus kekerasan berbasis gender perempuan yang menjadi isu-isu prioritas Komnas Perempuan.
Tahun 2021 merupakan tahun kedua dari kepemimpinan
15 anggota Komisi Paripurna (disebut dengan komisioner) periode kerja 2020-2024 yang telah menetapkan lima isu prioritas untuk 5 tahun yang penetapannya didasarkan pengamatan terhadap perkembangan situasi kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan kapasitas kelembagaan
Komnas Perempuan.
Laporan Tahunan 2021 berdasarkan lima isu prioritas, sebagai berikut:
1 Konflik dan bencana: Kekerasan terhadap perempuan di dalam konteks konflik dan bencana, yang
juga mencakup persoalan pelanggaran HAM masa lalu, konflik sumber daya alam,
konflik agraria, maupun persoalan pengungsian, serta di dalam persoalan
intoleransi, ekstrimisme berkekerasan dan terorisme.
2 Penyiksaan berbasis gender terhadap perempuan yang meliputi penyiksaan di tempat-tempat
tahanan dan serupa tahanan, hukuman mati, hukuman cambuk dan berbagai hukuman badan lainnya, femisida, praktik-praktik berbahaya terhadap perempuan
seperti pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP).
3 Kekerasan seksual di berbagai ranah dan upaya-upaya mendorong kebijakan pencegahan dan
penanganan yang lebih efektif.
4 Perempuan pekerja di dalam maupun luar negeri, di sektor formal
maupun non formal.
5 Penguatan kelembagaan berupa penguatan peran
sebagai lembaga nasional hak asasi manusia (LNHAM) dan dalam tata kelola
kelembagaan Komnas Perempuan.
Tahun 2021 merupakan tahun kedua pandemi global
maupun di Indonesia dengan berbagai kebijakan pembatasan mobilitas sosial
dan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK)
yang semakin masif dan intensif. Situasi sedemikian ini berdampak terhadap seluruh kehidupan masyarakat, khususnya
penyusutan ekonomi global sebanyak 4,2% pada 2020 yang berakibat bertambahnya jumlah masyarakat miskin. Tahun 2020 diperkirakan lebih 100 juta penduduk dunia menjadi
miskin pada awal pandemi Covid-19, sehingga sekitar 9,2%
populasi dunia atau sekitar 689 juta jiwa hidup dalam kemiskinan yang berat, yaitu dengan penghasilan kurang dari USD 1,9 per hari (Rp. 27.000/hari).
Perempuan, termasuk lansia dan
penyandang disabilitas, merupakan kelompok terbesar terdampak dari
pemiskinan secara global yang menempatkannya pada posisi rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan.
PBB menyatakan, kekerasan terhadap
perempuan di dalam konteks pandemi Covid-19 merupakan bentuk pandemi lainnya. Jumlah perempuan korban kekerasan melonjak sementara akses pada pengaduan dan penanganan
semakin terbatas terutama yang dikelola masyarakat sipil baik karena sumber daya, pengurangan
jumlah petugas, maupun akibat kebijakan protokol kesehatan. Masyarakat sipil juga berkontribusi dalam
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Di sisi lain, lembaga
layanan yang dikelola pemerintah dapat menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
dikoordinir melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA), namun dalam praktiknya kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan belum dapat ditangani di tengah-tengah lonjakan kasus.
Di tengah-tengah
kondisi tersebut, kehadiran
UU Cipta Tenaga Kerja dikuatirkan mendorong potensi
eksploitasi lebih jauh terhadap perempuan pekerja dan perempuan miskin
pada umumnya. Perempuan pekerja berhadapan dengan kuasa modal yang akan
diuntungkan dengan kondisi status quo. Perempuan pekerja di sektor informal tidak tersentuh hukum. Struktur sosial yang
mensubordinasi perempuan mengakibatkan marginalisasi berlapis-lapis. Keseluruhan
tantangan ini mengakibatkan isu hak-hak maternitas
perempuan pekerja diabaikan dan RUU PPRT yang telah diajukan
ke DPR selama 18 tahun berjalan di tempat. Di sisi lain, pada 2021 pembahasan RUU TPKS mengalami kemajuan dengan dukungan publik yang menuntut segera disahkan sebagai payung hukum yang
komprehensif untuk pemenuhan hak-hak korban.
Di tengah-tengah kompleksitas persoalan kekerasan berbasis
gender terhadap perempuan dan keterbatasan internal Komnas Perempuan, berbagai
program yang dijalankan telah menghasilkan sejumlah capaian penting dalam mengembangkan
kondisi kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Seluruh
capaian ini dapat dikelompokkan dalam 7 pokok, yaitu a) bangunan pengetahuan yang
bertumpu pada penyelenggaraan tugas pemantauan, pencarian fakta, pendokumentasian dan kajian, b) rujukan
alat kerja mencakup instrumen
pemantauan dan modul pelatihan,
c) rekomendasi kebijakan, menghasilkan
48 rekomendasi kebijakan yang mencakup masukan Komnas Perempuan untuk
pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, revisi KUHP, rekomendasi
kebijakan untuk meningkatkan kondisi perempuan pekerja seperti ratifikasi KILO
190, penyelenggaraan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Untuk Penanganan Kasus
Kekerasan terhadap Perempuan dan juga untuk mendorong ratifikasi Konvensi
Pelindungan Setiap Orang dari Penghilangan Paksa d) rekomendasi
yang ditindaklanjuti, meliputi bentuk adopsi masukan ke dalam kebijakan
dan institusionalisasi masukan Komnas Perempuan e) peningkatan
dukungan publik untuk pencegahan
kekerasan dan penanganan korban, f) peningkatan peran Komnas
Perempuan sebagai sumber rujukan informasi. Pendidikan publik adalah salah satu tugas
yang diemban oleh Komnas Perempuan. Hasil dari pemantauan, pencarian fakta,
pendokumentasian dan kajian menjadi materi dasar yang diolah untuk menguatkan
pemahaman publik mengenai akar masalah, faktor-faktor pemicu dan penunjang dan
juga dampak dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan., dan g) peningkatan tata kelola lembaga yang ditandai dengan kaji ulang dan penyempurnaan
empat dokumen penting pengelolaan kelembagaan termasuk analisis beban kerja dan
analis jabatan, Strandard
Operational Procedure untuk tata kelola Sumber Daya Manusia dan
juga terkait pengaturan lain yang bersifat managerial.
Ketujuh capaian ini bersumbangsih pada penguatan
kepercayaan di lingkar eksekutif, legislatif dan yudikatif serta berbagai
lembaga non struktural lainnya, pada publik nasional dan global, kepemimpinan
perempuan dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan
hak-hak perempuan. Semua
capaian pada 2021 dan perbaikan kondisi yang diperoleh dari penerbitan
kebijakan yang kondusif di tingkat nasional dan daerah, serta daya dukung
masyarakat merupakan modalitas penting dalam pemajuan upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan di tahun 2022.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas pada 2021, Komnas
Perempuan mengembangkan 7 program prioritas untuk tahun 2022, antara lain: (1) Penguatan Keadilan Restoratif, (2) Kawasan Bebas
Kekerasan, (3) Penguatan Pencegahan, (4) Pemajuan Peraturan Perundang-Undangan
dan Harmonisasi Kebijakan, (5) Penguatan Respon Negara, (6) Pemantauan dan Penanganan
Pengaduan dan (6) Penguatan Kelembagaan.
Capaian
tersebut dilakukan oleh Komnas Perempuan dalam kondisi anggaran yang turun pada 2021. Prestasi ini seharusnya menjadi alasan penguatan kelembagaan Komnas
Perempuan salah satu hal yang penting menjadi perhatian adalah
perubahan Perpres No. 65 Tahun 2005 dan Perpres No. 132 Tahun 2017 yang
sudah sangat mendesak namun terkendala prosedur birokrasi perubahan
kebijakan setingkat Peraturan Presiden. Ketidakjelasan alur waktu, permohonan berulang
berbagai dokumen pendukung, serta jalur komunikasi pembahasan yang tidak
melibatkan Komnas Perempuan menjadi beberapa faktor yang menghambat daya Komnas
Perempuan dalam mendorong perubahan yang sangat dibutuhkan dan telah berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya dan berpotensi berulang pada tahun-tahun mendatang
jika belum ada
perubahan Perpres.
Mengenai sejauh mana kemajuan
yang telah diupayakan, serta bagaimana strateginya mengatasi tantangannya,
Komnas Perempuan meluncurkan Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2021 bertajuk “Teguh Berkarya Di Tengah Keterbatasan dan Semakin Kompleksnya Tantangan
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”. Laporan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2021 dapat diakses melalui
situs web Komnas
Perempuan.
Narasumber:
1.
Veryanto Sitohang
2.
Satyawanti Mashudi
3.
Rainy
M. Hutabarat
4.
Mariana
Amiruddin