...
Siaran Pers
Laporan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Terhadap 17 Anak di Maumere

Press Release

TRUK dan Jaringan HAM Sikka Usut Tuntas Kasus TPPO 17 Anak di Sikka

 

1.       Pendahuluan:

 

a.      Latar Belakang:

Setelah 9 bulan berjalan, sejak Juni 2021 hingga maret 2022 penanganan kasus 17 anak korban TPPO di Kabupaten Sikka tak kunjung selesai.

 

Dari 17 anak korban TPPO yang dirasia oleh Polda NTT pada tanggal 14 Juni 2021 setelah dititipkan di Shelter Santa Monica TRUK untuk pendampingan. Dari keterangan selama proses pendampingan, TRUK dan Jaringan HAM Sikka berkeyakinan bahwa kasus ini adalah bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang. Hilangnya 4 dari 17 anak ini secara misterius dari shelter pada tanggal 27 Juni 2021, semakin meyakinkan kami tentang adanya jaringan di balik kasus ini. Peristiwa ini sudah dilaporkan TRUK kepada pihak Polda NTT dan Polres Sikka namun hingga saat ini keempat anak tersebut belum juga ditemukan.

 

Sejak awal TRUK bersama Jaringan HAM Sikka berjuang mengadvokasi kasus ini.  Segala upaya telah dilakukan oleh TRUK dan jaringan HAM Sikka, dari bersurat, meminta audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Sikka maupun APH yang ada di Sikka hingga melakukan aksi damai pada tanggal 2-3 November 2021. Aksi ini dilakukan di empat titik; di Polres Sikka, Kajari Sikka, DPRD Sikka dan Bupati Sikka dengan tuntutan agar kasus ini segera dituntaskan seturut peraturan perundang-undangan yang berlaku, 4 anak yang telah melarikan diri dari Shelter St Monika dicari dan ditemukan, serta sindikat perdagangan orang dibongkar. Proses penanganan hukum untuk kasus ini, hingga saat ini belum diselesaikan. Baru satu dari tiga  pelaku, yakni ( R ) pemilik pub Bintang dan Sasari yang di proses hukum dengan menggunakan UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sedangakan untuk dua terduga pelaku lainnya yaitu pemilik PUB Libra (satu Korban) dan pemilik PUB 999 (Triple Nine) 3 korban belum tersentuh hukum sama sekali. Bahkan mereka masih dengan leluasa membuka PUB-nya. 

 

Alasan mendasar yang selalu kami dapatkan dari penjelasan Polisi secara berulang-ulang dalam waktu yang lama, bahwa proses hukum terhadap kedua pemilik PUB ini belum bisa dilakukan karena masih kurang alat bukti. Hilangnya 4 korban sebagai saksi kunci tersebut adalah penyebab utamanya.

 

Dengan dengan demikian, kami berkesimpulan bahwa, situasi ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Polda NTT dan Polres Sikka terkesan tidak mampu atau kurang termotivasi untuk menangani kasus ini hingga tuntas. Oleh karena itu TRUK dan Jaringan HAM di Sikka mengambil sikap tegas dan jelas yakni melakukan advokasi ke tingkat nasional agar institusi Kepolisian secara hirakis (Mabes Polri) dapat terlibat aktif dalam penanganan kasus ini dan Komisi III DPR RI sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia dapat memantau dan mengawas kinerja pihak APH dalam menuntaskan kasus ke 17 anak ini.

 

b.     Tujuan:

·       Mendesak Mabes Polri untuk mengambil alih penanganan kasus TPPO ini, terutama atas 4 anak yang hilang/melarikan diri dari Shelter Santa Monika yang berhubungan langsung dengan terduga pelaku yakni, Pemilik PUB Libra dan Pemilik PUB 999 (triple Nine)

·       Meminta Komisi III DPR-RI untuk melakukan pengawasan khusus terhadap Polri atas penganganan kasus TPPO di Sikka ini.

 

c.      Lembaga Tujuan Advokasi:

·       Advokasi Utama:

Mabes Polri dan Komisi III DPR-RI.

 

·       Penguatan Advokasi: 

-        Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI (LPSK)

-        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPPA)

-        Komnas Perempuan RI.

 

d.     Peserta advokasi:

·       Utusan dari Truk-F dan Jaringan HAM Sikka

-      Sr. Fransiska Imakulata SSpS

-      Maria Hendrika Hungan

-      Siflan Angi

-      P. Vande Raring, SVD

-      P. Ignas Ledot, SVD

-      Anton Yohanis Bala

·          Lembaga Jaringan Jakarta.

-      Sr. Geno Amaral, SpSS

-      Sr.  Thomasin Beding SSpS

-      Sr. Geno Bikan SSpS

-      Gabriel Goa

-      Muslich Ismail

e.      Biaya:

Swadaya. Hasil saweran dari berbagai pihak dan terkumpul sebesar Rp.39.150.000.-

 

2.        Pelaksanaan: Tim Advokasi dari Maumere berangkat menuju Jakarta pada tanggal 21 Meret 2022 dan kegiatan baru dilakukan pada hari Selasa, 22 Maret 2022 dengan jadwal sebagai berikut:

 

a.      Tanggal 22 Maret 2022 pagi setelah melakukan koordinasi singkat dengan Jaringan Jakarta kami lalu menemui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI (LPSK).

 

Kami diterima oleh Wakil Ketua LPSK, Ibu Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc.,Psi. Kami menanyakan tentang perkembangan pendampingan LPSK terhadap anak-anak korban yang mau mendapatkan perlindungan dari LPSK. Dan kami mendapat tanggapan, saat ini ada 7 anak dari 17 anak yang mendapat perlindungan dari LPSK sedangkan anak-anak yang lainnya menolak, karena tidak disetujui oleh kedua orang tua/keluarga. Dari 7 anak, ada 3 anak yang dapat menghadiri sidang online yang difasilitasi oleh LPSK. Sayangnya ke 7 anak tersebut tidak mendapat pemenuhan hak restitusi karena kurang memahami dengan baik apa itu restitusi dan mereka berada dalam tekanan pelaku.

 

b.     Usai pertemuan dengan LPSK, Ibu Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc.,Psi, membantu mengkomunikasikan dengan Ibu Menteri PPPA, untuk dapat melakukan pertemuan dengan perwakilan Tim karena sejak awal Kementerian PPPA turut terlibat dalam proses pendampingan dan rehabilitasi ke 13 anak. Berkat komunikasi yang baik melalui Ibu Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc.,Psi, maka Tim mengutus Sr. Fransiska Imakulata, SSpS (Koordinator Divisi Perempuan TRUK) dan Maria Hendrika Hungan (Staf Divisi Perempuan TRUK) dapat melakukan pertemuan dengan Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati di ruang kerjanya. Dalam pertemuan ini, kami menyampaikan kronologis kasus 17 anak dengan segala macam tantangan yang kami alami. Dari pihak Kementerian PPPA yang turun ke Sikka pada awal kasus ini adalah Asdep perlindungan Anak Robert Sitinjak.

 

c.      Rabu, 23 Maret 2022 Pukul 11.00 WIB, Tim melakukan pertemuan dengan Mabes Polri. Tim diterima oleh Kasubdit V DITTIDUM BARESKRIM POLRI Kombespol Enggar Pareanom, S.Sos, S.I.K, kami menyampaikan tujuan kami, meminta Mabes Polri mengambil alih kasus TPPO pada 4 anak yang saat ini masih dalam pencarian, dan membongkar sindikat perdagangan orang di Sikka. Mabes Polri memberikan tanggapan yang serius bahwa akan melakukan asistensi ke NTT dan akan mengkawal, membackup kasus ini agar kasus ini dapat diselesaikan.

 

d.     Kamis, 24 Maret 2022, Pkl. 11.45 WIB, Tim mendapat kesempatan melakukan RDPU dengan Komisi III DPR RI. Tim diterima oleh pimpinan Komisi III DPR RI dalam ruang rapat Komisi III. Dalam RDPU, Tim menyampaikan aspirasi dan permohonan kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan dan control terhadap penegakan hukum dan hak Asasi Manusia. Kami meminta Komisi III DPR RI untuk melakukan pengawasan dalam penegakan hukum kasus 17 anak ini dengan bermitra dengan Mabes Polri agar kasus ini, harus dituntaskan sesuai fakta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga meminta agar sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan, memberikan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja kerja polisi di daerah khususnya di Polres Sikka dan Polda NTT pada umunya. Terhadap aspirasi kami ini, Komisi III DPR RI memberikan jawaban bahwa akan melakukan Rapat Koordinasi dengan Mabes Polri dan menyampaikan kepada Mabes Polri akar kasus ini menjadi perhatian dan ditangani secara serius karena persoalan human trafficking di NTT cukup tinggi.

 

e.     Usai RDPU, pukul 14.00 WIB Tim melakukan audiens dengan Komnas Perempuan untuk menyampaikan hasil pertemuan dengan beberapa lembaga penting untuk advokasi kasus 17 anak ini, dengan tujuannya adalah ikut mengawal janji-janji yang telah diberikan kepada Tim dalam menuntaskan kasus TPPO anak. Komnas Perempuan melalui Ibu Andi Yentriyani mengatakan bahwa Komnas Perempuan akan turut mengawal dan akan memfasilitasi untuk dapat melakukan konferensi pers dengan melibatkan jurnalis di tingkat nasional dan local.

 

3.       Penutup:

1.     Dari sisi procedural proses advokasi ini bisa dikatakan cukup sukses, karena setiap lembaga target advokasi menerima kami secara resmi dengan protocol kelembagaannya masing-masing. Kami didengarkan dan sempat membuat komitment bersama untuk kelanjutan penganan kasus ini.

 

2.     Dari sisi substansinya, kami berharap sunggu-sungguh sindikat TPPO anak ini dapat dibongkar dan menjadi pintu masuk untuk membongkar kejahatan perdagngan orang di NTT yang selama ini terkesan tidak tuntas dalam penegakan hukumnya dan kami akan tetap mem-followup pada pihak-pihak yang telah kami datangi.

 

3.     Kerena itu, kami membutuhkan kerja sama semua pihak baik itu lembaga-lembaga Negara, Jaringan LSM nasional dan lokal serta Media untuk secara saksama dengan caranya masing-masing mendukung dan pengawal proses penanganan kasus ini oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga penindakan.

 

TABE – EPAN GAWAN.


Narahubung TRUK: 081237849185


Pertanyaan / Komentar: