...
Siaran Pers
Pernyataan Sikap Komnas Perempuan pada Keputusan 3 Menteri Penggunaan Pakaian Seragam Dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Di Lingkungan Sekolah Yang Diselenggarakan Pemda (3 Februari 2021)

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan

pada Keputusan 3 Menteri Penggunaan Pakaian Seragam Dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Di Lingkungan Sekolah Yang Diselenggarakan Pemda

 

Penanganan Komprehensif pada Kebijakan Diskriminatif untuk

Kuatkan Langkah Merawat Kebhinnekaan dan Mengembangkan Moderasi Agama

 

Jakarta, 3 Februari 2021

 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi langkah cepat dan tegas yang diambil bersama oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama dalam menyikapi persoalan pemaksaan seragam dengan identitas agama di lingkungan pendidikan. Langkah ini akan menguatkan upaya pelaksanaan tanggung jawab negara dalam memajukan dan menegakkan hak-hak dasar yang dijamin di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama hak untuk bebas dari diskriminasi (Pasal 28I Ayat (2)), hak untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat (2)), memeluk agama dan beribadat menurut agama dan keyakinannya itu (Pasal 28 E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2)), serta untuk bebas dari rasa takut untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28 G Ayat (1)).  Dalam kasus di lingkungan pendidikan, pemaksaan busana terkait identitas agama juga menghalangi penikmatan hak konstitusional anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B Ayat (2)).

 

Kebijakan seragam dengan identitas agama tertentu di lingkungan pendidikan seringkali merupakan perpanjangan dari kebijakan daerah setempat mengenai aturan busana yang mengadopsi interpretasi tunggal dari simbol agama mayoritas. Hingga kini sekurangnya Komnas Perempuan mencatat 62 kebijakan daerah yang memuat aturan busana tersebar di 15 provinsi, dalam bentuk 19 peraturan daerah dan 43 peraturan dan kebijakan kepala daerah di tingkat provinsi dan  kota/kabupaten. Sepanjang 2009-2020 Komnas Perempuan juga mencatat bahwa pihak yang berbeda pandang mengenai aturan tersebut dapat merisikokan diri untuk mengalami diskriminasi dan pengabaian dalam layanan publik, sanksi administratif hingga kehilangan pekerjaan, diejek, dikucilkan, maupun kekerasan dan persekusi. Akibatnya, pihak yang berbeda pendapat memilih berdiam diri, yang kemudian dimanfaatkan sebagai tanda “persetujuan” atas  keberadaan kebijakan diskriminatif itu. Risiko itu juga ditemukan KP di beberapa daerah, meski tidak ada kebijakannya.

 

Komnas Perempuan mengapresiasi pertimbangan mengenai hak konstitusional warga dan pentingnya merawat kebhinnekaan bangsa sebagai landasan pijak dari SKB 3 Menteri ini sehingga warga dapat memilih secara bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan seragam dengan atribut keagamaan sesuai agama dan keyakinannya itu.  Atas dasar itu pula, Komnas Perempuan berpendapat bahwa kebijakan serupa di Aceh tidak dapat dikecualikan dalam persoalan ini, mengingat hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani serta hak beragama yang menurut Pasal 28 I Ayat 1 UUD 1945 adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun, termasuk terkait kewenangan otonomi khusus tersebut.

 

Komnas Perempuan mencermati bahwa kebijakan diskriminatif lahir dari penguatan politik identitas primordial, terutama agama dan etnis, sejak reformasi bergulir di tahun 1998, bertaut dengan percepatan otonomi daerah tanpa mekanisme pengawasan yang mumpuni, serta demokratisasi yang lebih bersifat prosedural daripada substantif. Selain itu kelahiran kebijakan diskriminatif juga dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia perumus kebijakan, seperti pemahaman mengenai prinsip non diskriminasi dan langkah afirmasi, kapasitas mengurai persoalan sosial yang kompleks dan ketrampilan memfasilitasi proses partisipasi publik. Juga, kapasitas masyarakat yang masih gampang dimobilisasi dengan politisasi identitas keagamaan dalam perumusan kebijakan publik. 

 

Mencermati Keputusan 3 Menteri tersebut di atas dan dalam kerangka memajukan capaian dari Program Prioritas Nasional untuk Harmonisasi Kebijakan, Komnas Perempuan merekomendasikan:

 

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk:
    • Mensosialisasikan secara meluas Keputusan Bersama ini dengan kelengkapan dan kejelasan informasi pengaturan seragam di lingkungan pendidikan dasar hingga menegah guna mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan;
    • Menguatkan mekanisme penerimaan dan penanganan keluhan terkait dengan pelaksanaan Keputusan 3 Menteri, termasuk untuk keluhan mengenai praktik diskriminasi dengan maupun tanpa dokumen kebijakan atau juga dikenal sebagai diskriminasi de jure maupun de facto;
    • Mengkaji dan memperkuat materi pendidikan yang mempromosikan penghormatan pada kebhinnekaan dan semangat kebangsaan, serta penghormatan pada hak asasi manusia dan prinsip non diskriminasi.  

 

  1. Kementerian Dalam Negeri
    • Membatalkan segera kebijakan kepala daerah tentang aturan busana yang mengunggulkan identitas kelompok mayoritas, serta kebijakan diskriminatif lainnya atas nama agama dan moralitas;
    • Bersama Pokja Harmonisasi Kebijakan Nasional yang terdiri dari unsur kementerian dan lembaga menyegerakan pelaksanaan langkah penanganan dan pencegahan yang sistemik, termasuk dengan mengoptimalkan mekanisme e-perda, dan mengintegrasikan pemahaman mengenai prinsip non diskriminasi ke dalam kegiatan pembinaan daerah dan pendidikan pimpinan serta tenaga penyusun dan perancang kebijakan daerah;
    • Melakukan review dan perbaikan kebijakan tentang kewenangan khusus Aceh dalam kerangka mengawal integritas hukum nasional dan mandat konstitusional bagi negara dalam menjamin hak-hak konstitusional warga, khususnya hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani serta hak beragama.

 

  1. Kementerian Agama
    • Mempercepat langkah pengembangan program moderasi agama di berbagai lembaga pendidikan dengan mengintegrasikan pemahaman mengenai wawasan nusantara dan hak-hak konstitusional, dengan perhatian pada kerentanan khusus perempuan maupun kelompok minoritas lainnya.

  

  1. Kementerian Hukum dan HAM
    • Mendorong percepatan harmonisasi kebijakan dengan mengoptimalkan peran kantor wilayah, pembinaan daerah dan mekanisme penanganan keluhan masyarakat pada kebijakan dan praktik diskriminasi atau pelanggaran HAM lainnya.

  

  1. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
    • Menguatkan peran konsultatif dalam perumusan kebijakan daerah, termasuk pengembangan kapasitas SDM unit kerja di daerah, dalam kerangka kepemimpinan perempuan dalam pendidikan keberagaman dan perdamaian.

 

  1. Kantor Staf Presiden, Kemenkopolhukham dan Bappenas
    • Menguatkan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan program harmonisasi kebijakan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, termasuk upaya menghapuskan kekerasan dan diskriminasi atas dasar apa pun dengan perhatian khusus pada kerentanan perempuan, sebagai upaya strategis menguatkan pondasi kebangsaan dan ketahanan nasional.

 

g.      Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

    • Melakukan kajian mandiri dan menyeluruh pada kebijakan di daerah guna memastikan langkah koreksi pada kebijakan maupun praktik diskriminatif atas nama agama dan keinginan mayoritas sehingga dapat turut mengawal keberlangsungan NKRI dan pelaksanaan mandat konstitusional penyelenggara negara.

 

  1. Masyarakat
    • Menggunakan mekanisme keluhan yang telah disediakan oleh kementerian/lembaga terkait, termasuk hotline yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan untuk keluhan tentang kebijakan dan praktik diskriminatif di sekolah, untuk menjadi pendorong perubahan;
    • memperkuat pemahaman mengenai prinsip non diskriminasi dan tentang kebangsaan dan kebhinnekaan, serta mendukung upaya korban untuk mengungkapkan pengalaman dan memperjuangkan keadilan dan kesetaraan;
    • turut serta mengawal upaya mengatasi dan mencegah kebijakan diskriminatif dengan menggunakan mekanisme e-perda, judicial review, atau langkah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

Narasumber:

Imam Nahei

Dewi Kanti

Veryanto Sitohang

Andy Yentriyani

Olivia Salampessy

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)

Daftar Unduhan Dokumen:

Pertanyaan / Komentar: