Jakarta, 12 Agustus 2024
Menapaki langkah lima tahun kerjasama dalam upaya
penanggulangan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, tiga lembaga yaitu Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Forum Pengada Layanan
(FPL) pada tanggal 12 Agustus 2024, bertempat di Jakarta meluncurkan Laporan
Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan dengan tema "Gerak Bersama
dalam Data". Peluncuran laporan ini menandai puncak dari kerja kolaboratif
tiga lembaga yang dimulai sejak Desember 2019. Sejak saat itu, ketiga lembaga
ini telah berkomitmen untuk secara bersama-sama menyajikan data kekerasan
terhadap perempuan di Indonesia melalui sistem pendokumentasian yang terpadu.
Kolaborasi ini telah diresmikan melalui Nota
Kesepahaman yang mengikat ketiga lembaga dalam Sinergi Data dan Pemanfaatan
Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak
Asasi Perempuan Korban Kekerasan. Kerjasama ini bertujuan untuk menciptakan
keterpaduan dalam sistem dokumentasi data kasus kekerasan terhadap perempuan
sebagai bagian dari upaya sinergi dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing lembaga demi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
di Indonesia.
Dalam sambutannya mewakili Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Titi Eko Rahayu yang menjabat sebagai Plt
Sekretaris Kementerian PPPA, menyampaikan bahwa meskipun terdapat perbedaan
dalam sistem pelaporan data dari ketiga lembaga baik dalam konsep maupun
kategorisasi, hal ini tidak menjadi penghalang dalam mencapai tujuan bersama.
"Upaya sinergi data dilakukan dengan mencari
kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi,"
ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa sinergi dalam
pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan diharapkan mampu
menghasilkan data yang lengkap, akurat, dan akuntabel, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan para pengambil kebijakan dalam upaya menurunkan angka kekerasan
terhadap perempuan (KtP).
Di tempat yang sama, Andy Yentriyani, Ketua
Komnas Perempuan, dalam sambutannya menekankan pentingnya ketersediaan data dan
informasi sebagai modalitas untuk melakukan perubahan di tingkat kebijakan
serta dalam mendorong perubahan di tengah masyarakat.
"Ketersediaan data membuka pintu pengetahuan
dan kesadaran bersama untuk mengatasi persoalan yang ada. Kehadiran
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah contoh nyata
dari pentingnya data," ujar Andy.
Ia juga menambahkan bahwa upaya sinergi database
ke depan perlu memberikan perhatian khusus pada kasus kekerasan seksual,
mengingat angka kekerasan seksual yang tinggi dan dampak khususnya terhadap
perempuan.
Sementara itu, Fery Wira Padang selaku Dewan
Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan (FPL), mengungkapkan harapannya agar
laporan data kasus KtP menjadi data rujukan yang berkontribusi signifikan dalam
mendukung kerja-kerja advokasi guna memastikan negara hadir menyediakan layanan
yang komprehensif bagi perempuan dan anak korban kekerasan di seluruh
Indonesia.
"Korban harus lebih mudah mengakses layanan,
terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), agar tidak ada
perempuan dan anak korban kekerasan yang terpuruk karena tidak mendapatkan
layanan yang layak," tegasnya.
Sinergi data kekerasan terhadap perempuan ini
merupakan gabungan dari sistem data pengaduan kekerasan terhadap perempuan yang
dikembangkan oleh masing-masing lembaga, yaitu Simfoni PPA dari Kemen PPPA,
SintasPuan dari Komnas Perempuan, dan Titian Perempuan dari FPL. Meskipun
disinergikan, karakteristik data dari masing-masing lembaga tetap dipertahankan
dan dilengkapi dengan analisis data khusus, seperti kasus perempuan korban
dengan HIV/AIDS, keragaman gender dan seksualitas, serta kekerasan berbasis gender
online (KBGO).
Dalam laporan ini disebutkan bahwa pada tahun
2023, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di ketiga lembaga
ini mencapai 34.682 korban, dengan rincian Simfoni PPA mencatat 26.161 korban,
SintasPuan Komnas Perempuan mencatat 3.303 korban, dan Titian Perempuan FPL
mencatat 5.218 korban. Data ini menunjukkan bahwa upaya sinergi telah
menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi kekerasan
terhadap perempuan di Indonesia.
Menurut M. Sulistyo Wibowo, Kepala Biro Data dan
Informasi Kemen PPPA, peningkatan jumlah perempuan korban kekerasan yang
melapor, terutama di Simfoni Kemen PPPA dan Titian Perempuan FPL, dapat
diartikan sebagai peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus
kekerasan. Secara geografis, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi
tiga wilayah dengan jumlah pelaporan kasus KtP tertinggi, yang dipengaruhi oleh
ketersediaan akses layanan, organisasi sipil pengada layanan yang banyak, serta
infrastruktur yang mendukung.
Sepanjang tahun 2023, data dari SintasPuan dan
Titian Perempuan menunjukkan bahwa kekerasan di ranah personal masih
mendominasi. Kekerasan seksual mencatat angka tertinggi dengan 15.621 kasus,
diikuti oleh kekerasan psikis sebanyak 12.878 kasus, kekerasan fisik sebanyak
11.099 kasus, dan kekerasan lainnya sebanyak 6.807 kasus. Berdasarkan analisis,
korban dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat adalah kelompok tertinggi
yang mengalami kekerasan, yang kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan yang lebih
baik mengenai kekerasan berbasis gender.
Sementara itu, Bahrul Fuad, Komisioner Sub Komisi
Pemantauan Komnas Perempuan, menyoroti kekerasan terhadap perempuan penyandang
disabilitas sebagai kelompok yang rentan. Data Simfoni Kemen PPPA mencatat
kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tertinggi di Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan 33 korban, sementara data FPL mencatat 120 korban dan Komnas
Perempuan mencatat 38 kasus.
Di saat yang sama, Novita Sari, Sekretaris
Nasional FPL, mengungkapkan bahwa terdapat 75 perempuan positif HIV/AIDS yang
melaporkan kekerasan yang mereka alami pada tahun 2023. Status positif HIV/AIDS
ini menambah kerentanan korban terhadap kekerasan dan kesulitan dalam memperoleh
keadilan. Banyak korban enggan melaporkan kasusnya karena takut status
kesehatannya diketahui oleh banyak orang dan mengalami diskriminasi lebih
lanjut.
Data korban dengan keragaman gender dan
seksualitas menunjukkan adanya 54 kasus yang dilaporkan pada periode
Januari-Desember 2023. Namun, laporan dari kelompok tertentu seperti
transgender, lesbian, dan biseksual masih minim karena perspektif organisasi
layanan dan aparat penegak hukum yang bias. Sering kali, korban dengan
identitas gender tertentu malah mengalami kekerasan tambahan ketika melaporkan
kasusnya.
Kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga
menjadi perhatian khusus karena jumlah kasus yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2023, berdasarkan data dari ketiga lembaga, terdapat 1.801
korban KBGO. Hal ini menunjukkan pentingnya perhatian lebih terhadap
kasus-kasus yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk
pelanggaran atau pelecehan.
Berdasarkan tren dan karakteristik pelaporan data
KtP ini, upaya penyediaan data dan penanganan kasus KtP harus terus dilakukan
secara berkelanjutan. Sinergi antar lembaga baik dalam infrastruktur data,
anggaran, maupun sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai kebijakan satu
data yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dengan adanya
Laporan Sinergi Data Kekerasan ini, diharapkan data tersebut dapat dimanfaatkan
untuk menyusun kebijakan dan koordinasi penanganan kasus demi kepentingan pemajuan
hak asasi perempuan.
Dalam peluncuran laporas sinergi database yang
diselenggarakan secara hybrid ini menghadirkan dua penanggap dari Kejaksaan
Agung dan akdemisi dari Universiatas Brawijaya Malang. Keduanya memberikan
tanggapan yang positif atas peluncuran laporan tersebut.
Rekaman Kegiatan: https://www.youtube.com/watch?v=xZDXFPBr450
Dokumentasi Foto: https://nextcloud.kemenpppa.go.id/index.php/s/QAjRrPsirK5WX6T
Narahubung:
Elsa (Komnas Perempuan): +62 813-8937-1400
Nurhayati Roren (KemenPPPA): +62 811-1181-275
Siti Mazuma
(FPL): +62 821-2591-278