Siaran Pers 10 Desember 2020
Hasil Kajian Komnas Perempuan tentang Implementasi Kebijakan PSBB dan Dampaknya Pada Hak Konstitusional Perempuan
Urgensi Perspektif HAM?dengan Perhatian Khusus Pada Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan selama Masa Pandemi Covid
Jakarta, 10 Desember 2020
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong integrasi berperspektif Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang inklusif dan interseksional, dengan perhatian khusus pada perempuan, dalam penanganan pandemi Covid-19 ke depan. Rekomendasi ini disampaikan dalam peluncuran dan diseminasi hasil kajian Komnas Perempuan mengenai implementasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dampaknya pada hak konstitusional perempuan. Kegiatan ini (Kamis, 10 Desember 2020) terlaksana dalam kerjasama dengan Pemerintah Australia melalui Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2), yang juga mendukung kompilasi kajian yang komprehensif dari berbagai kajian yang telah digagas Komnas Perempuan sebelumnya. Peluncuran ini juga merupakan bagian dari rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Peringatan Hari HAM Sedunia.
Komnas Perempuan melakukan kajian ini mengingat implikasi pandemi memiliki wajah gender yang sangat kuat. Sebelum pandemi, persoalan kesenjangan dalam pembangunan adalah fakta, namun krisis pandemi, ternyata memperparah kesenjangan gender yang ada. Lebih lanjut, walaupun pandemi mengguncang sistem ekonomi dan sosial, namun konstruksi gender tidak secara otomatis mengalami perubahan. Budaya patriarkhis menjadikan perempuan serta kelompok rentan harus menanggung dampak berbeda, dan sering kali lebih berat. Pandemi menimbulkan beban dan risiko yang berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan adalah akses dan kendali sumber daya, baik untuk meredam dampak maupun beradaptasi dengan perubahan serta kemampuan untuk memulihkan kondisi dalam menghadapi dampak pandemi.
Kajian Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai kebijakan kunci dalam penanganan pandemi mempengaruhi kerentanan perempuan dalam menghadapi pandemi. Pengaruh tersebut terutama peningkatan beban ganda, risiko kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender, dampak pada ekonomi dan sumber penghidupan, dan persoalan akses kelompok rentan/ marjinal kepada jaminan sosial. Juga, terkait dengan persoalan kesehatan reproduksi termasuk perkawinan anak, hak atas rasa aman dan akses kepada keadilan, serta kesenjangan gender terkait akses informasi dan teknologi.
Kerentanan perempuan tentunya beragam, dipengaruhi oleh status sosial seperti kelas ekonomi, status perkawinan, orientasi seksual, umur, kondisi disabilitas, dan akses kepada teknologi dan informasi, dan status sosial lainnya. Sebagian isu gender tersembunyi di ranah privat, dianggap sebagai hal yang biasa atau seharusnya. Sementara sebagian isu yang lain terjadi di ranah publik, namun belum sepenuhnya dianggap sebagai isu dan kepentingan publik.
Beberapa kebijakan dan inisiatif telah dilakukan oleh pemerintah untuk merespon dampak pandemi. Terdapat berbagai praktek baik yang sudah dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga untuk perlindungan perempuan dan kelompok rentan dan marjinal. Program jaminan sosial, adaptasi pelayanan publik adalah contoh-contoh respon negara dalam menghadapi pandemi. Juga dikeluarkannya berbagai protokol perlindungan perempuan dan kelompok rentan. Namun demikian, di tingkat implementasi, juga terdapat berbagai tantangan yang mempengaruhi efektivitas kebijakan. Selain itu, terdapat catatan sejauh mana integrasi gender telah dilakukan secara bermakna dalam berbagai kebijakan dan respon pandemi.
Selain kerentanan, kajian juga menunjukkan resiliensi berbasis gender: kontribusi dan kelentingan perempuan dalam menghadapi pandemi. Narasinya bisa dilihat dalam bentuk adaptasi lembaga pengada layanan dalam tetap bisa memberikan perlindungan bagi korban dalam situasi pandemi, atau praktek dan pengembangan konsep ekonomi berbagi oleh perempuan sekaligus mendorong ekonomi yang berkelanjutan. Begitu juga, narasi dapur umum dan respon kemanusiaan lintas iman, sebagai wujud resiliensi perempuan di berbagai ranah dan daerah. Dalam narasi-narasi ini, perempuan berhasil mengatasi berbagai keterbatasan yang ada untuk tetap berkontribusi untuk penyelamatan kehidupan dan ruang hidup bersama. Bahkan dalam konteks PSBB, perempuan dengan lihai menyiasati batas-batas antara ranah privat dan publik yang makin kabur, dan membentuk narasi kelentingan perempuan dalam pandemi. Walaupun sebagian terjadi pada skala mikro, bersifat informal dan spontan, kontribusi perempuan adalah bagian penting yang tidak bisa dinafikan dalam membangun kapasitas bersama untuk bisa meredam, beradaptasi dan memulihkan penghidupan secara berkeadilan dalam pandemi Covid-19.
Mengenali kerentanan dan juga resiliensi perempuan dalam pandemi dan menimbang konteks kebijakan PSBB, kajian Komnas Perempuan ini menemukan bahwa terdapat kebutuhan berbasis gender yang perlu menjadi prioritas dalam penanganan lebih lanjut pandemi Covid-19. Kebutuhan yang dimaksud adalah termasuk kebutuhan praktis dan strategis dalam kerangka keadilan transformatif, yang berarti tidak hanya mengatasi dampak tetapi juga akar masalah kerentanan. Sejumlah langkah lebih rinci yang dapat dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait dijabarkan di bagian akhir dari kajian ini, yang memuat rekomendasi pada tiga aras yaitu:
- Jangka pendek: berfokus pada perlindungan bagi yang paling rentan untuk bisa meredam goncangan maupun dampak lanjutan yang diakibatkan oleh pandemi. Termasuk di dalamnya adalah memastikan akses rumah aman dan implementasi protokol penanganan perempuan korban kekerasan, memastikan perhatian khusus pada kelompok rentan stigma dan diskriminasi, serta penggunaan IT yang lebih meluas dalam proses hukum;
- Jangka menengah: berfokus pada peningkatan kapasitas adaptasi dan fleksibilitas untuk menghadapi perubahan/ dampak pandemi, dengan memastikan akses dan afirmasi bagi perempuan dan yang paling rentan. Afirmasi perlu ditunjukkan dengan mendukung kepemimpinan perempuan dan inisiatif-inisiatif yang dikembangkan di masyarakat. Tahapan ini sekaligus juga sebagai tahapan transisi menuju pemulihan;
- Jangka panjang: berfokus pada pemulihan pandemi yang transformatif tidak hanya sekedar memulihkan dan kembali pada situasi normal, namun juga mendorong pada perbaikan relasi kuasa berbasis gender sehingga menjadi lebih setara, adil dan lebih baik (building back better).
Narasumber Komisioner:
- Maria Ulfah Anshor
- Satyawanti Mashudi
- Andy Yentriyani
Narahubung:
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)
Silahkan mengunduh
Siaran Pers Kajian Komnas Perempuan tentang Implementasi Kebijakan PSBB (10 Desember 2020)