...
Siaran Pers
Siaran Pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Forum Pengada Layanan “Gerak Bersama Dalam Data: Laporan Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan Tiga Lembaga" (28 Desember 2021)

Siaran Pers

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Forum Pengada Layanan

Gerak Bersama Dalam Data: Laporan Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan Tiga Lembaga"

 

Jakarta, 28 Desember 2021

 

Pendokumentasian data penanganan kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) telah dilakukan baik oleh lembaga negara, lembaga HAM negara, hingga organisasi layanan kasus KtP berbasis masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI telah mengembangkan sistem database kasus kekerasan yang disebut dengan “Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), Komnas Perempuan telah mengembangkan sistem database KtP yang disebut dengan Sintaspuan dan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan (FPL) sebagai jejaring lembaga layanan berbasis masyarakat yang menangani korban KtP mengembangkan sistem pendokumentasian kasus yang diberi nama Titian Perempuan. Sinergi antara ketiga lembaga menjadi penting agar pendokumentasian data dapat dilakukan secara lengkap akurat dan akuntabel serta memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan untuk upaya yang cepat dan tepat penanganan kasus KtP di Indonesia.

Mengacu pada tujuan tersebut pada 21 Desember 2019 Kemen PPPA, Komnas Perempuan, dan Forum Pengada Layanan menyepakati Kesepakatan Bersama tentang Sinergi data dan pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan. Kesepakatan Bersama tersebut ditujukan untuk konsolidasi dan sinergi bersama mengenai tugas, fungsi, dan sumber daya ketiga lembaga untuk mewujudkan keterpaduan sistem pendokumentasian kasus KtP di Indonesia. Lebih lanjut, Kesepakatan Bersama tersebut diharapkan dapat menjadi upaya dalam pemajuan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi perempuan di Indonesia. Hasil sinergi data juga menjadi satu sistem pendokumentasian bersama yang dapat menyediakan data dan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, proses kerja bersama juga dimaksudkan sebagai wadah bertumbuh bersama dalam meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masing-masing lembaga dalam penggunaan kerangka Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women /CEDAW).

Tahun 2021, ketiga lembaga menyepakati untuk mengeluarkan data kondisi kekerasan terhadap perempuan sepanjang Bulan Januari hingga Juni 2021 sebagai langkah awal kerja sinergi data KtP. Tercatat perempuan yang menjadi korban kekerasan yang melaporkan kasusnya dan ditangani adalah sebesar 9.057 korban (Simfoni PPA), 1.967 korban (Sintaspuan Komnas Perempuan) dan 806 korban (Titian Perempuan FPL). Lebih lanjut, data menunjukkan usia kerentanan anak perempuan dan perempuan dewasa berdasarkan jenis dan bentuk kekerasannya berbeda. Data Simfoni PPA, Sintaspuan dan Titian Perempuan menunjukkan bahwa anak perempuan paling rentan mengalami kekerasan seksual (3248 orang; 152 orang; 84 orang). Sedangkan pada data Simfoni PPA, perempuan dewasa paling tinggi mengalami kekerasan fisik (2324 orang). Namun, data Sintaspuan dan Titian Perempuan mencatat bahwa kekerasan psikis tertinggi dialami oleh perempuan dewasa (893 orang; 349 orang). Meninjau ranah kekerasan, ketiga lembaga secara konsisten memotret pelaku pada ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan relasi personal adalah suami (2135 orang; 373 orang; 399 orang). Secara geografis, sebaran kasus KtP paling tinggi berada di wilayah Jawa. Namun fakta tersebut tidak berarti bahwa kasus KtP di wilayah lain lebih sedikit terjadi. Dapat dikatakan tingginya pengaduan kasus di wilayah Jawa karena adanya infrastruktur layanan dan dukungan pendokumentasian yang baik serta komitmen pemerintah daerah dalam penanganan kasus KtP.

Dari refleksi proses dan hasil upaya sinergi database antara Kemen PPPA, Komnas Perempuan dan FPL, terdapat 12 rekomendasi  yang dibagi dalam dua kelompok isu yaitu a) terkait sinergi database dan b) terkait kecenderungan kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditemukan. 

 

A.    Terkait Sinergi Database

1.      Pemerintah pusat segera melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur sistem layanan dan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan yang terpadu dengan membangun sinergitas yang melibatkan Lembaga layanan berbasis masyarakat. Dengan menganggarkan dana khusus demi keberlanjutan penanganan bagi perempuan korban kekerasan;

2.      Pemerintah Daerah menegaskan komitmen politik pada koordinasi penanganan dan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan dengan memastikan dukungan alokasi dana khusus;

3.      Dalam pemerataan pembangunan infrastruktur sistem layanan dan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara dan Lembaga Layanan berbasis masyarakat harus memberikan perhatian pada kelompok paling rentan seperti perempuan disabilitas, perempuan lansia, anak perempuan korban kekerasan;  

4.      Dalam kerangka pelaksanaan RAN HAM, pengembangan Satu Data Indonesia dan perwujudan sistem peradilan pidana terpadu berbasis elektronik, Pemerintah RI perlu memberikan dukungan kepada upaya sinergi database kasus kekerasan terhadap perempuan;

5.      Kemen PPPA, Komnas Perempuan dan FPL penting menata ulang dan menguatkan proses pendokumentasian kasus terutama terkait istilah dan kategorisasi;

 

B.     Terkait Kecenderungan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

6.      Kementerian Agama penting menguatkan materi terkait kesetaraan gender dalam pendidikan calon pengantin/kursus calon pengantin (suscatin) mengingat kekerasan tertinggi pada ranah privat adalah kekerasan terhadap istri;

7.      Mendorong DPR dan Pemerintah untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan mengakomodir secara maksimal kebutuhan korban kekerasan seksual;

8.      Mendorong koordinasi antar Kementerian/Lembaga untuk memastikan adanya Perpres Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dan Strategi Nasional Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan (Stranas PKTP);

9.      Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung RI memastikan adanya pelatihan berkala dengan materi ajar penanganan kasus yang berperspektif korban kepada aparat penegak hukum agar penanganan tidak menambah beban trauma berkepanjangan pada korban;

10.  Mengajak para pihak memperbanyak ruang penyelenggaraan/pemberian informasi melalui kampanye, pemanfaatan media sosial, atau melalui kader-kader seperti kader PKK, Satgas PPA, kader kesehatan (petugas posyandu) termasuk program penguatan dukungan gerakan kadarkum (keluarga sadar hukum) yang diharapkan mampu mendukung korban dalam mengakses keadilan dan pemulihan;

11.  Mendorong pemerintah untuk mengembangkan program-program percepatan untuk penguatan infrastruktur layanan informasi, bantuan hukum dan konseling, serta layanan kesehatan yang berkualitas dan berkelanjutan;

12.  Mendorong kajian lebih lanjut tentang kondisi lansia, baik sebagai korban kekerasan maupun kecenderungan sebagai pelaku kekerasan terhadap perempuan, khususnya anak perempuan dalam mendorong strategi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

 

Narasumber:

Lies Rosdianty (Kepala Biro Data dan Informasi  Kemen PPPA)

Dewi Kanti (Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan)

3.      Harti Mukhlas (Dewan Pengarah Nasional FPL)

 

Narahubung:

Artha (Biro Humas Kemen PPA), HP: 08118861313

2.      Yulita (Koordinator Divisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan), HP: 08562951873

3.      Harti Mukhlas (DPN FPL), HP: 081812691731


Pertanyaan / Komentar: