Jakarta, 28 Agustus 2023
Kerjasama untuk Mencegah Penyiksaan (KuPP) telah menyelenggarakan kegiatan pertama dari rangkaian inkuiri publik melalui Dengar Keterangan Umum (DKU) terkait penyiksaan dan ill-treatment dalam kerangka Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (The Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment/CAT).[1] Untuk mengawal DKU, terdapat komisioner inkuiri yang terdiri dari wakil keenam organisasi KuPP, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) dan juga sejumlah ahli dari tingkat lokal. Pada DKU pertama ini dari serangkaian 4 (empat) DKU, Universitas Negeri Medan (Unimed) menjadi mitra lokal dan tempat penyelenggaran untuk wilayah barat, pada 22-24 Agustus 2023 secara hibrid (daring dan luring), dengan menghadirkan saksi, korban, pendamping korban dan aparat penegak hukum serta pejabat pemerintahan terkait.
Selama kegiatan, komisioner inkuiri memeriksa kembali kasus termasuk mengajukan pertanyaan/tanggapan kepada saksi dan penanggap untuk menggali fakta secara lebih dalam dan lengkap dari kedua belah pihak tersebut. 9 (sembilan) kasus dugaan penyiksaan (torture) dan perlakuan buruk (ill-treatment) didengar keterangannya dengan rincian: (1) tiga kasus dugaan penyiksaan dan/atau ill-treatment yang melibatkan aparat kepolisian pada hari pertama; (2) tiga kasus yang melibatkan TNI, termasuk pelanggaran HAM masa lalu di hari kedua; (3) tiga kasus lainnya merupakan penghentian tindak kekerasan seksual anak dengan pelaku anak terdiri dari satu kasus terkait penggunaan mekanisme keadilan restoratif (keadilan restoratif/ RJ), satu kasus berkaitan dengan pembatasan aborsi legal terhadap anak korban kekerasan seksual; dan satu kasus berkaitan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) disertai ill treatment terhadap pekerja rumah tangga. Kasus-kasus ini merupakan bagian dari pengaduan masyarakat yang masuk ke dalam lembaga-lembaga yang tergabung dalam KuPP.
Dari DKU Barat dikenali adanya kebutuhan untuk 1) penguatan kapasitas aparat penegak hukum terkait perspektif HAM dan pencegahan penyiksaan serta layanan publik terkait akses pada informasi untuk pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan; 2) penguatan kapasitas infrastruktur teknologi untuk penyelidikan dan penyidikan, termasuk CCTV di tahanan kepolisian maupun lapas; gelar perkara pelanggaran etik profesi dilakukan secara transparan dan akuntabel, bersih dari praktek korupsi atau pemerasan; 3) evaluasi kualitas sel tahanan dan terhadap mekanisme pengawasan pelaksanaan tugas kepolisian, terutama dalam hal perlindungan dan penegakan hak asasi manusia; 4) penyusunan mekanisme internal untuk pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi termasuk berbasis gender dan kelompok rentan di lapas dan tahanan; 5) perbaikan proses pendataan korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak hanya melibatkan pemerintah setempat, namun juga beberapa lembaga masyarakat sipil yang mendampingi korban; 6) perbaikan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar daerah dalam hal pendataan dan penyaluran hak-hak korban, dan berkolaborasi dengan LPSK untuk memastikan keamanan dan pemulihan korban; 7) perbaikan dalam aspek partisipasi publik untuk langkah pemerintah dalam penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM masa lalu dan 8) membuka proses hukum kasus-kasus dengan dugaan penyiksaan dan ill treatment yang telah ditutup serta melanjutkan proses penanganan kasus-kasus yang terhenti termasuk proses pemantauan kasus.
Seluruh temuan dan usulan rekomendasi dari DKU Barat akan dilengkapi dengan tiga DKU berikutnya, yaitu di wilayah Tengah, Timur dan Nasional. Laporan lengkap hasil DKU menjadi bagian tidak terpisahkan dari laporan 25 tahun evaluasi implementasi ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan sebagai ruang untuk melakukan refleksi dan menguatkan kebijakan dan langkah pencegahan dan penanganan penyiksaan secara komprehensif di Indonesia.
Komisioner Dengar Keterangan Umum wilayah Barat:
- Rainy Hutabarat (Komnas Perempuan)
- Theresia Iswarini (Komnas Perempuan)
- Majda El Mujtad (UMINED)
- Susilaningtyas (LPSK)
- Dian Sasminta (KPAI)
- Saur Tumiur Situmorang (Komisioner Purnabakti)
- Jemsly Hutabarat (ORI)
Narahubung: 0813-8937-1400
[1] Indonesia menandatangani konvensi ini pada 23 Oktober 1985. Diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998 (Disahkan di Jakarta, LNRI Tahun 1998 Nomor 164, TLNRI No. 3783).