...
Siaran Pers
Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Menyambut Perayaan Hari Kartini ( 21 April 2021)

Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Menyambut Perayaan Hari Kartini, 21 April 2021

Peran Strategis Kepemimpinan Perempuan pada Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Publik dalam Upaya Pencegahan Kekerasan, Diskriminasi terhadap Perempuan dan Pemajuan Hak-Hak Perempuan

Jakarta, 21 April 2021

                                                                                                                                     

 

Jumlah  perempuan di Tanah Air tercatat sebanyak 49,42% dari 270,20 juta jiwa, lebih sedikit dari penduduk laki-laki yang mencapai 50,58% (Hasil Sensus Penduduk 2020 oleh BPS) Namun, sepanjang 2015-2019 persentase perempuan miskin lebih tinggi dari laki-laki, yang pada 2019 berjumlah 12,8 juta jiwa, sedangkan laki-laki miskin sebanyak 11,99 juta jiwa. Kemiskinan di Indonesia sering digambarkan berwajah perempuan karena minimnya akses perempuan terhadap hasil kebijakan termasuk masih banyak kebijakan diskriminatif terhadap perempuan, terbatasnya anggaran yang responsif gender, serta kurangnya pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak konstitusional perempuan yang berdampak pada terabaikannya kebutuhan dan kepentingan perempuan serta rentan menjadi korban kekerasan di ranah personal, publik dan negara.

 

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diukur dari: (1) Indeks kesehatan berdasarkan Angka Harapan Hidup; (2) Pendidikan dilihat melalui Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah;  dan (3) Pengeluaran oleh laki-laki dan perempuan dilihat dari pengeluaran per kapita,  di tahun 2019 menunjukkan IPM Perempuan berada pada nilai 69,18, tertinggal jauh dari laki-laki dengan nilai 75,97. Hal ini menunjukkan masih tingginya ketidakadilan terhadap perempuan Indonesia dalam pembangunan. Ditambah lagi tingginya angka kekerasan yang dialami perempuan justru pada masa Pandemi COVID-19. Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021, merekam  pengaduan langsung kasus kekerasan terhadap perempuan, yaitu sebanyak 2.389 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yakni 1.419 kasus, atau terjadi peningkatan pengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020. Ranah kekerasan  terbanyak tahun 2020 yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan adalah ranah personal (KDRT) sebanyak 1.404 kasus (65%), ranah publik/komunitas 706 kasus (3%) dan negara 24 kasus (1%).

 

Konstitusi negara telah menjamin pemenuhan hak asasi perempuan, begitu pula dengan sejumlah peraturan dan perundangan lainnya seperti ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan melalui UU Nomor 7 Tahun 1984, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pembangunan Pengarusutamaan Gender serta PERPRES No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun hingga kini, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan belum surut secara signifikan dan pemenuhan hak-hak perempuan termasuk perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas masih harus terus diperjuangkan, sebab kebijakan publik dan sejumlah keputusan politik kurang berperspektif gender dan kelompok rentan. Rendahnya pelibatan perempuan dalam proses pembuatan dan pengambilan keputusan di pemerintahan dan lembaga-lembaga publik mengakibatkan kebutuhan dan kepentingan perempuan serta pemenuhan hak-hak perempuan tidak terakomodir. Padahal  dalam proses demokratisasi di Indonesia, keterwakilan dan partisipasi perempuan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun lembaga publik lainnya merupakan hal yang mutlak dibutuhkan. Sudah seharusnya jumlah perempuan yang menjabat posisi tinggi di pemerintahan dan sebagai pengambil kebijakan meningkat secara signifikan.


Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), representasi perempuan pada lembaga legislatif mencatat 118 perempuan anggota DPR RI dari 575 kursi (20,52%) dan 42 perempuan anggota DPD RI dari 136 kursi (30,88%). Sedangkan di tataran eksekutif, terjadi peningkatan jumlah menteri perempuan, terdapat 5 menteri perempuan yang menduduki pos-pos strategis yang sebelumnya didominasi laki-laki. Di pemerintahan daerah terdapat sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah perempuan, yakni 1 gubernur, 3 wakil gubernur, 14 bupati/walikota dan 17 wakil bupati/wakil walikota. Hal  ini membuktikan kemampuan perempuan sebagai pemimpin. Walaupun jumlah keterwakilan perempuan di DPR RI belum mencapai angka afirmasi 30% untuk membawa perubahan signifikan bagi perbaikan kondisi perempuan dan kesejahteraan rakyat, namun telah cukup mempengaruhi proses perumusan kebijakan hingga lahirnya beberapa produk perundang-undangan nasional, seperti UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Begitu pula dengan tampilnya perempuan sebagai Ketua DPR RI, menunjukkan kemampuan kepemimpinan perempuan. Di tataran yudikatif, terdapat 1 Hakim Konstitusi dari 7 orang dan 5 anggota Hakim Agung dari 37 orang namun tidak ada seorang pun yang menduduki posisi pimpinan.

 

Komnas Perempuan berpandangan, kepemimpinan perempuan di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga publik dapat berkontribusi secara signifikan bagi terwujudnya kebijakan berperspektif gender, inklusif dan komprehensif kendati tantangan struktural dan kultural masih harus dihadapi perempuan mulai dari tahap seleksi hingga penetapannya dalam menduduki jabatan tinggi dan strategis baik di lembaga pemerintahan maupun lembaga publik. Pembangunan nasional mensyaratkan keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang baik dalam hal akses, melakukan kontrol, dapat berpartisipasi maupun menikmati manfaat yang sama dalam pembangunan.

 

Dengan memaknai perjuangan R.A. Kartini terhadap kesetaraan dan keadilan bagi perempuan, Komnas Perempuan merekomendasikan berikut ini:

 

  1. Mendesak pemerintah untuk lebih berkomitmen dalam memberi akses seluas-luasnya bagi kepemimpinan perempuan;
  2. Mendorong pemerintah agar sungguh-sungguh dan berani melakukan kebijakan afirmasi keterlibatan perempuan di lembaga pemerintahan dan lembaga publik, termasuk dalam setiap tahapan proses seleksi maupun kepesertaan dalam panitia seleksi;
  3. Memangkas aturan-aturan yang selama ini menghambat partisipasi politik perempuan di semua bidang dan mendiskriminasikan perempuan;
  4. Mendorong DPR dan partai politik berkomitmen yang kuat dalam mewujudkan kepemimpinan perempuan.

 

 

Narasumber:

1. Olivia Salampessy

2. Rainy Hutabarat

3. Mariana Amiruddin

 

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)



Pertanyaan / Komentar: