Siaran Pers Komnas Perempuan
Ancaman Kriminalisasi dan Stigmatisasi
Para Pembela Hak Asasi Manusia untuk Perlindungan Hak Kebebasan Beragama
21 Maret 2023
“Ancaman desakan mundur dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), karena berkunjung ke salah satu kelompok minoritas agama, sangat berdampak pada Isteri dan keluarga besar saya” merupakan salah satu pernyataan yang disampaikan oleh DS yang dicatatkan oleh Komnas perempuan. DS adalah salah satu tokoh yang giat dan kiprahnya dalam mendorong toleransi, dan pemenuhan hak asasi perempuan di Sukabumi. Sebelumnya, Komnas Perempuan juga mencatat WG (Pembela HAM di Jawa Barat) mendapatkan ancaman keamanan secara fisik dan digital karena aktivitasnya menyuarakan isu hak kebebasan beragama dan hak perempuan, namun kemudian menjadi target pengancaman karena statemennya mengucapkan hari raya dan berkunjung ke rumah ibadah salah satu agama, termasuk tokoh inisial RCPS alias RP, rohaniawan pembela dan pendamping korban perdagangan manusia di Kepulauan Riau yang baru-baru ini dilaporkan karena pengaduannya diduga melibatkan salah satu aparatur negara.
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengkhawatirkan bahwa situasi kerentanan para pembela HAM termasuk perempuan pembela HAM di sejumlah daerah karena kiprah mereka secara konsisten melakukan pembelaan terhadap kelompok minoritas dan rentan, terus menjadi target kekerasan intoleransi. Termasuk sebagai pola yang digunakan menjelang Pemilihan Umum.
Komnas Perempuan mencatatkan bahwa ancaman kriminalisasi, kekerasan, persekusi dan pengucilan menjadi pola yang digunakan oleh kelompok yang mengatasnamakan agama dan kelompok lainnya untuk melakukan teror kepada para perempuan dan pembela HAM di beberapa daerah. Ketakutan yang dialami para perempuan pembela HAM, tentu akan sangat berdampak pada aktifitasnya, keselamatan dirinya dan keluarga serta perempuan yang selama ini menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Komnas Perempuan juga menyayangkan, situasi kerentanan juga seringkali didiamkan, bahkan terdapat indikasi Pemerintah Daerah maupun aparatur negara terlibat menjadi agen intoleran.
Ancaman baik secara psikis dan fisik terhadap para aktivis pembela hak asasi manusia, yang secara konsisten melakukan pembelaan dan dukungan pada pemenuhan hak asasi manusia, komunitas korban dan kelompok rentan merupakan salah satu bentuk ancaman yang serius pada upaya pemajuan dan dan pemenuhan hak asasi manusia di daerah. Komnas Perempuan mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia yang juga terlibat aktif pada upaya perlindungan para pembela HAM melalui Deklarasi Para Pembela HAM (1998/resolution 53/144).
“Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 juga mencatat kekerasan terhadap perempuan pembela HAM melalui penyebaran konten bertujuan merusak reputasi/nama baik korban dan organisasinya. Ini menunjukkan bahwa keamanan terhadap perempuan pembela HAM perlu mendapatkan perhatian,” ungkap Dewi Kanti, Komisioner Komnas Perempuan.
Mencermati kerentanan perempuan pembela HAM, Komisoner Komnas Perempuan Imam Nahei mengingatkan kepada Pemerintah untuk bersikap tegas melakukan pengawasan dan pembinaan, pada upaya tindakan intoleransi, yang mengatasnamakan agama dan kelompok mayoritas yang melakukan intimidasi, stigma, kriminalisasi serta pengucilan terhadap pembela hak asasi manusia yang merawat upaya toleransi antar dan inter umat beragama.
“Hal tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah, sebagaimana dimandatkan pada pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945,” tegas Imam Nahei,
Komnas Perempuan mengingatkan Pemerintah bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia melalui langkah-langkah yang tepat untuk menciptakan situasi yang mendukung, baik secara sosial, ekonomi, politik sebagaimana telah dijamin dalam UUD NRI 1945, maupun Instrumen Hak Asasi Manusia yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional di Indonesia.
Narahubung: 0813-8937-1400