...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan dalam Rangka Memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia 2023

Mewujudkan Hak Semua Perempuan dalam Memilih dan Mendapatkan Akses serta

Layanan Alat Kontrasepsi

 

26 September 2023

 

 

Komnas Perempuan berpandangan bahwa pilihan untuk memiliki anak atau tidak, menentukan jumlah anak yang dinginkan serta menggunakan kontrasepsi atau tidak, merupakan hak kesehatan seksual dan reproduksi yang dilindungi oleh konstitusi. Hal ini sejalan dengan tema Hari Kontrasepsi Sedunia tahun 2023 yaitu "Kekuatan Pilihan" yang menyoroti peran penting pilihan kontrasepsi dalam memungkinkan masyarakat mengambil kendali atas kesehatan reproduksi mereka. Tema ini tidak hanya mencakup  kontrasepsi saja melainkan juga mendorong otonomi, memungkinkan pengambilan keputusan yang cerdas, dan memajukan upaya internasional dalam kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.

 

Setiap tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Kontrasepsi Sedunia atau World Contraception Day dimulai pada tahun 2007. Saat itu, sepuluh lembaga keluarga berencana di seluruh dunia menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi, yang memungkinkan adanya pilihan disengaja untuk memiliki anak, adalah langkah yang sangat penting. Peringatan ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perencanaan keluarga dengan berbagai pilihan metode kontrasepsi yang ada. 

 

“Perencanaan keluarga merupakan salah satu poin penting yang harus diperhatikan setelah menikah karena dengan perencanaan keluarga, maka pasangan bisa mengembangkan diri baik pada ranah produksi dan reproduksi. Selain itu, kemampuan untuk merencanakan kehamilan juga dapat meningkatkan kesehatan bagi perempuan,” kata Komisioner Retty Ratnawati. 

 

Menurut data BPS 2022, Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 55,36% sedang menggunakan alat kontrasepsi. PBB memperkirakan pada 2022, prevalensi penggunaan kontrasepsi oleh perempuan yang sudah menikah diproyeksikan sebesar 62,2%. Persentasenya pun terus naik hingga mencapai 64,4% pada 2030. Adapun, kontrasepsi modern seperti sterilisasi, pil, spiral/IUD, suntik KB, susuk KB, kondom, dan metode amenore laktasi (MAL) lebih banyak dipilih oleh perempuan yang sudah menikah di Indonesia. Prevalensi penggunaan kontrasepsi modern diproyeksi 59,7% pada 2022. Angkanya pun terus tumbuh hingga mencapai 61,9% pada 2030.

 

Pengaturan tentang penggunaan kontrasepsi terdapat dalam kerangka pengendalian penduduk yaitu dalam UU No. 52 Tahun 2009 tentang Pengendalian Penduduk menyatakan bahwa pelayanan kontrasepsi diperuntukkan bagi pasangan suami-istri. Akibatnya program-program yang digulirkan dengan payung Keluarga Berencana peruntukkannya diutamakan bagi pasangan yang menikah. Pada akhirnya menempatkan perempuan sebagai obyek yang berada dalam kendali untuk menghitung bertambah atau berkurangnya penduduk. 

“Seharusnya perempuan sebagai penyumbang utama dalam pengendalian penduduk ini menjadi subyek yang dihormati pilihannya, ditingkatkan kapasitasnya dan dipenuhi haknya tanpa memandang status perkawinannya,” jelas Komisioner Satyawanti Mashudi.

 

Sesuai peraturan yang ada, PUS yang menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang ini termasuk sterilisasi akan ditanggung oleh negara sebagai upaya untuk memastikan bahwa penduduk dikendalikan sesuai proyeksi yang ada. Meskipun faktanya, perempuan yang menikah tidak selalu bebas memilih untuk memakai atau tidak dikarenakan harus ada persetujuan dari pasangan/suami. Kemudahan layanan bagi PUS ini memperlihatkan terjadinya diskriminasi bagi perempuan usia subur yang tidak/belum menikah tetapi membutuhkan informasi dan layanan alat kontrasepsi yang benar. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan informasi tentang alat kontrasepsi ini juga dapat menyebabkan munculnya pemaksaan dalam penggunaan kontrasepsi misalnya pada calon pekerja migran perempuan, atau pada perempuan-perempuan yang menjalani kontrak kerja yang mensyaratkan tidak hamil dalam jangka waktu tertentu. Ataupun pemaksaan sterilisasi pada kelompok rentan misalnya Perempuan dengan HIV/AIDS.

 

Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menyebutkan dengan jelasa bahwa pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan sterilisasi termasuk jenis kekerasan seksual yang pelakunya dapat dijatuhi pidana. Oleh karena itu sangat penting memastikan bahwa pengetahuan yang baik soal penggunaan kontrasepsi dan sterilisasi diketahui dan dipahami banyak pihak agar tidak berpotensi menempatkan perempuan hanya sebagai obyek dan korban dalam pelaksanaannya. Dan menjadi sebuah tindak pidana kekerasan seksual. 

 

“Dengan mempertimbangkan segala situasi di atas maka sangat penting bagi pemerintah Indonesia melalui BKKBN dan Kementerian Kesehatan memastikan bahwa program keluarga berencana yang dikembangkan berbasiskan pemenuhan hak asasi terutama perempuan (rights based family planning) serta berperspektif gender, non diskriminatif dan pelibatan perempuan secara substantif,” pungkas Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. 

 

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)


Pertanyaan / Komentar: