Siaran Pers Komnas Perempuan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia
PERLUAS AKSES PADA LAYANAN KESEHATAN JIWA DAN PEMULIHAN BAGI PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS PSIKOSOSIAL DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN
Jakarta, 10 Oktober 2020
Komnas Perempuan mengenali bahwa kekerasan terhadap perempuan telah berkontribusi terhadap kesehatan mental korban dan keluarga korban yang akan mempengaruhi pemenuhan dan perlindungan hak asasinya. Penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan yang tidak optimal dan menyeluruh dapat menambah jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa ringan maupun berat. Di sisi lain, penanganan orang dengan masalah jiwa atau orang dengan gangguan jiwa tidak terlepas dari potensi pelanggaran hak untuk bebas dari diskriminasi, penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, perkosaan, pemaksaan kontrasepsi maupun pengobatan yang berisiko. Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2020, Komnas Perempuan menyerukan dan mendorong negara untuk melakukan berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati pada 10 Oktober sejak 2002 untuk meningkatkan kesadaran global tentang isu-isu kesehatan jiwa, advokasi dan pendidikan publik terkait kesehatan jiwa di dunia. Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organisation) mencatat bahwa jumlah orang dengan gangguan jiwa mencapai 450 juta (WHO, 2001). Sementara itu WHO juga mencatat bahwa setiap 40 detik satu orang meninggal akibat bunuh diri yang artinya 800.000 orang setiap tahunnya – jumlah yang melampaui orang yang meninggal akibat perang sekaligus homisida. Bunuh diri merupakan penyebab kedua kematian mereka yang berusia 15-29 tahun, dan 79% kematian akibat bunuh diri secara global terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Catatan Tahunan (CATAHU) 2020 Komnas Perempuan mendokumentasikan sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah tersebut meningkat 6% dari catatan kasus pada tahun sebelumnya. Sementara itu meningkatnya angka kasus kekerasan tidak diimbangi dengan ketersediaan layanan bagi para korban kekerasan. Dalam catatan Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan berdampak pada psikis korban dan dapat menyebabkan gangguan jiwa antara lain trauma, depresi, gangguan kepribadian, skizrofenia dan bahkan bunuh diri. Dengan demikian, kekerasan terhadap perempuan turut serta menambah jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa ringan maupun berat. Sedangkan penanganan dan pemulihan korban kekerasan yang tidak menyeluruh dan dini dapat menyebabkan korban memilih bunuh diri, sebagaimana dilakukan korban perkosaan di Bangkalan Madura (Juli 2020), korban perkosaan LH, 16 tahun di Bandung (2017), ES,14 tahun di Deli Serdang (2016). Gangguan jiwa pada korban kekerasan terhadap perempuan dapat dicegah sedini mungkin ketika negara memberikan akses layanan kesehatan fisik, psikis, dan psikososial sejak terjadinya kekerasan.
Pada bagian lain, CATAHU 2020 mencatat 87 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas, dengan disabilitas intelektual sebagai kelompok paling rentan dengan persentase 47%. Komnas Perempuan juga mencatat bahwa kondisi panti rehabilitasi dan rumah sakit jiwa tidak bebas dari perilaku kekerasan dan penyiksaan. Hasil pantauan Komnas Perempuan di sejumlah rumah sakit jiwa dan panti rehabilitasi milik pemerintah dan swasta di sejumlah kota Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menyimpulkan: terdapat kekerasan dan penyiksaan terhadap perempuan penyandang disabilitas psikososial (2019). Adapun bentuk kekerasan dan penyiksaan tersebut antara lain: kekerasan seksual yang dilakukan oleh sesama penghuni panti dan petugas, depersonalisasi dan perendahan integritas tubuh, pemaksaan kontrasepsi, praktik terapi kejut listrik, dilabur karbol dan belerang untuk pengobatan penyakit gatal kudis, fiksasi dengan tali kain, pengekangan dengan rantai besi, kekerasan fisik, penggunaan obat-obatan yang berisiko pada kerusakan organ lain dan pemasungan perempuan. Bagi Komnas Perempuan, kondisi ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius: orang dengan gangguan jiwa yang seharusnya mendapat ruang aman dan pemulihan di rumah sakit jiwa dan panti rehabilitasi justru mengalami tindak kekerasan dan atau penyiksaan yang memperparah gangguan jiwa yang dialaminya.
Tema Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2020 bahwa Kesehatan Jiwa Untuk Semua Orang: Investasi Lebih Besar, Akses Lebih Luas menjadi relevan dalam konteks akses layanan kesehatan jiwa khususnya pada situasi pandemik COVID-19 di Indonesia. Dengan tema ini, negara diajak untuk lebih peduli terhadap kesehatan jiwa masyarakat dan penyandang disabilitas psikososial dengan berinvestasi lebih besar untuk upaya-upaya membangun iklim kondusif bagi kesehatan jiwa masyarakat dan penyediaan layanan kesehatan jiwa yang lebih luas bagi perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas psikososial. UUD 1945 menjamin setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin (Pasal 28H Ayat 1). Mandat ini diperkuat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yang bertujuan di antaranya: (1) menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat menggangu kesehatan jiwa dan (2) memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berdasarkan hak asasi manusia, (3) menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa.
Menyikapi permasalahan tersebut di atas serta dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2020, Komnas Perempuan menyampaikan seruan sebagai berikut :
- Mendesak DPR RI agar segera memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2021 yang di dalamnya mengatur (1) Pemberatan hukuman dalam hal tindak pidana kekerasan seksual menyebabkan gangguan jiwa dan/atau dilakukan terhadap penyandang disabilitas; (2) Menjamin hak atas layanan pemulihan fisik, psikis, ekonomi, sosial dan budaya, pemulihan politik; dan (3) Hak atas ganti rugi;
- Kementerian Kesehatan RI agar mengembangkan upaya-upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk membangun Kesehatan Jiwa sejalan mandat UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan menghentikan penggunaan berbagai praktik penggunaan kekerasan dalam menjalankan terapi atas nama pengobatan di Rumah Sakit Jiwa. Secara bersamaan Kemenkes RI diharapkan mengembangkan skema pengobatan yang ramah terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan perspektif HAM dan gender di rumah sakit jiwa dan panti rehabilitasi;
- Kementerian Sosial RI agar: (a) mengintegrasikan prosedur standar operasional untuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas psikososial dalam skema layanan kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa dan panti rehabilitasi; (b) mendorong layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas; dan (c) berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah dalam usaha pencegahan praktik pemasungan terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan mengembangkan praktik rehabilitasi berbasis masyarakat yang manusiawi dan berperspektif HAM;
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA) agar memperluas akses layanan termasuk layanan kesehatan jiwa hingga wilayah pelosok di Tanah Air dengan mengintegrasikan kebutuhan khusus bagi perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan seksual;
- Masyarakat sipil agar turut mengembangkan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas termasuk bagi perempuan korban kekerasan dan mendorong tokoh agama, masyarakat dan adat agar bersama-sama mengajak masyarakat menghilangkan stigma, mencegah pemasungan, diskriminasi dan kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa khususnya perempuan dan anak dengan disabilitas psikososial.
Narasumber:
Rainy Hutabarat
Bahrul Fuad
Siti Aminah Tardi
Retty Ratnawati
Andy Yentriyani
Narahubung:
Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)
Silahkan mengunduh
Siaran Pers Komnas Perempuan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (10 Oktober 2020)
Sumber ilustrasi:
https://lingkarkediri.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-67817297/hari-kesehatan-mental-sedunia-2020-who-kesehatan-mental-sering-kali-terabaikan