Siaran Pers Komnas Perempuan
Jadikan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Yang Damai
dan Menghormati Hak Asasi Perempuan
Jakarta, 10 Februari 2017
Lima hari lagi, tepatnya pada 15 Februari 2017, Pilkada serentak gelombang kedua akan digelar di berbagai daerah di Indonesia. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa 101 daerah yang terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota akan menyelenggarakan Pilkada. Dari seluruh kontestan pilkada, terdapat 43 (6,7%) perempuan tercatat akan ikut berpartisipasi, 24 orang di antaranya akan menjadi calon kepala daerah dan 19 orang menjadi wakil. Jumlah ini terpaut jauh dengan jumlah calon kepala daerah berjenis kelamin laki-laki yang jumlahnya mencapai 599 (93,3%) orang; terdiri 297 orang sebagai calon kepala daerah dan 302 orang sebagai wakil.
Data di atas menggambarkan bahwa partisipasi politik perempuan dalam pengambilan kebijakan di negeri ini masih rendah dan belum signifikan dibanding dengan target minimal 30% representasi perempuan dalam ruang politik sebagaimana dimandatkan dalam paket Undang-undang politik. Realitas di lapangan, bahwa perempuan yang ingin terlibat dan berkompetisi di level pemilihan legislatif maupun eksekutif masih dihadang oleh sejumlah hambatan, diantaranya; masih kuatnya anggapan di masyarakat bahwa jabatan/kekuasaan politik itu ranah laki-laki, perempuan dipandang makhluk domestik, partai politik sebagai “hulu politik” belum melakukan langkah-langkah secara khusus pada perempuan yang bersiap sebagai calon kepala daerah dan kebijakannya masih netral gender (menyamakan untuk calon laki-laki dan perempuan, termasuk modal sosial dan ekonomi perempuan untuk bertarung dalam proses pemilu), pandangan publik yang masih bias gender dan misoginis terhadap calon perempuan. Bahkan, tidak jarang calon perempuan mengalami berbagai tindak kekerasan berbasis gender karena ia perempuan.
Komnas Perempuan telah mendokumentasikan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks Pilkada antara lain melalui pemantauan secara langsung proses Pilkada di Papua (2015), menerima pengaduan melalui Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR), memantau kasus-kasus yang dimuat oleh media maupun kasus-kasus yang diadukan saat Komnas Perempuan melakukan kujungan ke berbagai daerah di Indonesia. Temuan-temuan tentang kekerasan terhadap perempuan berbasis gender dalam konteks Pilkada antara lain:
- Penyempitan ruang politik perempuan yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Hal ini diakibatkan minimnya akses politik dan ekonomi, kuatnya politisasi agama dan adat, praktik budaya yang bias gender, dan stigmatisasi pada perempuan yang berkegiatan di politik. Seluruh aspek tersebut menghambat hak politik perempuan di dalam menjalankan hak sipil politiknya;
- Akses pemilih yang terhambat karena sejumlah hal antara lain, jarak yang sulit dijangkau (karena wilayah yang terpencil), mekanisme pemilu yang belum ramah pada perempuan (tidak ada fasilitas dukungan bagi pemilih perempuan yang terhalang mobilitasnya antara seperti PRT, lansia, termasuk disabilitas;
- Politisasi dan eksploitasi isu perempuan yang digunakan untuk menjatuhkan maupun menghalangi perempuan sebagai calon, masih banyak digunakan lawan politik dan kelompok pendukungnya untuk kepentingan pemenangan;
- Kekhawatiran perempuan akan keamanan baik sebelum, saat, dan setelah Pilkada, terutama menguatnya politisasi agama dan identitas yang menghambat mobilitas dan partisipasi perempuan dalam bersuara dan memberikan suara, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik;
- Kekerasan, ancaman, teror yang dialami oleh perempuan calon kepala daerah dan perempuan pemilih.
Merespon situasi tersebut Komnas Perempuan bersikap dan menyerukan kepada:
- Publik/Masyarakat:
- Merawat kebhinekaan dan perdamaian dengan menghentikan politisasi identitas (agama, etnisitas, kesukuan, dll) yang berpotensi maupun memicu konflik destruktif yang akan mengundang kekerasan terhadap perempuan;
- Mengajak para pemilih untuk kritis, tidak mudah terprovokasi serta memilih calon kepala daerah yang memiliki integritas terhadap pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia utamanya hak asasi perempuan dan bukan pelaku kekerasan terhadap perempuan.
- Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu):
- Mewujudkan proses Pilkada yang partisipatif dengan membangun mekanisme yang ramah dan mudah diakses oleh kelompok rentan, mereka yang berkebutuhan khusus (disabilitas), maupun pihak yang terhalang mobilitasnya seperti PRT, lansia, dll;
- Mendorong isu perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai prioritas baik dalam proses debat publik, program kerja para calon kepala daerah;
- Adanya pengawasan yang mengintegrasikan isu HAM berbasis gender dalam proses pemilihan kepala daerah.
- Peserta Pilkada/Partai Politik: Hentikan politisasi isu perempuan untuk menjatuhkan lawan, sebagai alat untuk meraih kemenangan maupun mempertahankan kekuasaan.
- Khusus untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, untuk melanjutkan kerja-kerja yang telah dirintis bersama Komnas Perempuan yang meliputi:
- Mengawal memorialisasi dan situs Mei 98;
- Memperkuat sistem layanan dan aduan korban kekerasan terhadap perempuan melalui mekanisme pengaduan online maupun langsung dengan menyiapkan dukungan layanan yang ramah dan memenuhi prinsip keadilan korban
- Memastikan wilayah yang ramah terhadap perempuan dengan wilayah aman bagi perempuan dan sistem transportasi yang ramah bagi seluruh pihak
- Memastikan kebijakan tata ruang kota yang ramah terhadap kelompok rentan dan patuh pada prinsip-prinsip hak asasi manusia/perempuan.
Kontak Narasumber:
Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan (081311130330)
Masruchah, Komisioner (0811843297)
Khariroh Ali, Komisioner (081284659570)
Unduh Dokumen :