Siaran Pers Komnas Perempuan
Kawal Implementasi Rekomendasi Universal Periodic Review Indonesia Siklus IV
Pemerintah Indonesia telah menyatakan menerima 269 rekomendasi dari 108 negara peserta sidang Sidang Universal Periodic Review (UPR) Siklus IV di Jenewa, Senin 27 Maret 2023. Sebagian besar dari rekomendasi adalah terkait upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan, termasuk memastikan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan melakukan penanganan pada kebijakan diskriminatif. Rekomendasi juga banyak yang terkait pemajuan pelindungan hak anak dan kelompok disabilitas, penguatan kerangka hukum dan institusional dan instrumen internasional, bisnis dan HAM, dan hak atas kesehatan, terutama kesehatan mental.
“Komnas Perempuan akan terus memantau rekomendasi yang telah diadopsi Pemerintah Indonesia secara keseluruhan maupun sebagian. Komitmen negara, partisipasi substantif masyarakat sipil, kerja sama lintas sektor dan dukungan dari negara-negara sahabat merupakan kunci keberhasilan dari implementasi rekomendasi-rekomendasi tersebut,” jelas Andy Yentriyani, ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengenai langkah Komnas Perempuan menindaklanjuti hasil UPR ini.
Proses UPR telah dimulai sejak tahun 2022 lalu. Komnas Perempuan turut menyediakan informasi mengenai kemajuan, tantangan dan agenda krusial Indonesia dalam mengimplementasikan komitmen pengakuan, penegakan, pelindungan dan pemajuan hak asasi manusia terkait upaya penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Informasi tersebut dirumuskan bersama organisasi masyarakat sipil dan juga disampaikan kepada pemerintah.
Setelah sesi pemaparan pemerintah Indonesia dan respons negara-negara di bulan November 2022, Komnas Perempuan bersama kelompok masyarakat sipil juga telah berdialog dengan pemerintah RI untuk mendukung pengadopsian rekomendasi sebanyak-banyaknya. Fokus rekomendasi yang dimaksud berkaitan dengan hak perempuan korban, perempuan disabilitas, lansia, masyarakat adat, perempuan dengan AIDS/HIV, perempuan pembela HAM, anak, kelompok non biner, penyintas pelanggaran HAM masa lalu, kebijakan diskriminatif yang mengontrol tubuh dan seksualitas perempuan, perempuan dalam situasi konflik seperti yang terjadi di Papua, perempuan pekerja termasuk pekerja migran, pekerja rumah tangga dan juga penghapusan hukuman mati.
“Meski diterima sebagian, Komnas Perempuan mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia menyampaikan komitmen untuk membahas ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga. Payung hukum ini memiliki pengaruh signifikan untuk memutus kekerasan terhadap perempuan,” ujar Rainy Hutabarat, komisioner Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan menyayangkan adanya 59 rekomendasi yang ditolak. Salah satunya adalah rekomendasi untuk menghapus hukuman mati, yang dalam UU KUHP tahun 2023 ini diatur sebagai pidana alternatif dengan penekanan pada komutasi. “Komnas Perempuan berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan amanat konstitusi untuk pemenuhan hak hidup yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun, dan dengan komitmen Indonesia pada Deklarasi Universal HAM, Kovenan Hak-hak Sipil Politik dan juga Konvensi Menentang Penyiksaan,” jelas Theresia Iswarini, komisioner Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan berharap Pemerintah Indonesia juga akan terus mengupayakan pemajuan pemenuhan HAM dengan memastikan penghapusan diskriminasi dan kekerasan atas dasar apa pun, penegakan hukum pada berbagai dugaan pelanggaran HAM, pelindungan pembela HAM dan pencegahan konflik dan penggunaan kekerasan, khususnya di Papua. Komitmen pemerintah juga dapat ditegaskan melalui ratifikasi protokol opsional dari Konvensi Menentang Penyiksaan dan juga membangun dialog konstruktif dalam misi kunjungan negara mekanisme-mekanisme HAM internasional.
Narahubung: 0813-8937-1400